Pentingnya Jalur Evakuasi dalam Konstruksi Gedung: Menentukan Hidup-Mati Seseorang
- Belajar dari kasus kebakaran gedung Terra Drone, di Kemayoran, Jakarta Pusat, pada Rabu (10/12/2025) lalu, konstruksi gedung dinilai perlu memiliki jalur evakuasi sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Standar Layak Fungsi (SLF).
Sebagai informasi, keberadaan jalur evakuasi merupakan elemen vital dalam sebuah bangunan karena berfungsi sebagai jalur penyelamatan ketika terjadi keadaan darurat, seperti kebakaran maupun gempa bumi.
Jalur ini memastikan semua orang dalam gedung dapat bergerak menuju area aman dengan cepat dan teratur, sekaligus menekan risiko korban jiwa, luka, serta kekacauan saat proses evakuasi berlangsung.
Fungsi utamanya adalah menyediakan rute paling aman dari area berbahaya menuju titik kumpul di luar gedung.
Dengan penanda yang jelas dan jalur yang bebas hambatan, jalur evakuasi membantu mengurangi kepanikan karena penghuni memiliki arahan yang pasti mengenai ke mana mereka harus bergerak.
Standar keselamatan bangunan pun mensyaratkan keberadaan sistem evakuasi yang memenuhi regulasi, sehingga bangunan dinilai layak digunakan.
Untuk menjalankan fungsi tersebut, jalur evakuasi harus dilengkapi sejumlah komponen penting.
Seperti, pintu dan tangga darurat menjadi akses utama keluar bangunan.
Kemudian, rambu dan petunjuk arah berfungsi memberi panduan visual agar penghuni tidak tersesat ketika situasi genting.
Lalu, lampu darurat memastikan jalur tetap terang jika pasokan listrik terputus.
Selain itu, peta evakuasi juga perlu ada untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai rute yang harus ditempuh, sementara titik kumpul menjadi lokasi aman tempat penghuni berkumpul setelah meninggalkan bangunan.
Sistem jalur evakuasi harus lengkap, jelas, dan terpelihara dengan baik menjadi kunci keselamatan. Sebab pada saat bencana terjadi, detik-detik pertama dapat menentukan hidup-mati seseorang.
Belajar dari kebakaran di Gedung Terra Drone, yang menyebabkan 22 meninggal dunia, maka jalur evakuasi dinilai menjadi komponen penting dalam bangunan.
Ahli Konstruksi yang pernah menjabat sebagai Ketua Umum Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia (HAKI) Davy Sukamta mengatakan, aturan mengenai mitigasi kondisi-kondisi tertentu dalam gedung telah diatur dalam standar pembangunan gedung.
"Kita punya SNI 03-1735-2000 yang mengatur akses bangunan dan akses lingkungan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung," kata Davy, kepada Kompas.com, Kamis (11/12/2025).
Davy menuturkan, bangunan dengan lantai berada lebih dari 20 meter di atas permukaan tanah, atau struktur basement yang berada lebih dari 10 meter di bawah akses utama, wajib dilengkapi ruang khusus pemadam kebakaran.
Di dalam ruang itu harus tersedia lift yang dirancang khusus untuk mendukung operasi pemadaman.
Selain keberadaan tangga darurat, bangunan bertingkat tinggi juga diwajibkan memiliki fire lift sebagai jalur mobilitas petugas dalam kondisi genting.
"Selain tangga kebakaran, harus ada fire lift," ujar Davy.
Ia menambahkan, setiap rencana renovasi besar, termasuk penambahan jumlah lantai, mewajibkan pemilik gedung untuk mengajukan kembali dokumen Peraturan Bangunan Gedung (PBG).
Perubahan bentuk maupun ketinggian bangunan otomatis mengubah klasifikasi teknis sehingga seluruh standar keselamatan harus disesuaikan.
Sebagai contoh, gedung yang sebelumnya berkategori di bawah 20 meter akan masuk kategori baru jika tingginya ditambah.
Konsekuensinya, fasilitas keselamatan seperti ruang khusus pemadam, serta evaluasi ulang struktur dan fondasi harus dilakukan.
Davy juga mengingatkan bahwa Sertifikat Laik Fungsi (SLF) tidak bersifat permanen.
Dokumen kelayakan ini harus diperbarui setiap lima tahun untuk memastikan bangunan tetap memenuhi standar keselamatan yang berlaku.
Sementara jika ingin mengubah gedung atau menambah jumlah lantai, pemilik gedung wajib mengajukan Peraturan Bangunan Gedung (PBG) baru.
"Karena perubahan kategori gedung berubah, harus memenuhi standar baru juga. Misal dulu di bawah 20 meter, kalau nambah jadi di atas 20 meter harus ada saf kebakaran, dan struktur serta fondasi harus dikaji ulang," tegas dia.
Membangun jalur evakuasi
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian mengatakan, hasil pengecekan awal menunjukkan gedung Terra Drone tidak memiliki jalur evakuasi yang memadai.
