Rapor Pertama Siswa Sekolah Rakyat, Jalan Meraih Mimpi Itu Kembali Ada
Udara dingin yang diselingi angin sepoi-sepoi siang itu berpadu dengan suasana haru yang menyelimuti Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA) 15 di Desa Dlimas, Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang.
Para orangtua dari 50 siswa berdatangan ke sekolah untuk melihat harapan baru pada anak mereka yang mengenyam pendidikan asrama sejak enam bulan lalu.
Raut bangga dan harapan besar tampak jelas di wajah para siswa dan orang tua saat rapor diterima.
Di momen itu, wajah-wajah lelah yang selama ini memikul beban hidup perlahan berganti dengan haru, sebuah perasaan yang tak tergantikan oleh apa pun ketika ada perubahan besar hasil didikan selama enam bulan.
Ada haru, berpadu dengan senyum canggung para orang tua yang datang dari berbagai penjuru desa.
Jumat siang itu mereka bukan berkumpul untuk agenda biasa, ini adalah kali pertama para orangtua menerima rapor hasil belajar anak-anak mereka di Sekolah Rakyat.
Meskipun rapor dibagikan via barcode dan tanpa dokumen fisik, para orangtua sadar bahwa hal itu adalah simbol perubahan nasib keluarga mereka di masa depan.
Berani bercita-cita
Sekolah Rakyat bukan sekolah biasa.
Lembaga pendidikan berasrama ini menampung anak-anak dari keluarga prasejahtera, mereka yang selama ini berada di pinggir akses pendidikan.
Di bangku-bangku sederhana itulah, mimpi-mimpi yang sempat tertunda kembali dirajut.
Di antara para siswa, Nazwa Azhara (15) berdiri dengan raut wajah optimis.
Siswi kelas X asal Karangrejo, Borobudur, itu adalah anak sulung dari empat bersaudara.
Siti Hotimah dan Nazwa Azhara
Ayahnya sehari-hari berjualan es keliling, sementara sang ibu, Siti Hotimah (34), menghidupi keluarga dari berdagang bubur dan warung kecil di rumah.
Siti masih ingat betul kegelisahan yang pernah menghantuinya.
“Kami sempat bingung, mau sekolahin anak ke mana. Biayanya berat,” ujar dia.
Informasi tentang Sekolah Rakyat datang seperti pintu yang terbuka di tengah jalan buntu.
Nazwa diterima, tinggal di asrama, dan seluruh kebutuhan pendidikannya ditanggung negara.
Bagi Nazwa, kehidupan berasrama adalah pengalaman yang sama sekali baru.
Hari-harinya dimulai sejak pagi, dan memulai shalat Subuh berjamaah, apel pagi, kegiatan belajar di kelas, hingga belajar malam menjadi rutinitas yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.
“Dulu saya sering bantu ibu jualan. Sekarang saya bisa fokus belajar,” kata Nazwa pelan.
Selama di Sekolah Rakyat, Nazwa tidak hanya belajar mata pelajaran yang juga diajarkan di sekolah-sekolah lain, melainkan pula belajar disiplin, kebersamaan, dan kemandirian.
Hasilnya pun membanggakan sang ibu, Nazwa memperoleh nilai 9,8 di mata pelajaran geografi, seiring dengan kepribadian Nazwa yang semakin baik.
“Perubahannya luar biasa. Sekarang ibadahnya teratur, badannya lebih sehat, dan lebih percaya diri,” tutur Siti bangga.
“Kami hanya bisa mendoakan, semoga cita-citanya tercapai,” lanjut Siti dengan mata berkaca.
Cerita tentang harapan juga datang dari Winda Astuti (15), siswi kelas X asal Pakis.
Anak seorang petani cabai ini awalnya tidak pernah berani membayangkan bangku kuliah.
“Dulu mikirnya yang penting lulus SMA,” katanya sambil tersenyum.
