KPK Buka Opsi Terapkan Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang terkait Kasus Korupsi di ASDP
Ilustrasi pelabuhan - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka opsi untuk menerapkan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam perkara dugaan korupsi proses Kerja Sama Usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry (Persero) tahun 2019–2022. 
11:57
19 Oktober 2024

KPK Buka Opsi Terapkan Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang terkait Kasus Korupsi di ASDP

- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka opsi untuk menerapkan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam perkara dugaan korupsi proses Kerja Sama Usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry (Persero) tahun 2019–2022.

Dalam kasus itu diketahui saat ini KPK baru menerapkan pasal terkait kerugian keuangan negara.

Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto menjelaskan, penerapan pasal pencucian uang bisa menjangkau aset yang sudah disembunyikan oleh para tersangka.

Di mana penyamaran aset tersebut kemungkinan menyulitkan penyidik untuk melakukan asset recovery atau pemulihan aset.

"Apakah ini akan mengarah ke TPPU? Untuk ini masih didalami oleh penyidik. TPPU tentunya dapat diterbitkan sprindiknya untuk menjangkau aset-aset yang sudah dialih-namakan, sudah dialih bentuk, yang mana itu menyulitkan penyidik untuk penyelamatan aset atau asset recovery pada surat perintah penyidikan yang terbit," kata Tessa dalam keterangannya, Sabtu (19/10/2024).

Namun, Tessa menggarisbawahi, jika KPK bisa melakukan penyelamatan aset menggunakan pasal kerugian keuangan negara dalam kasus ASDP, maka komisi antikorupsi tidak akan menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru untuk dugaan TPPU.

"Bila semua aset sudah dapat di-recovery atau dipulihkan dengan menggunakan surat perintah penyidikan yang aktif dalam hal ini Pasal 2 dan Pasal 3, KPK tidak atau surat perintah penyidikan pencucian uang ini tidak harus diterbitkan," kata dia.


Diketahui, KPK telah melakukan penyitaan terhadap 15 aset properti senilai ratusan miliar rupiah milik salah satu tersangka dalam kasus ini, yaitu Pemilik PT Jembatan Nusantara Group, Adjie.

Dari 15 aset tanah dan bangunan yang disita, dua di antaranya berlokasi di kawasan elite Jakarta.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan empat orang sebagai tersangka, yakni:

  • Direktur Utama PT ASDP, Ira Puspadewi; 
  • Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP, Harry Muhammad Adhi Caksono; 
  • Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP, Muhammad Yusuf Hadi; 
  • Pemilik PT Jembatan Nusantara Group, Adjie.

Keempat tersangka itu sempat menggugat status tersangka mereka ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Namun, hakim PN Jaksel menolak gugatan praperadilan keempat tersangka tersebut.

Adapun penetapan tersangka terhadap empat orang dimaksud berdasarkan surat perintah penyidikan (sprindik) yang diteken pada Jumat, 16 Agustus 2024. 

Empat orang itu juga telah dicegah bepergian ke luar negeri.

KPK menduga potensi kerugian negara akibat kasus korupsi di lingkungan ASDP, yakni Rp 1,27 triliun. 

Dalam prosesnya, penyidik KPK telah melakukan upaya paksa penyitaan sejumlah mobil yang terkait dengan perkara dimaksud. 

Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu sebelumnya menyebut pihaknya menduga masalah akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry terjadi saat prosesnya berjalan. 

Salah satunya terkait sejumlah kapal dari PT Jembatan Nusantara yang masuk aset akuisisi. 

Asep menyebut kondisi kapal dari PT Jembatan Nusantara tidak baru. 

Selain itu, Asep juga menyebut ada dugaan kapal milik PT Jembatan Nusantara tidak sesuai secara spesifikasi. 

Terdapat 53 kapal PT Jembatan Nusantara yang termasuk dalam aset yang diakuisisi.

"Ini mulai terjadi kesalahannya itu adalah ketika prosesnya. Jadi barang-barang yang dibeli dari PT JN itu juga kondisinya bukan baru-baru," kata Asep kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (15/8/2024).

Berdasarkan informasi yang dihimpun, akuisisi berjalan tak semestinya. 

Pasalnya, akuisisi itu dikabarkan tak ada dasar hukumnya serta melanggar aturan. 

Selain itu akuisisi itu disebut-sebut terbilang mahal lantaran diduga terjadi kongkalikong dalam penentuan nilai valuasi. 

Dikabarkan nilai sejumlah aset objek yang diakuisisi tak relevan. 

"Nah, itu yang kemudian menyebabkan akhirnya terjadi kerugian. Lalu juga penghitungan dan lain-lain," ujar Asep.

Menurut Asep, akuisisi diperbolehkan dan dilaksanakan. Asalkan, prosesnya tidak menabrak aturan.

Contohnya, jika armada kapal di PT ASDP tidak mencukupi untuk kegiatan penyeberangan. Terlebih saat momen lebaran atau hari besar.

"Misalnya kalau melihat sekarang mau lebaran penyeberangan kan menumpuk. Tidak mencukupi lah. Dari sana kemudian diajukan program atau proyek untuk penambahan armada seperti itu, ini legal. Boleh. Ada kajiannya," kata Asep.

 

Editor: Dewi Agustina

Tag:  #buka #opsi #terapkan #pasal #tindak #pidana #pencucian #uang #terkait #kasus #korupsi #asdp

KOMENTAR