Mokel: Arti, Asal Muasal, dan Hukumnya dalam Islam
Kata mokel sudah menjadi istilah yang kerap didengar masyarakat saat ini. Bahkan saat Ramadan, istilah ini kerap ditemui ketika seseorang ketahuan tidak berpuasa.
Lalu apa arti sebenarnya mokel ini dan dari mana asal muasalnya?. Artikel di bawah ini akan membahas bagaimana istilah ini muncul dan artinya.
Makna Mokel
Ya, mokel sendiri tercipta dalam bahasa gaul yang biasa digunakan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Makna dari mokel sendiri berkonotasi negatif.
Baca Juga: 8 Arti Mimpi Dikejar Kambing, Lagi Ada Orang Keras Kepala Nih
Dilansir dari sumber yang berbeda-beda, mokel memiliki satu makna, yakni membatalkan puasa secara diam-diam sebelum waktu yang diperbolehkan untuk berbuka puasa.
Asal Muasal
Tidak ada literatur asli darimana istilah ini munucul. Dalam KBBI pun tidak ada kata baku untuk istilah tersebut. Namun awalnya, mokel sendiri muncul dari tatanan bahasa Jawa tepatnya di Malang, Jawa Timur.
Mokel ini cukup menjamur dan kerap digunakan masyarakat di sana ketika menemukan rekan atau keluarganya membatalkan puasa tidak pada waktunya.
Berkembangnya teknologi, mokel menjadi populer di telinga masyarakat termasuk dengan kecanggihan teknologi, yang diadaptasi beberapa pengguna media sosial untuk memperpendek istilah membatalkan puasa diam-diam.
Baca Juga: 3 Teks Doa Buka Puasa Dzulhijjah Hari Ini, Perhatikan Perbedaannya!
Muncul Sinonim Lain
Mokel sendiri memiliki sinonim lain yang maknanya tak jauh berbeda. Mokah, adalah istilah gaul di tengah masyarakat yang juga menggambarkan seorang yang berpuasa membatalkan puasanya secara diam-diam di luar jam yang sudah ditetapkan.
Meski penyebutannya berbeda, istilah ini memiliki arti yang sama. Tak hanya mokah, kata budim memiliki arti yang sama yakni buka diam-diam.
Bahkan di wilayah Sunda, mokel atau mokah, disebut dengan kata godin.
Hukum Membatalkan Puasa
Membatalkan puasa bagi muslim yang tengah menjalankan ibadah wajib tersebut di Bulan Ramadan, bisa terancam dosa.
Namun ada kategori dan keringanan dan diperbolehkan bagi muslim untuk tidak berpuasa.
Terdapat sembilan golongan orang yang diperbolehkan tidak berpuasa. Pertama anak-anak yang belum baligh, orang yang hilang akal sehat atau gila. Orang sakit, orang tua atau uzur.
Selain itu orang yang sedang dalam perjalanan jauh atu musafir juga diperkenankan tak berpuasa di Bulan Ramadan. Perempuan hamil, ibu menyusui, perempuan haid dan juga perempuan nifas.
Bagi orang-orang yang tidak berhalangan seperti sembilan golongan yang disebutkan di atas akan mendapatkan dosa dan dianggap merusak kesucian Bulan Ramadhan.
Melansir, Almanhaj.go.id, diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA:
مَنْ أَفْطَرَ يَوْمًا مِنْ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ عِلَّةٍ وَلاَ مَرَضٍ لَمْ يَقْضِهِ صِيَامُ الدَّهْرِ وَأَنْ صَامَهُ
Artinya: "...Barangsiapa membatalkan puasa satu hari dari bulan Ramadhan tanpa alasan dan juga bukan karena sakit, maka dia tidak dapat menggantinya dengan puasa dahr (terus-menerus) meskipun dia melakukannya".
Diriwayatkan juga oleh Abu Umamah Al-Bahlil RA, ia berkata: "Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda:
بَيْنَمَا أَنَا نَائِمٌ أَتَانِي رَجُلاَنِ فَأَخَذَا بِضَبْعِي -عَضَدِيْ- فَأَتَيَا بِي جَبَلاً وَعِرًا فَقَالاَ: اِصْعَدْ، فَقُلْتُ: إِنِّي لاَ أُطِيْقُ، فَقَالاَ: سَنُسَهِّلُهُ لَكَ. فَصَعَدْتُ حَتَّى إِذَا كُنْتُ فِي سَوَادِ الْجَبَلِ إِذَا بِأَصْوَاتٍ شَدِيْدَةٍ فَقَالاَ: مَا هَذِهِ اْلأَصْوَاتُ؟ قَالُوْا: هَذَا عَوَاءُ أَهْلِ النَّارِ، ثُمَّ انْطَلَقَا بِي فَإِذَا أَنَا بِقَوْمٍ مَعَلَّقِيْنَ بِعَرَاقِيْبِهِمْ مَشَقَّقَةٌ أَشْدَاقُهُمْ تَسِيْلُ أَشْدَاقُهُمْ دَمًا، قُلْتُ: مَنْ هَؤُلاَءِ؟ قَالَ: اَلَّذِيْنَ يُفْطِرُوْنَ قَبْلَ تَحِلَّةَ صَوْمِهِمْ -أَيْ قَبْلَ وَقْتِ اْلإِفْطَارِ
Artinya: "Ketika tengah tidur, aku didatangi oleh dua orang laki-laki lalu keduanya menarik lenganku dan membawaku ke gunung yang terjal seraya berkata: ‘Naiklah.’ Lalu kukata-kan: ‘Sesungguhnya aku tidak sanggup melakukannya.’ Selanjutnya, keduanya berkata: ‘Kami akan memudahkan untukmu.’ Maka aku pun menaikinya sehingga ketika aku sampai di kegelapan gunung tiba-tiba ada suara yang keras sekali, maka kutanyakan: ‘Suara apa itu?’ Mereka menjawab: ‘Itu adalah jeritan para penghuni Neraka.’ Kemudian dia membawaku berjalan dan ternyata aku sudah bersama orang-orang yang bergantungan pada urat besar di atas tu-mit mereka, mulut mereka robek, dan robekan itu menga-lirkan darah.’ Aku berkata, ‘Siapakah mereka itu?’ Dia menjawab: ‘Mereka adalah orang-orang yang yang ber-buka sebelum waktu berbuka".