Dituntut 12 Tahun, Kubu Djuyamto Sebut Jaksa Tak Punya Hati Nurani dan Tak Adil
Hakim nonaktif Djuyamto tunjukkan buku lampiran pledoi dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (5/11/2025) (Shela Octavia)
14:16
19 November 2025

Dituntut 12 Tahun, Kubu Djuyamto Sebut Jaksa Tak Punya Hati Nurani dan Tak Adil

Kubu hakim nonaktif Djuyamto menilai, tuntutan jaksa kepadanya selama 12 tahun penjara merupakan tuntutan yang tidak punya hati nurani dan tidak adil.

“Bahwa JPU telah menuntut terdakwa Djuyamto terbukti melanggar Pasal 5 Ayat (2) jo Pasal 18 jo Pasal 55 UU Tipikor dengan pidana penjara selama 12 tahun dengan denda uang pengganti sebesar Rp 9,5 miliar subsider 5 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan adalah tuntutan yang tidak memiliki hati nurani dan jauh dari rasa keadilan,” ujar pengacara terdakwa Djuyamto saat membacakan duplik dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (19/11/2025).

Pengacara menyebutkan, jaksa tidak punya hati nurani karena tidak mempertimbangkan sikap kooperatif Djuyamto selama penyidikan.

Djuyamto mengeklaim, dirinya telah mengajak dua terdakwa hakim lainnya, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin, untuk membuka soal jumlah uang suap yang diterimanya.

“Sikap kooperatif terdakwa selama proses penyidikan yang ikut mendorong terdakwa yang lain, khususnya saksi mahkota Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin, untuk membuka kotak Pandora yang masih menjadi misteri, khususnya terhadap jumlah uang yang nyata-nyata telah diterima oleh terdakwa dan rekan sesama majelis hakim perkara minyak goreng,” lanjut pengacara.

Lebih lanjut, Djuyamto mengeklaim sudah mengembalikan seluruh uang suap yang diterimanya, yaitu sekitar Rp 8,05 miliar.

Angka ini berbeda dengan uang suap yang didakwakan jaksa karena kubu meyakini kalau jumlah uang suap yang diterima Djuyamto berbeda dengan tuduhan jaksa.

Melalui duplik ini, Djuyamto meminta agar majelis hakim memberikan putusan yang seadil-adilnya, bukan hukuman paling ringan.

“Dan, saya selaku terdakwa, sebagaimana pleidoi terdahulu, tidak meminta hukuman seringan-ringannya. Saya tegas meminta hukuman seadil-adilnya,” ujar Djuyamto saat menyampaikan duplik pribadi dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (19/11/2025).

Dalam duplik pribadinya ini, Djuyamto meyakini, majelis hakim yang akan menjatuhkan hukuman padanya, Effendi, Adek Nurhadi, dan Andi Saputra, akan menjatuhkan hukuman yang menegakkan hukum dan adil.

“Saya mengingatkan bahwa penegakan hukum yang ditugaskan ke yang mulia majelis hakim, saya percaya adalah tidak hanya sekadar menegakkan hukum, tetapi juga menegakkan keadilan sebagaimana dalam ketentuan Undang-undang Kekuasaan Kehakiman,” lanjut Djuyamto.

Dalam kasus ini, majelis hakim penerima suap yang terdiri dari Djuyamto, Agam Syarif Baharudin, dan Ali Muhtarom masing-masing dituntut 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara.

Para hakim juga dituntut untuk membayar uang pengganti sesuai total uang suap yang diterimanya.

Djuyamto selaku ketua majelis hakim dituntut membayar uang pengganti senilai Rp 9,5 miliar subsider 5 tahun penjara.

Sementara, dua hakim anggotanya, Agam Syarif Baharudin dan Ali Muhtarom, masing-masing dituntut untuk membayar uang pengganti Rp 6,2 miliar subsider 5 tahun penjara.

Adapun, eks Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta dituntut 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara.

Karena menerima uang suap, Arif juga dituntut untuk membayarkan uang pengganti sesuai jumlah suap yang diterimanya, senilai Rp 15,7 miliar subsider 5 tahun penjara.

Sementara itu, Panitera Muda PN Jakarta Utara nonaktif Wahyu Gunawan dituntut 12 tahun penjara dengan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan.

Wahyu merupakan jembatan antara pihak korporasi dengan pihak pengadilan.

Ia diketahui lebih dahulu mengenal Ariyanto yang merupakan pengacara korporasi CPO.

Pada saat yang sama, Wahyu juga mengenal dan cukup dekat dengan eks Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta.

Karena peran aktifnya, Wahyu pun kecipratan uang suap senilai Rp 2,4 miliar.

Tapi, jaksa menuntut agar uang suap itu dikembalikan dalam bentuk uang pengganti.

Jika tidak, harta benda Wahyu akan disita untuk negara.

Ia juga diancam pidana tambahan kurungan 6 tahun penjara.

Dalam kasus ini, para terdakwa diduga telah menerima suap dengan total uang mencapai Rp 40 miliar.

Atas suap yang diterima, Djuyamto, Ali, dan Agam memutus vonis lepas untuk tiga korporasi, yaitu Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group.

Kelima terdakwa diyakini telah melanggar Pasal 6 Ayat 2 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Tag:  #dituntut #tahun #kubu #djuyamto #sebut #jaksa #punya #hati #nurani #adil

KOMENTAR