4 Kasus Pemerasan Polisi Viral, Terkini Palak Sejoli di Semarang Rp 2,5 Juta
Setidaknya ada empat kasus pemerasan yang diduga dilakukan oknum polisi menjadi viral.
Nominal pemerasan beragam, mulai dari Rp 2 juta hingga miliaran rupiah.
Terbaru, polisi yang sedang tidak berdinas memeras dua sejoli di Semarang, Jawa Tengah, dengan nominal Rp 2,5 juta.
Berikut empat kasus pemerasan polisi yang viral.
1) Pemerasan Guru Supriyani
VONIS BEBAS - Sosok guru Supriyani divonis bebas di Pengadilan Negeri atau PN Andoolo, Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra), Senin (25/11/2024). Majelis hakim menyatakan guru honorer Sekolah Dasar (SD) di Kecamatan Baito, Kabupaten Konsel tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan kekerasan. (Tribun Sultra)Supriyani, seorang guru honorer di Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara, terbukti diperas oleh dua polisi.
Supriyani dimintai uang agar kasus dugaan penganiayaan yang sedang menjeratnya tidak dilanjutkan.
Sebelumnya, dia dilaporkan telah memukul muridnya yang merupakan anak seorang polisi.
Saat ini Supriyani sudah mendapat vonis bebas.
Sementara itu, dua polisi yang memerasnya, yakni Ipda MI dan Aipda AM, mendapatkan sanksi patsus dan demosi.
Pada sidang etik 5 Desember 2024, dinyatakan bahwa Supriyani terbukti dimintai uang Rp2 juta, sedangkan dugaan permintaan Rp50 juta tidak terbukti.
"Jadi yang terbukti itu yang Rp2 juta," kata Kabid Humas Polda Sultra Kombes Pol. Iis Kristian, Kamis (5/12/2024), dikutip dari Tribun Sultra.
Iis mengatakan perihal uang Rp50 juta, kala itu Aipda AM tengah berada di pasar lalu mendengar pembahasan uang Rp50 juta.
"Kemudian dia menyampaikan kepada kepala desa, terkait kebenaran permintaan uang tersebut," ujar Iis.
"Dari Aipda WH tidak tahu soal angka Rp50 juta, kemudian Pak Kapolsek juga tidak tahu. Jadi fakta persidangan Rp50 juta itu tidak, yang ada itu yang Rp2 juta," katanya.
Sementara itu, Kabid Propam Polda Sultra, Kombes Pol. Moch Sholeh, mengatakan Ipda M Idris telah mengakui perbuatannya meminta uang Rp2 juta kepada Supriyani dan keluarganya.
Uang itu bahkan diberikan kepada mantan Kapolsek Baito melalui perantara Kepala Desa Wonua Raya, Rokiman.
"Iya Ipda MI mengakui sudah meminta uang itu kepada Supriyani," kata Sholeh, Rabu (4/12/2024).
Dia mengungkapkan Ipda M Idris juga sudah mengakui uang Rp 2 juta dari Supriyani digunakan membeli bahan bangunan untuk Mako Polsek Baito.
"Uang kurang lebih Rp2 juta itu diterima untuk membeli bahan bangunan ruangan Unit Reskrim, seperti tegel (ubin), semen," ujar Sholeh.
Sementara itu, menurut pengakuan Ipda MI, tidak ada dugaan permintaan uang Rp50 juta.
"Yang Rp50 juta itu tidak ada," kata Sholeh.
Atas tindakannya, Ipda MI dan Aipda AM dijatuhi sanksi penempatan khusus (patsus).
Propam Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara (Polda Sultra) memberi Ipda MI sanksi patsus selama tujuh hari, sedangkan Aipda AM selama 21 hari.
Sanksi yang diberikan kepada Ipda MI adalah patsus tujuh hari dan demosi satu tahun. Adapun Aipda AM disanksi patsus 21 hari dan dua tahun demosi.
Sholeh menyebut keduanya memiliki pangkat berbeda. Bagi perwira, kata dia, sanksi teguran sudah termasuk keras.
"Dari segi pangkat berbeda ya, dengan melihat fakta-fakta persidangan dengan yang bintara beda. Untuk level perwira itu dengan teguran aja sudah keras apalagi dipatsus," kata Sholeh.