Namun, satu semester di Sekolah Rakyat mengubah sudut pandangnya.
“Sekarang pengin kuliah. Pengen jadi guru matematika,” lanjut Winda yang memang menyukai pelajaran matematika.
Ia mengaku mulai menikmati belajar karena lingkungan asrama membuatnya lebih fokus, tak heran banyak angka 8 yang menghiasi rapornya.
“Kalau di rumah, kadang harus bantu orang tua. Di sini saya belajar bareng teman-teman,” ujarnya.
Prestasi juga diraih Rahma Aulia (15) dari Pakis.
Siswi penyuka pelajaran fisika ini disebut sebagai peraih peringkat kedua di kelas.
“Saya ingin jadi dokter atau peneliti,” ucapnya singkat, namun penuh keyakinan.
Baginya, Sekolah Rakyat memberi ruang untuk bermimpi tanpa rasa minder.
Bagi para orangtua, Sekolah Rakyat lebih dari sekadar tempat belajar, melainkan juga jembatan harapan di tengah keterbatasan ekonomi.
Anak-anak mereka kini berani bermimpi menjadi guru, dokter, peneliti, bahkan pemimpin daerah, sesuatu yang dulu terasa mustahil.
Rapor yang dibagikan hari itu bukan hanya berisi angka.
Ia menjadi penanda bahwa dengan kesempatan yang setara, anak-anak dari keluarga sederhana pun mampu melangkah jauh.
Di halaman sekolah itu, masa depan tak lagi terasa asing.
Mimpi-mimpi kecil mulai menemukan jalannya.
Akses kuliah
Kepala SRMA 15 Anisah Masruroh menyebutkan, minat siswa untuk melanjutkan pendidikan tinggi sudah mulai terlihat sejak semester pertama.
Sejumlah siswa bahkan telah memiliki cita-cita spesifik, seperti melanjutkan ke fakultas kedokteran atau menjadi guru.
“Sudah kelihatan ada anak-anak yang punya cita-cita jelas. Ada yang ingin jadi dokter, ada juga yang ingin jadi guru,” kata Anisah.
Menurut Anisa, sekolah akan berperan aktif dalam mendampingi dan memotivasi siswa sesuai dengan minat dan kemampuan mereka.
Jika ada siswa yang bercita-cita menjadi dokter, sekolah akan memberikan penguatan akademik dan pembinaan sejak dini agar target tersebut realistis untuk dicapai.
“Kami akan motivasi mereka. Kalau ingin kedokteran, kami arahkan, kami dampingi. Begitu juga yang ingin menjadi guru,” ujar dia.
Pihak SRMA 15 pun mulai menjajaki kerja sama dengan sejumlah perguruan tinggi negeri untuk membuka akses pendidikan lanjutan bagi para siswa tanpa melalui jalur umum.
“Secara program memang sudah ada skema untuk siswa yang bisa menembus perguruan tinggi negeri lewat jalur umum. Kami berharap nanti ada alokasi atau perhatian khusus untuk anak-anak Sekolah Rakyat,” ujar Anisa.
Beberapa perguruan tinggi yang menjadi rujukan antara lain Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), terutama bagi siswa yang berminat di bidang pendidikan.
“UNY banyak diminati karena anak-anak juga banyak yang bercita-cita menjadi guru. Itu akan kami fasilitasi,” kata Anisa.
Sebagai pendidik yang telah mengabdi sejak 2003, Anisa menegaskan bahwa Sekolah Rakyat tidak hanya menyiapkan siswa untuk lulus SMA, tetapi juga membuka jalan agar mereka mampu bersaing dan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
“Harapannya, anak-anak ini tidak berhenti di SMA. Mereka harus punya masa depan, dan tugas kami adalah membuka jalan itu,” ujarnya.
Tag: #rapor #pertama #siswa #sekolah #rakyat #jalan #meraih #mimpi #kembali