Mimpi Buruk Ibu Bekerja: Terancam PHK karena Cuti Melahirkan 6 Bulan?
Ilustrasi pekerja perempuan [shutterstock]
07:28
19 Juni 2024

Mimpi Buruk Ibu Bekerja: Terancam PHK karena Cuti Melahirkan 6 Bulan?

Undang-undang Kesejahteraan Ibu dan Anak alias UU KIA yang mencantumkan cuti melahirkan 6 bulan dianggap sebagai angin segar. Namun tidak sedikit yang khawatir aturan baru ini jadi bumerang bagi karier ibu pekerja.

Cuti melahirkan 6 bulan memang dipastikan baik untuk kesehatan ibu dan anak, khususnya agar ASI eksklusif 6 bulan bisa tercapai dengan harapan bisa mencegah stunting di 1.000 hari pertama kehidupan.

Namun karena cuti melahirkan ini mewajibkan pemberi kerja alias perusahaan tetap membayar penuh gaji perempuan pekerja pada 4 bulan pertama, maka kebijakan ini dianggap memberatkan pengusaha. Hasilnya, tidak sedikit pekerja perempuan khawatir kesempatan kerja untuknya semakin menipis.

Syarat Ibu Hamil Cuti Melahirkan 6 Bulan Menurut UU KIA Terbaru  (Pexels)Syarat Ibu Hamil Cuti Melahirkan 6 Bulan Menurut UU KIA Terbaru (Pexels)

Tiara Sutari (30) misalnya, pekerja swasta di Jakarta yang sempat menunda punya anak di beberapa tahun awal pernikahan, dan kini sedang berencana memiliki momongan merasakan perbedaan respon pemberi kerja saat menjalani sesi wawancara.

Baca Juga: CEO Ini Sudah Terapkan Cuti Melahirkan 6 Bulan Jauh Sebelum UU KIA Disahkan: Tetap Berikan Full Gaji dan Fasilitas!

"Aku misalkan, sudah menikah ada niatan buat punya anak, ke depannya agak sulit sih. Beberapa kali juga pernah wawancara kerja, terus ditanya udah punya anak belum? Belum. Terus ditanya ada rencana nggak punya anak dalam waktu dekat? Ketika jawaban aku 'Nggak', mereka langsung oke fine, langsung nanya macam-macam," ujar Tiara saat berbincang dengan suara.com baru-baru ini.

"Tapi ada waktu aku juga bilang ke depan ada niat sih buat punya anak, oh gitu, jadi responnya agak negatif. Gitulah terasa beda," sambung Tiara.

Bayang-bayang cuti melahirkan jadi bumerang untuk karir perempuan pekerja juga dirasakan Lilis Suryani (29), yang saat ini masih berstatus karyawan kontrak di salah satu rumah sakit Jawa Barat. Ia yang sudah menikah nyaris setahun, dan ingin segera dikaruniai momongan tapi khawatir cuti melahirkan 6 bulan membuatnya kehilangan pekerjaan.

"Nggak setujunya (cuti melahirkan 6 bulan), kalau kita dapat hak cuti melahirkan, tapi malah jadi pertimbangan di perusahaan tempat kita bekerja, takut berpengaruh dan malah jadi bisa di-cut (diberhentikan) kapan aja," cerita Lilis.

Menariknya, meski cuti melahirkan 6 bulan dianggap sebagai oase. Namun tidak lantas jadi jaminan kesehatan mental perempuan pekerja yang terbiasa bertemu banyak orang, lalu tetiba harus berdiam diri di rumah dan hanya sekadar mengurus anak.

Baca Juga: Cuti Melahirkan 6 Bulan, Bikin Untung Atau Rugi Bagi Ibu Pekerja?

Apalagi perubahan hormon dan kondisi tubuh dari yang awalnya mengandung lalu berubah 'mode' sebagai ibu menyusui (busui), maka tidak jarang emosional perempuan akan mudah naik turun dan berubah-ubah alias mood swing.

Kondisi ini sebagaimana yang dirasakan Pegawai Perbankan di Jawa Barat, Riska Saraswati Suwarno (32). Riska yang merupakan ibu dari seorang balita perempuan berusia 3 tahun 7 bulan, bercerita setelah melahirkan kerap alami perubahan suasana hati tiba-tiba. Efeknya emosi yang tidak stabil ini bisa berimbas pada proses pemberian ASI untuk buah hatinya.

"Yang pasti ibu-ibu baru melahirkan itu kadang over thinking, tiba-tiba sedih tiba-tiba nggak mood. Emosi juga kadang sama suami, sama sekitar yang kebanyakan komentar-komentar atau kasih masukan yang nggak sesuai dengan hati ibunya," ungkap Riska.

Lantaran kondisi fisik dan mental ibu melahirkan yang cenderung tidak stabil inilah, peran suami tidak bisa diabaikan dalam mengasuh dan mengurus bayi baru lahir. Sehingga cuti melahirkan tidak hanya wajib didapatkan perempuan pekerja, tapi juga suami pekerja.

ilustrasi cuti melahirkan (pexels.com/@jonathanborba)ilustrasi cuti melahirkan (pexels.com/@jonathanborba)

Yuyun Wahyuningsih (34) sebagai ibu satu anak yang aktif bekerja sebagai sales marketing di Jakarta mengatakan pentingnya cuti melahirkan untuk ayah. Meski tidak perlu sampai 6 bulan, namun perusahaan wajib memberikan kemudahan cuti ayah jika istri memerlukan pendampingan suami.

"Suami tetap mendapatkan cuti, tetapi saya rasa tidak perlu 6 bulan. Karena suami sebagai tulang punggung utama keluarga, jadi harus tetap bekerja. Yang perlu ditekankan adalah tetap diberikan cuti, apabila ada hal urgent (darurat) dengan istri atau bayinya. Misal bayinya atau istrinya sakit," ungkap Yuyun.

Tidak lupa, Tiara juga merekomendasikan waktu cuti ayah saat istri melahirkan secara spesifik. Menurutnya, cuti ayah ini juga akan bermanfaat untuk perusahaan. Seperti mencegah kesalahan karyawan yang tidak fokus, karena malam sebelumnya begadang membantu istri yang harus terbangun tangisan bayi baru lahir.

"Kalau dari sisi suami, baru punya anak newborn (bayi baru lahir) anak bangun tengah malam, pasti suami otomatis banget ngemong dan menggendong, itu pasti ganggu waktu tidur dia. Tapi besok harinya di tempat kerja suami lemas banget, tahu kan kalau kurang tidur badan bagaimana (tidak fokus), jadi pikiran kemana-mana," papar Tiara.

"Menurut aku 2 minggu minimal si ayah dikasih cuti melahirkan juga, kalau 3 hari nggak cukup sama sekali," pungkas Tiara.

Editor: M. Reza Sulaiman

Tag:  #mimpi #buruk #bekerja #terancam #karena #cuti #melahirkan #bulan

KOMENTAR