2) Pemerasan Penonton DWP dari Malaysia
PENONTON DWP DIPERAS - Kadiv Propam Polri Irjen Abdul Karim memasuki ruangan sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) terhadap belasan anggota yang terlibat dalam kasus dugaan pemerasan terhadap warga negara Malaysia di konser Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024, 13-15 Desember di TNCC, Mabes Polri, Jakarta, Selasa (31/12/2024). (Tribunnews.com/Abdi Ryanda Shakti)Komisi Kode Etik Polri (KKEP) belum laman ini telah menyelesaikan sidang etik terhadap polisi yang diduga terlibat kasus dugaan pemerasan penonton Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024.
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Muhammad Choirul Anam mengungkapkan, total 35 anggota polisi yang melakukan pelanggaran dalam kasus ini.
“Sidang etik sudah berakhir sejak Jumat (24/1/2025) dengan 35 orang," ujar Anam, saat dihubungi Wartakotalive.com pada Kamis (30/1/2025).
"Kami mengapresiasi Propam yang awalnya menemukan 18 orang terlibat, lalu berkembang menjadi 35 sesuai hasil penyidikan,” sambungnya.
Dari hasil sidang, para pelanggar dijatuhi sanksi mulai dari pemecatan atau pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) hingga demosi. Sebagian besar dari mereka mengajukan banding atas putusan tersebut.
Diketahui, 45 warga Malaysia penonton DWP 2024 menjadi korban pemerasan oknum polisi.
Setelah acara selesai, sejumlah WN Malaysia melaporkan melalui media sosial bahwa mereka menjadi korban pemerasan oleh oknum polisi.
Mereka mengaku dipaksa menjalani tes urine di lokasi acara.
Lalu mereka diminta membayar sejumlah uang, meskipun hasil tes urine menunjukkan negatif narkoba.
Awalnya, disebut-sebut nominal total pemerasan mencapai Rp 32 miliar, namun yang terbukti Rp 2,5 miliar.
3) Pemerasan Anak Bos Prodia
Berikutnya, kasus pembunuhan terhadap anak baru gede (ABG) berinisial FA (16) pada April 2024 lalu menyisakan sejumlah polemik.
Kala itu FA tewas akibat dicekoki narkoba oleh Arif Nugroho (AN) dan Muhammad Bayu Hartanto di sebuah hotel di kawasan Jakarta Selatan.
Sementara rekan FA berinisial APS (16) selamat dalam insiden tersebut.
Belakangan kasus pembunuhan terhadap FA itu menyeret AKBP Bintoro, mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, yang diduga melakukan pemerasan terhadap Arif Nugroho dan Bayu Hartanto sebagai pelaku pembunuhan terhadap FA.
Berbagai nominal muncul ke publik dalam kasus dugaan pemerasan ini, mulai dari Rp20 miliar, Rp17,1 miliar hingga Rp5 miliar.
Namun tim kuasa hukum Arif dan Bayu yang baru, Pahala Manurung mengatakan jumlah kerugian yang diterima kliennya sebesar Rp17 miliar lebih.
"Total kerugian mereka, Pak Arief ini adalah, biar nggak simpang siur ya, ini sebesar Rp17 miliar, tertulis di sini adalah Rp17 miliar sekian-sekian. Ini pernyataan yang disampaikan kepada kami," kata Pahala, Jumat (31/1/2025).
AKBP Bintoro yang merasa dituduh atas beredarnya kabar ini langsung membuat klarifikasi dan menyebut semua tuduhan tersebut fitnah.
Informasi terakhir yang diterima Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso menyebut bahwa AKBP Bintoro hanya menerima sekitar Rp140 juta untuk menangguhkan penahanan tersangka Arif dan Bayu.
"Kenyataannya bukan Rp20 M, bukan Rp17 M, bukan Rp5 M, hanya Rp140 juta untuk penangguhan penahanan. Jadi dugaan saya nama polisi ini dicatut oleh advokat Evelin yang kemudian uangnya itu sebetulnya diambil oleh advokat Evelin," ungkap Sugeng.
Pihak Polda Metro Jaya juga menyebut AKBP Bintoro akhirnya mengakui menyalahgunakan wewenangnya setelah dilakukan pemeriksaan oleh Bidang Propam Polda Metro Jaya.
Saat ini AKBP Bintoro telah dimutasi dan menjalani penempatan khusus (patsus) di Bidpropam Polda Metro Jaya.
Tak hanya Bintoro, AKBP Gogo Galesung yang merupakan mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan setelah Bintoro juga dipatsus karena diduga menerima aliran uang dalam penanganan kasus tersebut.
Selain Bintoro dan Gogo, dua anggota polisi yang dipatsus yakni Kanit dan Kasubnit Resmob Polres Metro Jakarta Selatan berinisial Z dan ND.
Polda Metro Jaya akan segera melangsungkan sidang kode etik terhadap AKBP Bintoro Cs untuk membuktikan dugaan pemerasan tersebut.
