Jaksa Bongkar Aksi Korup Nurhadi: Beli Kebun Sawit hingga Villa Pakai Nama Anak dan Menantu
Sidang dakwaan terhadap eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi, di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Selasa (18/11/2025) kembali membuka rangkaian dugaan praktik korupsi yang membayangi masa-masa ia menjabat.
Dalam persidangan itu, jaksa memaparkan bahwa Nurhadi diduga menerima gratifikasi hingga Rp 137,1 miliar dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebesar Rp 307,2 miliar, yang disebut terjadi sepanjang 2013–2019.
Padahal ia hanya aktif sebagai Sekretaris MA pada 2012–2016.
Sumber uang gratifikasi
Nurhadi disebutkan melakukan sejumlah penanganan perkara hingga akhirnya diberikan gratifikasi.
Sejumlah perkara yang ditangani merupakan perkara perdata yang bergulir di beberapa pengadilan negeri naungan MA.
Pada kurun waktu 22 Juli 2013 sampai 24 November 2014, Nurhadi menerima uang gratifikasi senilai Rp 11,03 miliar dari Hindria Kusuma, Bambang Harto Tjahjono (Alm) dan PT Sukses Abadi Bersama terkait perkara perdata yang bergulir di PN Jakarta Utara dan PN Jakarta Pusat.
Lalu, pada kurun waktu 22 Juli 2014 sampai dengan 28 Januari 2015, Nurhadi menerima uang gratifikasi senilai Rp12.79 miliar dari Dion Hardie selaku pemegang saham dan pengurus PT Sukses Expamet terkait dengan perkara perdata yang bergulir di PN Jakarta Pusat.
Kemudian, pada 18 April 2016, Nurhadi menerima yang gratifikasi senilai Rp 2 miliar dari PT Freight Express Indonesia terkait dengan pengurusan perkara perdata di PN Samarinda.
Selain itu, Nurhadi juga menerima sejumlah pemberian terkait dengan jabatannya di MA dalam beberapa kali penerimaan. Saat ini, jaksa penuntut umum belum menyebutkan maksud dan tujuan pemberian uang ini.
Misalnya, pada tahun 2013-2014, Nurhadi melalui supirnya Royani menerima mata uang asing setara Rp 12,4 miliar.
Kemudian, pada tahun 2015, melalui menantunya Rezky Herbiyono, Nurhadi menerima uang 358.000 dollar Singapura yang kemudian ditukar ke mata uang rupiah setara Rp 3,4 miliar.
Pada 2015-2019, Nurhadi disebutkan menerima mata uang asing yang kemudian ditukarkan ke rupiah dengan nilai setara Rp 87,6 miliar. Belum disebutkan asal dan peruntukkan uang ini.
Lalu, ada juga penerimaan di tahun 2016 yang mencapai Rp 7,7 miliar.
Modus pencucian uang
Dalam menerima uang gratifikasi ini, Nurhadi tidak pernah menggunakan rekening atas nama pribadi. Ia selalu menggunakan nama orang lain untuk menerima uang tersebut.
Seringkali, nama yang digunakan adalah Rezky Herbiyono yang merupakan menantunya. Ada juga sejumlah nama lain yang diduga masih berhubungan erat dengan Nurhadi maupun Rezky.
Misalnya, nama Calvin Pratama yang disebutkan sebagai anak buah Rezky, Yoga Dwi Hartiar. Yoga diketahui merupakan kakak ipar dari Rezky Herbiyono.
Adapun, uang gratifikasi senilai Rp 137,1 miliar ini diputar lagi oleh Nurhadi menjadi sejumlah aset, baik itu tanah, bangunan, hingga kendaraan.
Beli ratusan hektar kebun sawit
Dalam dakwaan, Nurhadi disebutkan membeli 527,5 hektar. Pembelian ini dilakukan sekitar tahun 2015-2016.
