Pasal Restorative Justice KUHAP Baru yang Dikhawatirkan Jadi Jalan “Damai”
Ilustrasi hukum(Pexels/KATRIN BOLOVTSOVA)
09:20
25 November 2025

Pasal Restorative Justice KUHAP Baru yang Dikhawatirkan Jadi Jalan “Damai”

- Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang disahkan DPR pekan lalu memuat pasal soal keadilan restoratif atau restorative justice. Mari simak pasalnya.

Kompas.com mengakses naskah KUHAP terbaru tersebut dari situs resmi DPR untuk mendapatkan pasal krusial mengenai restoratif justice yang mendapat perhatian publik ini.

Restoratif justice ada di Bab IV yang berjudul “Mekanisme Keadilan Restoratif”, terdiri dari empat bagian, mulai dari pasal 79 sampai pasal 88.

Adapun pengertian “keadilan restoratif” sesuai KUHAP teranyar ini adalah pendekatan dalam penanganan pidana dengan melibatkan para pihak yang berperkara, bertujuan memulihkan keadaan semula.

Satu pasal menjadi sorotan, yakni Pasal 80, karena dikhawatirkan menjadi jalan “damai” dalam perkara.

Pengertian “damai” dalam hal ini adalah metafora umum yang merujuk pada cara-cara penyelesaian perkara lewat jalur tawar-menawar suap dan negosiasi yang tidak semestinya dilakukan.

Bunyi pasal

Pasal 80

(1) Mekanisme Keadilan Restoratif dapat dikenakan terhadap tindak pidana yang memenuhi syarat sebagai berikut:

a. tindak pidana diancam hanya dengan pidana denda paling banyak kategori III atau diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun;
b. tindak pidana yang pertama kali dilakukan; dan/atau
c. bukan merupakan pengulangan tindak pidana, kecuali terhadap tindak pidana yang putusannya berupa pidana denda atau tindak pidana yang dilakukan karena
kealpaan.

(2) Dalam hal belum terdapat tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berdasarkan laporan Korban dilakukan mekanisme Keadilan Restoratif pada tahap Penyelidikan berupa kesepakatan damai antara pelaku dan Korban.

Sorotan Koalisi Masyarakat Sipil

Pihak yang mengkhawatirkan bahwa pasal restorative justice di KUHAP baru itu berpotensi menjadi jalan “damai” adalah Koalisi Masyarakat Sipiil untuk Pembaruan KUHAP.

“Alih-alih untuk memenuhi kepentingan dan hak korban, Restorative Justice (RJ) justru berpotensi dijadikan ruang gelap pemaksaan ‘damai’. Aturan baru ini memungkinkan tercapainya ’kesepakatan damai’ pada tahap penyelidikan, padahal keberadaan tindak pidana saja belum dipastikan,” tulis Koalisi menyoroti Pasal 80 ayat (2), disampaikan melalui siaran persnya, Sabtu (22/11/2025).

Penyelidikan adalah tindakan untuk mencari dan menemukan peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana, guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan tahap selanjutnya: penyidikan.

Adapun tahap penyidikan adalah tindakan untuk mencari dan mengumpulkan alat bukti, serta menemukan tersangka tindak pidana.

Menurut Koalisi Masyarakat Sipil, restorative justice berpotensi menjadi ruang pemerasan saat tindak pidana masih dicari keberadaannya (tahap penyelidikan), misalnya bila seseorang tak mau dikriminalisasi maka orang itu dipaksa harus membayar sejumlah uang.

“Situasi absurd ini membuka jalan pemerasan, paksaan, dan transaksi gelap yang menyasar warga sejak tahap paling awal proses hukum,” kata Koalisi.

Mereka mengkritik pasal restorative justice pada tahap penyelidikan ini karena tidak ada pemeriksaan pengadilan atau judicial scrutiny di dalamnya.

Syarat restorative justice juga dinilai Koalisi tidak cukup terang diatur dalam Pasal 80 ayat (1).

Tindak pidana yang bisa dikenakan restorative justice adalah tindak pidana yang punya acaman pidana di bawah lima tahun, tindak pidana yang pertama kali dilakukan, dan bukan tindak pidana yang dilakukan berulang.

“Tiga syarat dalam Pasal 80 yang ditetapkan bersifat alternatif, bukan kumulatif, sehingga membuka celah sangat lebar bagi tindak pidana yang tidak masuk daftar pengecualian untuk ‘di-RJ-kan’,” kata Koalisi.

Koalisi khawatir kejahatan yang bisa dikenai restorative justice lewat negosiasi gelap meliputi kejahatan lingkungan oleh individu, kejahatan perbankan, judi online, dan tindak pidana lainnya.

“Ketentuan yang serampangan seperti ini menciptakan ruang luas bagi kesewenang-wenangan aparat dan membuka pintu lebar untuk praktik korupsi berkedok penyelesaian damai,” kata Koalisi.

Kata Ketua Komisi III DPR

Ketua Komisi III DPR Habiburokhman menjawab kritik soal restorative justice dalam aturan KUHAP terbaru yang dinilai menyediakan ruang gelap pemaksaan jalur “damai” di tingkap penyelidikan.

“Saya sulit memahami kok ada orang yang berpikir seperti itu. Padahal ada aturan bahwa restorative justice itu tidak bisa dilakukan kalau tidak ada kesukarelaan. Kalau ada intimidasi, tekanan, dan lain sebagainya, itu enggak bisa dilakukan restorative justice,” kata Habiburokhman dalam program Gaspol! Kompas.com yang tayang di kanal YouTube Kompas.com pada Jumat (21/11/2025).

Soal restorative justice di tahap penyelidikan, Habiburokhman menjelaskan alasannya yakni agar proses hukum tidak merepotkan hingga tingkat lembaga pemasyarakatan.

“Makanya sejak di penyelidikan, supaya tidak terlalu banyak perkara. Kalau sudah masuk penyidikan kan sudah lebih repot lagi, apalagi ke penuntutan persidangan. Jadi sejak awal. Salah satu pertimbangannya soal over-capacity lembaga pemasyarakatan,” tutur Habiburokhman, politikus Partai Gerindra ini.

Tag:  #pasal #restorative #justice #kuhap #baru #yang #dikhawatirkan #jadi #jalan #damai

KOMENTAR