4) Pemerasan Sejoli di Semarang
POLISI PERAS SEJOLI - Video tangkap layar YouTube TribunJateng saat Aiptu Kusno dan Aipda Roy dikepung warga saat palak sejoli sebanyak Rp2,5 juta di Semarang, Jawa Tengah pada Jumat (31/1/2025) malam. Berikut sosok dari Aiptu Kusno dan Aipda Roy. (Kolase: Tangkap layar YouTube TribunJateng)Terbaru, pemerasan dilakukan oleh dua anggota polisi terhadap pasangan kekasih di Jalan Telaga Mas, Kelurahan Kuningan, Semarang Utara, Kota Semarang, Jawa Tengah, Jumat (31/1/2025) malam.
Kedua polisi tersebut adalah Aiptu Kusno (46), anggota Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polrestabes Semarang dan Aipda Roy Legowo (38), anggota Samapta Polsek Tembalang.
Kapolrestabes Semarang, Kombes Pol M Syahduddi mengatakan, kejadian itu berawal saat Aiptu Kusno, Aipda Roy Legowo, dan seorang warga sipil bernama Suyatno sedang mencari makan di wilayah Pantai Marina.
Dilansir Tribun Jateng, ketiga pelaku melihat mobil Civic warna silver yang ditumpangi korban terparkir di pinggir jalan.
"Kedua korban sedang berduaan di dalam mobil. Anggota itu menghampiri mobil itu."
"Kemudian menyampaikan tindakan yang dilakukan korban merupakan tindakan pidana," ucapnya saat ditemui di Polrestabes Semarang, Minggu (2/2/2025).
Menurut Syahduddi, kedua polisi itu tidak sedang berdinas saat melakukan penggerebekan.
Aiptu Kusno dan Aipda Roy Legowo hanya mengenakan jaket saat melakukan aksinya.
Sementara itu, mobil Nissan March warna mereka yang mereka gunakan adalah milik Aipda Roy Legowo.
"Kedua oknum itu tidak sedang berdinas. Saat melakukan tindakan itu menggunakan jaket karena niatnya mencari makan malam," ungkapnya.
Ia berujar, kedua anggota polisi itu meminta sejumlah uang agar korban yang sedang berduaan di dalam mobil tak diproses hukum.
Kedua korban pun merasa ketakutan dan memenuhi permintaan dua polisi itu menyerahkan uang sebesar Rp2,5 juta.
"Peran warga sipil yang bersama dua polisi itu mengendarai mobil juga melakukan pemerasan terhadap dua korban. Terkait pekerjaan warga sipil itu sedang kami dalami," tuturnya.
Syahduddi berujar, uang sebanyak Rp2,5 juta itu untuk kepentingan ketiga pelaku.
Namun, saat dikerumuni massa di Jalan Telaga Mas, pelaku mengembalikan uang korban sebesar Rp1 juta.
"Mereka panik dan berpikir uang yang diterima sudah dikembalikan semua saat dikerumuni banyak orang," ungkapnya.
Lebih lanjut, Syahduddi mengatakan, selain terkena sanksi kode etik, kedua anggota polisi itu juga terancam diproses pidana pemerasan sebagaimana diatur dalam pasal 368 KUHP dengan pidana penjara 9 tahun.
Aiptu Kusno dan Aipda Roy Legowo pun terancam dipecat.
"Kami sudah melakukan gelar perkara dengan Bidpropam Polda Jateng dan sudah dinyatakan terbukti melakukan kode etik Polri."
"Penanganan sudah dilimpahkan ke Bidpropam Polda Jateng," tuturnya.
Ia mengatakan, Aiptu Kusno dan Aipda Roy Legowo juga telah ditetapkan sebagai tersangka.
Proses pidana akan dilaksanakan beriringan dengan proses etik Bidpropam Polda Jateng.
Begitu pula warga sipil yang ikut bersama dua polisi itu juga telah ditetapkan sebagai tersangka.
"Dua orang polisi itu ditahan di Polda Jateng. Sementara yang warga sipil itu sedang dilakukan penanganan di Satreskrim Polrestabes Semarang," terangnya.
Sebagian artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul Sidang Etik Kasus Pemerasan Penonton DWP 2024 Rampung, Polri Jatuhkan Sanksi pada 35 Anggota.
(Tribunnews.com/Gilang Putranto, Deni Setiawan, Abdi Ryanda Shakti) (Wartakotalive.com/Ramadhan LQ)
Tag: #kasus #pemerasan #polisi #viral #terkini #palak #sejoli #semarang #juta