Lahan sawit ini dibeli di beberapa lokasi di Provinsi Sumatera Utara dengan total harga beli mencapai Rp 44,65 miliar.
Pada proses pembelian dan pembayaran tanah, Nurhadi kembali menggunakan rekening orang lain saat melakukan transaksi.
Pembayaran disamarkan dengan beberapa kali transfer menggunakan beberapa nama, termasuk nama menantu Nurhadi, Rezky Herbiyono.
Sementara itu, tanah yang sudah dibeli kemudian dibalik nama. Surat Hak Milik (SHM) kebun sawit ini juga tidak menggunakan nama Nurhadi, tapi nama orang lain.
Misalnya, nama putrinya, Rizqi Aulia Rahmi dan nama menantunya Rezky Herbiyono dan Heri Purwanto.
Ada juga nama Yoga Dwi Hartiar yang digunakan sebagai nama untuk membalik nama kepemilikan tanah ini.
Yoga diketahui merupakan kakak ipar dari Rezky Herbiyono.
Beli apartemen hingga bangun villa
Selain membeli lahan sawit, Nurhadi juga membeli sejumlah tanah untuk kemudian dibangun rumah atau villa.
Ia juga membeli sejumlah aset berupa apartemen di bilangan Jakarta Selatan.
Misalnya, 3 unit apartemen di bilangan SCBD Jakarta Selatan yang dibeli pada tahun 2012 dengan total nilai mencapai Rp 11,45 miliar.
Nurhadi juga mengeluarkan uang senilai Rp 3,9 miliar untuk merenovasi apartemen ini.
Lalu, satu unit rumah seluas 433 m2 di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan yang dibeli pada April 2015 dengan harga Rp 52,5 miliar dan biaya renovasi mencapai Rp 14 miliar.
Serta sejumlah bidang tanah di beberapa wilayah lain, seperti di Sidoarjo, Jawa Timur, Bogor, Jawa Barat.
Diketahui, tanah di Bogor kemudian dibangunkan sebuah villa yang biaya konstruksinya mencapai Rp 10,6 miliar.
Selain membeli tanah dan bangunan, Nurhadi juga menggunakan uang ratusan miliar ini untuk membeli sejumlah kendaraan. Pembelian kendaraan ini disebutkan dilakukan menggunakan nama Rezky Herbiyono untuk menyamarkan asal usul uangnya.
“Bahwa Terdakwa melalui Rezky Herbiyono membelanjakan dan membayarkan kendaraan bermotor dengan menggunakan nama orang lain yang keseluruhannya berjumlah dengan nilai transaksi pembayaran seluruhnya sejumlah Rp6.218.000.000,00,” lanjut jaksa.
Dakwaan berlapis
Pada kasus ini, Nurhadi dijerat dengan dua dugaan tindak pidana, yaitu gratifikasi senilai Rp 137,1 miliar dan juga melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) senilai Rp 307,2 miliar.
Atas perbuatannya ini, Nurhadi dijerat dengan pasal berlapis.
Untuk tindak pidana gratifikasi, Nurhadi disebutkan melanggar Pasal 12 B jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Sementara, untuk TPPU yang dilakukannya, Nurhadi didakwa melanggar Pasal 3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Sebelumnya, pada tahun 2021, Nurhadi sudah terbukti menerima suap dan gratifikasi dari sejumlah kepengurusan perkara.
Saat itu, ia divonis 6 tahun penjara setelah terbukti menerima suap sebesar Rp 35,726 miliar dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) 2014-2016, Hiendra Soenjoto, terkait kepengurusan dua perkara Hiendra.
Selain itu, dia juga terbukti menerima gratifikasi sebanyak Rp 13,787 miliar dari sejumlah pihak yang berperkara, baik di tingkat pertama, banding, kasasi, maupun peninjauan kembali.
Tag: #jaksa #bongkar #aksi #korup #nurhadi #beli #kebun #sawit #hingga #villa #pakai #nama #anak #menantu