Sepanjang 2022 Ada 81 Kasus Kekerasan Berbasis Gender dan Disabilitas, Korban Didominasi Perempuan Tuli
Kegiatan diskusi FeminisThemis yang mengupas hak dan kemampuan perempuan tuli. (Istimewa)
15:32
25 September 2024

Sepanjang 2022 Ada 81 Kasus Kekerasan Berbasis Gender dan Disabilitas, Korban Didominasi Perempuan Tuli

 


- Kasus kekerasan berbasis gender dan disabilitas (KBGD) masih jadi momok masyarakat di Indonesia. Yayasan Sentra Advokasi Perempuan, Difabel, dan Anak (SAPDA) melalui CATAHU, melansir data Kekerasan Berbasis Gender dan Disabilitas (KBGD). Mereka melaporkan terjadi 81 kasus KBGD sepanjang 2022. 

Perempuan tuli adalah penyintas atau korban terbanyak. Yaitu dengan jumlah 31 kasus. Kemudian disusul penyandang disabilitas mental sebanyak 22 kasus.

Komisioner Komisi Nasional Disabilitas RI (KND) Rachmita Maun Harahap merespon data yang memperihatinkan itu. Dia menerangkan secara hukum, perempuan dengan disabilitas berhak mendapatkan perlindungan yang lebih dari tindak kekerasan. "Termasuk kekerasan dan eksploitasi seksual," kata Rachmita dalam keterangannya Rabu (25/9). 

Namun pada kenyataannya, para perempuan disabilitas memiliki kerentanan berlapis pada kekerasan serta diskriminasi. Dia menjelaskan tugas dan fungsi dari KND adalah terus melakukan pemantauan, evaluasi, dan advokasi terhadap pemenuhan hak penyandang disabilitas di Indonesia. Termasuk hak para perempuan tuli untuk mendapatkan hak edukasi kesehatan seksual dan reproduksi. 

"Tentunya upaya ini membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk komunitas seperti FeminisThemis dan pelaku usaha," jelasnya. Upaya tersebut, sejalan dengan misi komunitas FeminisThemis untuk menciptakan komunitas feminis yang inklusif dan edukatif bagi individu tuli untuk melawan ketidakadilan serta memperjuangkan keadilan gender. 

Salah satunya melalui program FeminisThemis Academy. Program ini menyediakan akses berupa forum edukasi mengenai kekerasan seksual, kesetaraan gender, dan dunia Tuli. Tujuan utama dari program ini adalah untuk meningkatkan literasi kesadaran diri dan keadilan gender guna mencegah kekerasan seksual pada perempuan tuli. 

Seperti diketahui masyarakat dunia memperingati Hari Bahasa Isyarat setiap tanggal 23 September. Hari Bahasa Isyarat tersebut untuk mendorong hak-hak asasi individu tuli, identitas bahasa, dan keragaman kultural komunitas tuli. Serta pentingnya platform bagi individu tuli untuk menyampaikan gagasan mereka. Karena hak untuk ber-Bahasa Isyarat masih tidak terpenuhi. Kemudian masih muncul berbagai bentuk ketidakadilan dan diskriminasi masih kerap dialami oleh para individu tuli, khususnya perempuan tuli.

Sementara itu Co-Founder dan Direktur Eksekutif FeminisThemis Nissi Taruli Felicia menyampaikan Program FeminisThemis Academy 2024 telah berlangsung selama Juli-September. Kegiatan digelar secara hybrid. "Selama program berjalan, kami menemukan banyak insight menarik dari para peserta seputar tantangan yang dihadapi perempuan tuli untuk mendapatkan keadilan gender, khususnya di kota Bandung dan Yogyakarta," jelasnya. 

Tiga tantangan utama yang ditemukan adalah tidak terpenuhinya hak bahasa isyarat. Kemudian bahasa isyarat belum diajarkan sejak dini di ruang lingkup keluarga, terutama di tengah keluarga dengar. Bahkan di kebanyakan Sekolah Luar Biasa (SLB), anak tuli masih diajarkan untuk membaca bibir dan didorong untuk belajar layaknya orang Dengar. Akhirnya, banyak perempuan tuli tidak menguasai bahasa isyarat. 

 

Editor: Kuswandi

Tag:  #sepanjang #2022 #kasus #kekerasan #berbasis #gender #disabilitas #korban #didominasi #perempuan #tuli

KOMENTAR