Djuyamto Akui Terima Uang Haram di Kasus Suap Vonis Lepas: Saya Mengaku Bersalah
Hakim nonaktif Djuyamto menjadi saksi mahkota dalam sidang kasus suap majelis hakim pemberi vonis lepas kepada tiga korporasi CPO di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (15/10/2025). (Shela Octavia)
17:26
15 Oktober 2025

Djuyamto Akui Terima Uang Haram di Kasus Suap Vonis Lepas: Saya Mengaku Bersalah

- Djuyamto mengaku menerima uang haram ketika menjabat sebagai hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, untuk memberikan vonis lepas alias ontslag untuk tiga korporasi crude palm oil (CPO).

Hakim nonaktif itu mengakui hal tersebut ketika saksi mahkota untuk perkara dugaan suap majelis hakim pemberi vonis ontslag pada tiga korporasi CPO, di PN Jakarta Pusat, Rabu (15/10/2025).

"Kalau boleh dikatakan, (kasus ini) 75 persen sudah terang benderang. Saya sudah mengaku bersalah, sudah menerima uang," kata Djuyamto dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat.

Pernyataan soal dirinya yang menerima uang haram itu sudah disampaikan Djuyamto juga pada persidangan lalu, ketika mantan Ketua PN Jakpus Rudi Suparmono dihadirkan sebagai saksi pada Rabu (10/9/2025).

"Di kesaksian beliau, saya sudah mengatakan bahwa saya sudah mengakui menerima uang dalam pemeriksaan perkara CPO," ujar Djuyamto.

Terima Suap Rp 40 Miliar

Sebagai informasi, hakim hingga panitera diduga menerima uang senilai Rp 40 miliar dalam kasus penanganan perkara ekspor CPO yang menyebabkan tiga korporasi mendapatkan vonis lepas atau ontslag.

Tiga korporasi tersebut adalah Permata Hijau Group yang terdiri dari PT Nagamas Palmoil Lestari, PT Pelita Agung Agrindustri, PT Nubika Jaya, PT Permata Hijau Palm Oleo, dan PT Permata Hijau Sawit.

Kemudian, Wilmar Group yang terdiri dari PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.

Lalu, Musim Mas Group yang terdiri dari PT Musim Mas, PT Intibenua Perkasatama, PT Mikie Oleo Nabati Industri, PT Agro Makmur Raya, PT Musim Mas-Fuji, PT Megasurya Mas, dan PT Wira Inno Mas.

"(Uang Rp 40 miliar diberikan) Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili," ujar Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (20/8/2025).

Lima orang hakim dan panitera ini merupakan pihak-pihak yang sering bertugas di lingkungan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Mereka adalah Muhammad Arif Nuryanta yang pernah menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakpus sebelum dimutasi untuk menjadi Ketua PN Jakarta Selatan.

Kemudian, tiga orang lainnya adalah majelis hakim yang mengadili perkara korporasi CPO, yaitu Djuyamto, Agam Syarief Baharudin, dan Ali Muhtarom.

Satu terdakwa lainnya adalah Panitera Muda nonaktif PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan. Wahyu diketahui tidak pernah bertugas di PN Jakpus, tetapi terlibat dalam kasus ini karena ia adalah orang yang pertama kali dihubungi oleh Ariyanto selaku pengacara pihak korporasi CPO.

Uang Rp 40 miliar ini diberikan oleh pihak korporasi kepada para terdakwa dalam dua kali pemberian. Rinciannya, Muhammad Arif Nuryanta didakwa menerima Rp 15,7 miliar; Wahyu Gunawan menerima Rp 2,4 miliar.

Sementara itu, Djuyamto selaku ketua majelis hakim menerima Rp 9,5 miliar, sedangkan dua hakim anggota, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin, masing-masing menerima Rp 6,2 miliar.

Tag:  #djuyamto #akui #terima #uang #haram #kasus #suap #vonis #lepas #saya #mengaku #bersalah

KOMENTAR