Bom Waktu di Bawah Flyover: Mengapa Sampah Menggunung di Ciputat?
- Gunungan sampah viral di Ciputat akibat TPA Cipeucang lumpuh sementara.
- Tangsel defisit 250 ton sampah setiap hari, sistem pengelolaan rapuh.
- Solusi PSEL masih jauh, partisipasi warga memilah sampah jadi kunci.
Di bawah bentangan beton megah Flyover Ciputat, sebuah pemandangan horor terhampar selama berhari-hari. Bukan kemacetan, melainkan gunungan sampah setinggi bahu orang dewasa yang meluber hingga ke badan jalan.
BAU busuk yang menyengat memaksa pengendara menutup rapat jendela mobil, sementara air lindi hitam pekat mengalir, mencemari aspal.
Foto-foto "lautan sampah" di jantung Kota Tangerang Selatan ini dengan cepat menjadi viral. Memicu amarah dan pertanyaan; bagaimana bisa sebuah kota modern membiarkan bom waktu ekologis ini meledak di depan mata warganya?
Permintaan maaf dari pemerintah kota telah dilontarkan dan puluhan truk dikerahkan. Namun, insiden ini bukanlah sekadar masalah keterlambatan pengangkutan. Tumpukan sampah di Ciputat adalah gejala dari sebuah "penyakit kronis" dalam sistem tata kelola sampah Tangsel yang akhirnya menunjukkan wujud paling parahnya.
PerbesarIlustrasi--Tumpukan sampah menggunung di kolong Tol Jakarta. (Suara.com/Fakhri Fuadi)'Pemadam Kebakaran' di Tengah Lautan Sampah
Menghadapi tekanan publik yang masif, Pemerintah Kota Tangerang Selatan akhirnya bergerak. Wakil Wali Kota, Pilar Saga Ichsan, tampil di depan publik menyampaikan permohonan maaf.
"Kami mohon maaf atas nama Pemerintah Kota Tangerang Selatan atas ketidaknyamanan selama ini," ujarnya baru-baru ini.
Permintaan maaf itu diikuti oleh serangkaian langkah darurat yang terkesan seperti "pemadaman kebakaran". Sebuah Satuan Tugas Khusus (Satgasus) dibentuk, dan belasan truk tambahan dikerahkan untuk membersihkan tumpukan liar.
Namun, dengan lumpuhnya arteri utama—TPA Cipeucang yang sedang diperbaiki—sampah-sampah itu terpaksa dialihkan sementara ke Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS3R) yang kapasitasnya terbatas.
Akar Masalah: Defisit Ratusan Ton Setiap Hari?
Di balik permintaan maaf itu, terungkap data krusial yang menjadi akar masalah. Kota Tangerang Selatan setiap hari memproduksi sampah antara 1.200 hingga 1.300 ton.
PerbesarInfografis krisis sampah di Tangerang Selatan. [Suara.com/Aldie]Sementara itu, armada Dinas Lingkungan Hidup hanya mampu mengangkut sekitar 1.050 ton per hari. Artinya, bahkan dalam kondisi normal, ada defisit harian sekitar 250 ton sampah yang tidak terangkut. Ini adalah bom waktu yang terus berdetak setiap hari.
Defisit inilah yang menjelaskan mengapa tumpukan sampah bisa 'meledak'. Selama ini, selisih sampah itu menumpuk secara bertahap di depo-depo transit.
Ketika TPA Cipeucang ditutup sementara, sistem yang sudah rapuh ini pun kolaps total. Truk tak bisa membuang muatan, dan sampah akhirnya meluap ke ruang publik seperti di bawah Flyover Ciputat.
Pengamat tata kota, Yayat Supriatna, menilai kondisi ini diperparah oleh cuaca.
"Ingat, sekarang sudah masuk musim hujan. Selama sampah itu busuk kena air hujan, baunya bisa ke mana-mana," jelas Yayat kepada Kamis (18/12/205).
PSEL: Solusi Jangka Panjang, Tapi Bagaimana Sekarang?
Pemerintah Kota menawarkan Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL) sebagai solusi pamungkas. Secara teori, ini adalah solusi ideal yang akan mengakhiri ketergantungan pada TPA konvensional.
Namun, solusi ini masih di angan-angan. Proyek ini baru akan di-groundbreaking tahun depan, menyisakan kekosongan solusi untuk krisis saat ini.
Yayat menyoroti kesenjangan ini. "Kalau wacana-wacana PSEL itu kan jangka panjang. Tapi yang paling penting langkah darurat dalam seminggu ini, mau dibawa ke mana sampah yang ada di jalan itu?" tanyanya kritis.
Dari Cipeucang Hingga Dapur Warga: Memutus Lingkaran Setan
Insiden di Ciputat tak bisa dilepaskan dari masalah kronis di TPA Cipeucang. Penutupan TPA hanyalah pemicu. Baik tumpukan sampah di jalanan maupun TPA yang sering kelebihan kapasitas adalah dua sisi dari mata uang yang sama: volume sampah harian yang jauh melampaui kemampuan kota untuk mengelolanya.
Ketua Fraksi PKB DPRD Tangsel, Muthmainnah, menegaskan bahwa Pemkot seharusnya memiliki skema antisipasi.
"Ketika TPA Cipeucang bermasalah, seharusnya sudah ada langkah cadangan. Jangan sampai sampah justru menumpuk di jalan," tegasnya.
Di tengah sorotan pada pemerintah, peran masyarakat menjadi kunci dari hulu. Program seperti 'Gerakan 1.000 Bank Sampah' adalah upaya untuk mengurangi volume sampah langsung dari sumbernya.
"Kami juga mengimbau warga Tangsel untuk mulai meminimalisir sampah rumah tangga, membiasakan memilah sampah organik dan anorganik," ujar Muthmainnah.
Di Atas Tumpukan Sampah, Sebuah Ujian Kepercayaan
Setelah permintaan maaf dan pengerahan satgas, tantangan terbesar bagi Pemkot Tangsel adalah menjaga kepercayaan publik. Masyarakat kini menuntut lebih dari sekadar pembersihan sesaat.
Seperti yang disuarakan Muthmainnah, "Yang dibutuhkan masyarakat saat ini adalah aksi nyata, bukan sekadar penjelasan normatif."
Yayat pun mengamini. "Yang ditunggu adalah langkah konkret, tindakan yang segera harus dilakukan. Itu yang dibutuhkan. Jangan pakai asumsi-asumsi," tutupnya.
Tag: #waktu #bawah #flyover #mengapa #sampah #menggunung #ciputat