Seluruh akses vertikal hanya bergantung pada satu tangga, sehingga tidak tersedia rute alternatif bagi penghuni ketika terjadi keadaan darurat.
“Jadi gedung ini hanya memiliki satu tangga saja, untuk naik ke atas dan turun ke bawah,” ungkap Tito.
“Sehingga ketika terjadi kebakaran, yang terjadi malah naik ke atas semua, bukan mengevakuasi. Karena memang tidak ada jalur evakuasi untuk keluar dari gedung itu,” sambung Tito.
Hal ini juga dipertegas oleh Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat AKBP Roby Saputra.
Dia mengatakan, pihaknya menemukan bahwa konstruksi bangunan pascakebakaran tidak sesuai dengan standar bangunan gedung.
Dia mengungkapkan, berdasarkan hasil penelusuran dari lantai dasar hingga lantai tertinggi menunjukkan bahwa gedung enam lantai hanya memiliki satu jalur akses, yakni pintu utama di bagian depan.
Tidak ditemukan pintu darurat lain yang semestinya menjadi rute evakuasi alternatif.
“Tadi kita sudah melakukan pemeriksaan ulang dari lantai bawah sampai paling atas. Kita temukan bahwa memang masuk dan keluarnya itu hanya melalui pintu bawah di depan itu saja,” ujar Roby.
Temuan ini dinilai berpotensi memengaruhi proses penyelamatan penghuni ketika insiden terjadi.
Hingga kini, penyidik masih menunggu analisis lengkap dari tim forensik serta melanjutkan pemeriksaan terhadap para saksi.
Senada, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung yang meninjau langsung lokasi kebakaran Gedung Terra Drone juga menemukan sejumlah pelanggaran mendasar terkait keselamatan bangunan.
Dari hasil pengecekan, gedung perkantoran setinggi enam lantai itu ternyata tidak dilengkapi jalur evakuasi yang semestinya menjadi standar minimum untuk bangunan dengan aktivitas operasional harian.
“Ini menunjukkan (gedung kantornya) lantai enam, tetapi tidak dipersiapkan untuk (jalur) evakuasi dan sebagainya,” ujar Pramono.
Selain absennya jalur penyelamatan, Pramono juga menilai fasilitas proteksi kebakaran di gedung tersebut sangat minim.
Peralatan keselamatan penting seperti alat pemadam api ringan (APAR), yang merupakan perangkat wajib bagi seluruh gedung perkantoran, tampak tidak tersedia secara memadai.
“Tetapi untuk kasus yang seperti ini mereka tidak persiapkan sama sekali. Sehingga kemudian apa yang terjadi sekarang itu adalah cerminan dari hal itu,” kata dia.
Pemda diminta perketat kelayakan bangunan
Mendagri Tito menginstruksikan agar pemerintah daerah (Pemda) memperketat evaluasi kelayakan bangunan, terutama gedung-gedung bertingkat.
Ia menegaskan bahwa standar keselamatan harus menjadi syarat mutlak dalam penerbitan PBG, dan proses penilaiannya wajib melibatkan Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar).
“Pada waktu membangun gedung, penerbitan PBG itu betul-betul harus menilai apakah ini masuk risiko rendah, sedang, atau tinggi,” ujar Mendagri, di hari yang sama.
“Kalau itu masuk risiko tinggi, maka dia harus ada persyaratan-persyaratan yang lain, di antaranya keselamatan tadi, dan melibatkan teman-teman pemadam kebakaran yang mereka paham, ahli dari bidang itu,” lanjut Tito.
Aturan Sertifikasi
Mendagri menekankan bahwa setiap bangunan wajib memiliki SLF berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 2021.
SLF memuat persyaratan terkait struktur, sistem proteksi kebakaran, keamanan penghuni, hingga fasilitas darurat.
“Itu juga berisi poin-poin yang layak untuk menghindari atau mencegah terjadinya kebakaran, atau bila terjadi kebakaran dia memiliki mekanisme untuk menghentikan kebakaran dan menyelamatkan,” ucap dia.
Hal senada juga disampaikan Davy. Menurut dia, sertifikasi ini penting sebagai bentuk mitigasi jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti kebakaran gedung misalnya.
“Bangunan gedung harus memenuhi SNI dan SLF,” ungkap Davy.
Pengamat Manajemen Konstruksi, Prof. Manlian Ronald Simanjuntak juga menyampaikan hal yang sama.
Dia menilai, SLF merupakan dokumen yang memastikan bangunan aman digunakan, perlu ditinjau ulang mengingat adanya perubahan struktur dan fungsi.
“Ini juga harus dicermati, termasuk sertifikasi administrasi SLF-nya, dan juga certificate SLF-nya,” tambah dia.
Mendagri menambahkan bahwa ketentuan tersebut bukan sekadar formalitas administratif, melainkan kewajiban yang harus diterapkan oleh seluruh pemda dan pemilik bangunan untuk menjamin keselamatan publik.
