Infrastruktur, Harga Mobil dan Regulasi Masih Jadi Kendala Masyarakat Beralih ke Mobil EV
Ilustrasi mobil listrik sedang mengisi daya. (Freepik)
19:08
2 Juli 2025

Infrastruktur, Harga Mobil dan Regulasi Masih Jadi Kendala Masyarakat Beralih ke Mobil EV

- Kecenderungan masyarakat untuk memiliki mobil listrik masih tergolong rendah. Beberapa alasan menjadi dasar dan hal ini diungkapkan lembaga Riset Populix saat acara diskusi bersama Forum Wartawan Otomotif (FORWOT) yang membahas strategi, inovasi, dan dinamika kompetitif di pasar kendaraan listrik.

Susan Adi Putra selaku Head of Research for Automotive Populix mengatakan, tantangan dari adopsi kendaraan listrik di Indonesia saat ini berkaitan dengan servis, usia pakai baterai, dan jarak tempuh. Ini yang menjadi hambatan utama dalam adopsi penggunaan kendaraan listrik secara umum.

Acara ini juga turut menghadirkan berbagai pemangku kepentingan industri, termasuk BYD Indonesia, ALVA, dan NBRI. Dalam diskusi ini menyoroti beberapa aspek penting terkait pasar mobil listrik di Indonesia.

"Peralihan ke kendaraan EV masih menemui sejumlah kendala. Diantaranya, bengkel umum belum semuanya bisa menangani EV, meski kerusakannya bukan kelistrikan," ujar Susan Adi di Jakarta Selatan, Selasa (1/7).

Adi menambahkan, hal lain yang menjadi kendala adalah jumlah stasiun pengisian daya (charging station) masih terbatas dan lokasinya berjauhan. Belum lagi kapasitas jarak tempuh per pengisian masih rendah juga membuat masyarakat ragu membeli mobil listrik.

Sementara itu William Kusuma, Head of CEO Office Alva mengungkapkan terkait hal tersebut pihaknya menggunakan strategi melalui kerja sama dengan bengkel-bengkel di sekitar dealer.

"Paling tidak ada empat bengkel yang bisa melayani kendaraan listrik di setiap satu buah dealer. Hingga saat ini Alva telah mendukung hadirnya 46 bengkel yang mendukung servis kendaraan listrik di Indonesia," ujarnya.

William berharap langkah serupa juga bisa dilakukan oleh para pelaku industri kendaraan listrik lainnya, sehingga proses adopsi ini semakin lancar.

SPKLU dan Standar Baterai

Data Populix menyebutkan ada 63% pengguna kendaraan listrik roda empat dan 29% pengguna kendaraan listrik roda dua memilih untuk mengisi daya di SPKLU. Pengisian daya di SPKLU dipilih karena dinilai lebih cepat dibanding mengisi daya di rumah.

Menurut Evvy Kartini, Founder of National Battery Research Institute (NBRI) bukan hanya dari infrastruktur pendukung seperti bengkel dan pengisian daya, salah satu hal yang harus segera diteken oleh pemerintah adalah standarisasi baterai yang mendukung interoperabilitas.

"Saat ini jenis baterai dan piranti pengisian daya masih terbatas kepada merek kendaraan masing-masing, sehingga menyulitkan dalam pengisian daya di stasiun pengisian daya lain. Harapannya dengan standarisasi yang sama, masyarakat semakin mudah untuk me-charge kendaraan listrik mereka, dan kemudian mendorong adopsi kendaraan listrik,” ungkapnya.

Interoperabilitas mengacu pada kemampuan baterai dari berbagai merek atau model untuk dapat digunakan secara bergantian atau saling dipertukarkan dalam sistem yang sama.

Menurutnya standard ukuran baterai yang belum sama juga merupakan salah satu aspek penting untuk diperhatikan karena akan mendukung interoperabilitas baterai tersebut.

Terpenting adalah keamanan baterai yang saat ini belum teregulasi dengan baik. Walaupun SNI sertifikasi untuk keamanan baterai seperti SNI 8872 sudah ada sejak tahun 2019, hingga saat ini aturan ini belum di wajibkan oleh pemerintah. Padahal   ini terkait dengan keselamatan konsumen kendaraan listrik.

Diskusi ini menjadi platform penting bagi para pelaku industri, media, dan masyarakat untuk bertukar pikiran dan informasi mengenai perkembangan mobil listrik di Indonesia. 

Editor: Dony Lesmana Eko Putra

Tag:  #infrastruktur #harga #mobil #regulasi #masih #jadi #kendala #masyarakat #beralih #mobil

KOMENTAR