Sempat Masuk Daftar Orang Terkaya di Indonesia, Donald Sihombing Kini Berstatus Tersangka di KPK
Lembaga antirasuah pun telah menahan Donald Sihombing pada Rabu (18/9/2024).
Donald Sihombing diketahui sempat menjadi orang terkaya ke-14 di Indonesia versi Majalah Forbes tahun 2019.
Forbes menaksir kekayaan Donald mencapai 1,4 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau Rp 19,6 triliun.
Ia merupakan pemegang saham terbesar PT Totalindo Eka Persada Tbk (TOPS).
Donald Sihombing sebenarnya pernah dipecat dari perusahaan itu, lalu dia kembali merintis perusahaan tersebut pada Oktober 1996.
Setahun setelah dipecat dari PT Totalindo Eka Persada, proyek pertama yang digarap yaitu Mal Taman Anggrek milik Grup Mulia.
Proyek ini memiliki konsep superblok terbesar di Asia Tenggara.
Sejak berdiri, perusahaan Donald menggarap banyak proyek di antaranya Hotel Mulia Senayan, Hotel Four Seasons Kuningan, Roxy Square, Kalibata City, Basura City Tower, dan Grand Indonesia West Mall.
Yang fenomenal adalah ketika Totalindo terlibat dalam pembangunan perumahan murah yang dicanangkan Pemrov DKI Jakarta.
Kasus Korupsi Tanah Rorotan
Tidak hanya Donald Sihombing, KPK juga menahan empat tersangka lainnya kasus ini, termasuk dua petinggi PT Totalindo Eka Persada lainnya.
Keempat tersangka lain itu, yakni mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Yoory Corneles Pinontoan; Senior Manager Divisi Usaha atau Direktur Pengembangan Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Indra S. Arharrys; Komisaris PT Totalindo Eka Persada, Saut Irianto Rajagukguk; dan Direktur Keuangan PT Totalindo Eka Persada, Eko Wardoyo.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, kelima tersangka ditahan di Rutan Gedung Merah Putih KPK untuk 20 hari pertama.
Dengan demikian, kelima tersangka bakal mendekam di sel tahanan setidaknya hingga 7 Oktober 2024.
"KPK selanjutnya melakukan penahanan kepada para tersangka untuk 20 hari pertama, terhitung sejak tanggal 18 September 2024 sampai dengan 7 Oktober 2024. Penahanan dilakukan di Rutan Cabang Gedung KPK Merah Putih," kata Asep dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
Asep memaparkan, PT Totalindo Eka Persada merupakan salah satu perusahaan yang menawarkan tanah kepada Perumda Pembangunan Sarana Jaya yang salah satu usahanya membeli tanah di Jakarta untuk dijadikan sebagai bank tanah atau land bank.
Lahan seluas total 12,3 hektare di Rorotan dibeli Perumda Pembangunan Sarana Jaya dari PT Totalindo Eka Persada senilai Rp 371,5 miliar pada 2019 lalu.
Padahal, tanah itu sebelumnya dibeli PT Totalindo dari PT Nusa Kirana Real Estate atau PT NKRE dengan nilai yang jauh lebih murah.
Lahan seluas sekitar 11,7 hektare dibeli PT Totalindo Eka Persada dari PT NKRE seharga Rp 950.000 per meter persegi yang diperhitungkan sebagai pembayaran utang PT NKRE kepada PT Totalindo Eka Persada dengan nilai transaksi total Rp 117 miliar.
Akibatnya, negara dirugikan sekira Rp 223,8 miliar akibat penyimpangan dalam proses investasi dan pengadaan tanah Perumda Pembangunan Sarana Jaya pada 2019–2021.
"Nilai kerugian negara atau daerah tersebut berasal dari nilai pembayaran bersih yang diterima PT Totalindo Eka Persada dari Perumda Pembangunan Sarana Jaya sebesar Rp 371,5 miliar dikurangi harga transaksi riil PT Totalindo Eka Persada dengan pemilik tanah awal, PT Nusa Kirana Real Estate setelah memperhitungkan biaya terkait lainnya seperti pajak, BPHTB dan biaya notaris sebesar total Rp147,7 miliar," kata Asep.
Tak hanya mark up harga, Asep menyatakan, pengadaan tanah di Rorotan itu dilakukan dengan berbagai penyimpangan.
Beberapa di antaranya, Yoory mengarahkan untuk tidak perlu menunjuk kantor jasa penilai publik (KJPP) independen untuk menilai harga tanah.
Selain itu, PPSJ juga belum melakukan kajian internal terkait penawaran KSO dari PT Totalindo Eka Persada.
Tak hanya itu, pihak Totalindo Eka Persada juga mengetahui enam SHGB tanah Rorotan masih atas nama PT NKRE dan belum ada peralihan hak kepemilikan atas tanah dari PT NKRE ke PT Totalindo.
Berbagai penyimpangan dalam proses pengadaan lahan di Rorotan itu diduga lantaran Yoory menerima fasilitas dari PT Totalindo Eka Persada.
Yoory diduga menerima valas dalam dolar Singapura senilai Rp3 miliar dari PT Totalindo Eka Persada.
Selain itu, Yoory diduga mendapatkan fasilitas atau kemudahan dalam penjualan aset milik pribadi yang segera dibeli oleh pegawai PT Totalindo Eka Persada.
"Pembelian aset Saudara YCP berupa satu rumah dan satu unit apartemen oleh pegawai PT TEP tersebut atas instruksi Saudara EKW dan sumber dananya berasal dari kas perusahaan dalam bentuk pinjaman lunak kepada pegawai yang membeli aset tersebut," sebut Asep.
Atas dugaan tindak pidana tersebut, Yoory, Donald Sihombing, dan tiga tersangka lainnya dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Tag: #sempat #masuk #daftar #orang #terkaya #indonesia #donald #sihombing #kini #berstatus #tersangka