Pungli di Rutan Dianggap Bukti KPK Gagal Cegah Korupsi di ''Rumah''
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyerahkan surat permintaan penjelasan tentang big data 110 juta warga yang diklaim Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mendukung agar pemilu 2024 ditunda. Surat diserahkan di Kantor Kemenko Marves, Jakarta, Rabu (30/3/2022). (KOMPAS.com/ Tatang Guritno)
06:08
15 Januari 2024

Pungli di Rutan Dianggap Bukti KPK Gagal Cegah Korupsi di ''Rumah''

- Dugaan pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh puluhan petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di rumah tahanan negara (Rutan) dinilai menjadi bukti lembaga itu gagal mengantisipasi praktik rasuah di sektor rawan.

Menurut peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana, praktik pungli itu memperlihatkan KPK kurang cermat dalam mengawasi sektor yang dianggap menjadi "lahan basah" dan celah rasuah.

"KPK gagal dalam mengawasi sektor-sektor kerja yang terbilang rawan terjadi tindak pidana korupsi," kata Kurnia dalam keterangan pers ICW seperti dikutip pada Minggu (14/1/2024).

Kurnia mengatakan, seharusnya KPK sebagai lembaga penegak hukum sudah memahami Rutan merupakan salah satu tempat rawan terjadi korupsi.

"Karena di sana para tahanan dapat berinteraksi secara langsung dengan pegawai KPK," ujar Kurnia.

Kurnia memaparkan, praktik suap atau pungli di Rutan KPK sebenarnya bukan modus baru karena kerap terjadi pada rutan lain maupun lembaga pemasyarakatan.

"Dari sana mestinya sistem pengawasan sudah dibangun untuk memitigasi praktik-praktik korup," ucap Kurnia.

Selain itu, Kurnia menyoroti proses pengusutan praktik pungli terjadi di rutan KPK terbilang sangat lambat.

Padahal, lanjut dia, Dewas KPK sudah melaporkan kepada Pimpinan KPK soal temuan pungli itu sejak Mei 2023 lalu.

"Namun, hingga saat ini, prosesnya mandek pada tingkat penyelidikan. Sedangkan dugaan pelanggaran kode etik pun seperti itu, lebih dari 6 bulan Dewas baru menggelar proses persidangan," kata Kurnia.


Sebelumnya diberitakan, Dewan Pengawas (Dewas) KPK menyatakan akan menyidangkan 93 pegawai lembaga antirasuah yang diduga melakukan pelanggaran etik menyangkut pungutan liar (pungli) di rumah tahanan (Rutan) KPK.

Anggota Dewas KPK Albertina Ho mengatakan, sidang etik itu rencananya akan digelar pada bulan Januari.

"93 orang yang akan naik sidang etik," kata Albertina saat ditemui awak media di Gedung Anti Corruption Learning Center (ACLC) KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (11/1/2024).

Dewas KPK menemukan dugaan pungli di rutan dengan nilai mencapai Rp 4 miliar per Desember 2021 hingga Maret 2023.

Menurut Albertina, jumlah uang dari hasil pungli itu diperkirakan mencapai lebih dari Rp 4 miliar.

Meski demikian, kata Albertina, persoalan nilai pungli itu merupakan persoalan pidana. Sementara, Dewas hanya mengusut dugaan pelanggaran etik pegawai KPK.

"Kita di etik ada nilai-nilanya juga tapi kan kita terlalu mendalami masalah nilai ya," tutur mantan hakim tersebut.

Sedangkan menurut Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, pungli itu diduga sudah dimulai sejak 2018.

Pungli itu terjadi diduga terkait permintaan dari keluarga tahanan buat menyelundupkan uang dan alat komunikasi dan makanan kepada tersangka yang tengah ditahan, serta buat menyuap supaya para tahanan tidak dikenakan tugas piket membersihkan kamar mandi.

Ghufron mengatakan, kesulitan yang dihadapi dalam proses penyelidikan adalah sejumlah orang yang diduga terlibat dalam praktik pungli itu ada yang sudah tidak bekerja di KPK.

Dia mengatakan, lambannya proses penyelidikan akibat mereka ingin mengusut perkara suap itu dengan lengkap dan adil sesuai peran masing-masing tersangka.

Tag:  #pungli #rutan #dianggap #bukti #gagal #cegah #korupsi #rumah

KOMENTAR