Mendagri menyebut, gedung berisiko tinggi wajib dilengkapi tiga komponen utama, yakni Alat Pemadam Api Ringan (APAR), sistem air seperti sprinkler otomatis, serta jalur evakuasi yang aman.
Manlian juga menilai bahwa gedung Terra Drone tidak menjalankan fungsi dasarnya sebagai bangunan perkantoran yang aman bagi penghuninya.
Meski beroperasi sebagai ruang kerja, bangunan itu ternyata menyimpan material yang tergolong berbahaya dan beracun, sehingga meningkatkan risiko saat terjadi insiden.
Kondisi ini menunjukkan bahwa penggunaan gedung tidak sesuai dengan fungsinya dan menyalahi prinsip dasar keselamatan bangunan.
“Ini kegagalan fungsi bangunan gedung. Sistem proteksi kebakarannya, karena ini, ledakan api ini bermula bukan karena api saja, tetapi heat,” ujar Manlian.
Dalam kondisi seperti itu, bangunan seharusnya memiliki heat detector yang bisa mendeteksi kenaikan suhu ekstrem.
Namun, perangkat tersebut tidak ditemukan di lokasi.
Begitu pula dengan smoke detector, peralatan dasar yang wajib ada pada gedung modern dan berperan penting dalam memberikan peringatan dini sebelum api meluas.
Selain itu, sistem proteksi kebakaran dinilai tidak memadai.
Dari penelusuran awal, kebakaran tidak dipicu oleh nyala api langsung, melainkan suhu panas yang meningkat dan memicu ledakan.
“Jadi perlu heat detector, dan ini belum ada. Kedua, asap. Smoke detector juga belum ada,” lanjut dia.
Persoalan lain yang menonjol adalah perubahan desain bangunan.
Gedung yang semula dirancang hanya tiga lantai berubah menjadi tujuh lantai tanpa kejelasan dokumen desain terbaru atau as-built drawing yang sesuai kondisi terakhir di lapangan.
Ketidaksesuaian ini berpotensi membuat struktur gedung tidak lagi sejalan dengan standar keselamatan untuk bangunan bertingkat.
“Bangunan gedung ini secara desain juga berubah dari 3 lantai ke 7 lantai. Nah, ini desainnya, as-built drawing-nya, ini juga harus dicermati, serta administrasi SLF-nya, sertifikat laik fungsinya,” ungkap dia.
Regulasi dan pemeriksaan rutin
Mendagri juga menyoroti pentingnya pemeriksaan berkala terhadap gedung-gedung tersebut.
Karena itu, ia menilai perlu adanya penguatan regulasi yang mewajibkan pemeriksaan rutin oleh Dinas Damkar.
“Regulasi tersebut, kata Mendagri, dapat dituangkan dalam Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, maupun Peraturan Daerah,” kata Tito.
Dalam kesempatan terpisah, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung mengimbau bahwa para pemilik gedung harus membangun jalur evakuasi sebagai bentuk mitigasi.
Dia juga mengingatkan agar para pemilik gedung untuk mengutamakan aspek keselamatan dan mematuhi standar keselamatan bangunan.
“Kami mengharapkan bagi siapa pun yang mempunyai usaha seperti ini, hal yang berkaitan dengan keselamatan menjadi hal yang penting,” ujar dia.
Arahan Presiden
Mendagri menuturkan bahwa Presiden Prabowo Subianto melalui Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi telah memberikan arahan agar peristiwa serupa tidak terulang.
Karena itu, Pemda diminta memperketat pengawasan dan memastikan standar keselamatan bangunan benar-benar diterapkan.
“Pemda harus perketat pengawasan dan memastikan standar keselamatan bangunan diterapkan,” lanjut dia.
Tito bilang, ada banyak gedung bertingkat di berbagai wilayah Indonesia, mulai dari Jakarta, Bandung, Surabaya, Sulawesi, Medan, hingga kota-kota besar lainnya—diidentifikasi memiliki tingkat risiko yang tinggi.
“Banyak high rise building, gedung-gedung tinggi yang ada di Indonesia tidak hanya di Jakarta, Bandung, Surabaya, kemudian di Sulawesi, Medan, serta kota-kota besar lainnya yang memiliki risiko tinggi,” tegas Mendagri.
Sebagai informasi, dalam insiden kebakaran gedung Terra Drone, para pekerja kesulitan dalam menyelamatkan diri dari kobaran api yang membakar seluruh lantai dasar, sebelum kemudian menjalar ke lantai atas.
Para pekerja yang terjebak kobaran api, kesulitan menyelamatkan diri, dan memilih naik hingga ke atas gedung.
Meski beberapa berhasil diselamatkan, namun gedung dengan fatalitas tinggi ini dinilai perlu memiliki konstruksi jalur evakuasi sebagai bentuk mitigasi.
Tag: #pentingnya #jalur #evakuasi #dalam #konstruksi #gedung #menentukan #hidup #mati #seseorang