Pahlawan Tanpa Tanda Jasa, Guru jadi Motor Penggerak Masa Depan Bangsa
Guru memberikan materi tentang literasi digital kepada siswa. (Dery Ridwansah/JawaPos.com)
13:08
25 November 2025

Pahlawan Tanpa Tanda Jasa, Guru jadi Motor Penggerak Masa Depan Bangsa

 

–Setiap 25 November, bangsa Indonesia diajak merenungi perjalanan panjang, atas dedikasi guru membentuk masa depan tanpa pernah meminta balasan. Momentum Hari Guru Nasional bukan hanya sekadar peringatan, melainkan pengingat bahwa kemajuan bangsa bertumpu pada sosok yang kerap disebut pahlawan tanpa tanda jasa.

Anggota Komisi X DPR RI Habib Syarief menegaskan komitmennya terhadap perjuangan peningkatan martabat guru. Profesi guru bukan sekadar objek kebijakan, melainkan pengalaman hidup. Sebab, dirinya tumbuh dalam dunia pendidikan.

”Sebagai seseorang yang mengabdikan diri dalam dunia pendidikan, saya memahami secara langsung betapa beratnya perjuangan guru. Perjuangan itu tidak boleh dibalas dengan penghargaan yang seadanya,” kata Habib Syarief dalam momentum peringatan Hari Guru Nasional, Selasa (25/11).

Sebagai bagian dari Panitia Kerja RUU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), Habib Syarief terjun langsung dalam upaya merumuskan satu payung hukum pendidikan yang lebih kokoh dan terintegrasi.

RUU ini disiapkan dalam menyempurnakan tiga undang-undang penting, di antaranya UU Sistem Pendidikan Nasional, UU Guru dan Dosen, serta UU Pendidikan Tinggi. Targetnya bukan sekadar merapikan aturan, tetapi menciptakan sistem pendidikan yang lebih progresif dan menjawab tantangan zaman.

Legislator Fraksi PKB itu menyoroti frasa penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dalam draf RUU yang dinilai memiliki potensi melemahkan penghargaan negara terhadap profesi guru. Jika standar kesejahteraan guru hanya ditempatkan di atas kebutuhan minimum, itu seolah-olah negara hanya wajib memastikan guru tidak hidup miskin.

”Ini sangat tidak layak untuk profesi yang membentuk karakter dan intelektualitas bangsa,” tegas Habib Syarief.

Dia menilai frasa tersebut harus diubah menjadi penghasilan yang layak di atas kebutuhan minimum. Dia menekankan, penambahan kata layak merupakan penegasan filosofis dan yuridis bahwa bangsa Indonesia wajib menghargai guru secara bermartabat, bukan sekadar memenuhi kebutuhan dasar

Selain isu kesejahteraan, Habib Syarief juga menyoroti rumusan pasal tentang tugas tambahan guru yang dinilai sangat berisiko.

”Tanpa batasan yang jelas, tugas tambahan bisa menjadi celah untuk membebani guru dengan tugas non pedagogis yang menggerus esensi profesi mereka,” tandas Habib Syarief.

Menurut dia, frasa tersebut harus dipertegas agar tidak berdampak pada hilangnya fokus guru dalam pembelajaran dan minimnya kesempatan mereka melakukan pengembangan profesional.

Pada momentum Hari Guru, Habib Syarief mengajak seluruh masyarakat untuk menundukkan kepala dan memberikan penghormatan kepada seluruh guru di pelosok Nusantara.

”Mereka adalah pelita yang tidak pernah padam. Tanpa guru, tidak ada masa depan bangsa,” tutur Habib Syarief.

Lebih lanjut, dia menegaskan bahwa perjuangan memperbaiki nasib guru bukan sekadar agenda politik, tetapi amanah moral setiap anak bangsa.

”Saya berjanji, perjuangan untuk menempatkan guru pada posisi paling terhormat akan terus saya emban dengan seluruh jiwa dan raga. Masa depan Indonesia tidak akan gemilang tanpa guru yang sejahtera, dihormati, dan diberdayakan secara penuh,” imbuh Habib Syarief.

Sementara itu, pengamat pendidikan Dharmaningtyas mengingatkan pembentukan RUU Sisdiknas harus disusun secara komprehensif. Hal itu dilakukan agar tidak menimbulkan persoalan baru bagi mereka yang berprofesi sebagai guru dan tenaga pendidik.

Sebab, draf revisi undang-undang Sisdiknas masih menyimpan banyak ketidakjelasan, mulai dari tata kelola pendidikan, peran kementerian, hingga jaminan perlindungan bagi tenaga pendidik.

”Sejak 2010 saya sudah mendorong revisi UU Sisdiknas karena ada pasal-pasal yang dibatalkan Mahkamah Konstitusi. Namun hingga kini masih banyak masalah yang belum tersentuh, termasuk hubungan pendidikan dengan kebudayaan dan posisi pesantren,” ujar Dharmaningtyas.

Upaya mengkodifikasi beberapa undang-undang menjadi satu regulasi besar dalam UU Sisdiknas justru berisiko mengabaikan aspek fundamental. Dharmaningtyas mengingatkan bahwa sejumlah regulasi terkait pendidikan memiliki karakter khusus dan tidak dapat disederhanakan begitu saja. Misalnya Undang-Undang Guru dan Dosen, Undang-Undang Pendidikan Tinggi, hingga Undang-Undang Kebudayaan.

Dia tak memungkiri, guru masih merasa khawatir hadirnya RUU Sisdiknas. Mereka cemas hak dan tunjangan profesi yang selama ini dilindungi oleh undang-undang dapat melemah apabila kelak hanya diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP).

”Kalau hak guru hanya diatur lewat PP, kekuatan hukumnya tentu tidak sekuat undang-undang,” tegas Dharmaningtyas.

Selain persoalan hak guru, Dharmaningtyas juga menyoroti kerumitan tata kelola pendidikan nasional yang melibatkan banyak kementerian. Dia menilai, keberadaan berbagai kementerian seperti Kementerian Pendidikan, Kementerian Agama, hingga Kementerian Sosial kerap membuat regulasi tumpang tindih.

”Semakin banyak kementerian ikut mengatur, pendidikan kita makin sulit maju,” papar Dharmaningtyas.

Editor: Latu Ratri Mubyarsah

Tag:  #pahlawan #tanpa #tanda #jasa #guru #jadi #motor #penggerak #masa #depan #bangsa

KOMENTAR