Mengapa Efek Screen Time pada Kemampuan Bahasa Anak Bisa Berbeda-beda
- Sebagian orangtua menganggap penggunaan gadget atau screen time aman bagi anak usia dini selama mereka terlihat mampu mengikuti tayangan atau belajar lewat gawai.
Padahal, pengaruh layar tidak sama pada setiap anak dan dapat berdampak berbeda pada perkembangan bahasa maupun emosinya.
Psikolog Klinis Anak dan Keluarga, Ayank Irma, menjelaskan bahwa setiap anak memiliki modal perkembangan yang berbeda.
“Sebenarnya, memang ada beberapa anak yang kemampuan berbahasanya, atau bahkan linguistiknya, dari lahirnya sudah ada," ujarnya saat ditemui dalam acara grand opening Playclub by Buumi di Urban Forest Cipete, Jakarta Selatan, Kamis (11/12/2025).
"Sehingga dia memang nggak mengalami kesulitan untuk bisa belajar komunikasi, belajar bahasa, melalui smartphone,” tambahnya.
Tidak semua anak siap belajar dari layar
Menurut Ayank, kemampuan bahasa dan komunikasi anak berkembang melalui banyak proses. Sebagian anak lahir dengan modal linguistik yang kuat, sehingga mereka lebih mudah menyerap bahasa dari berbagai sumber, termasuk tayangan digital.
Anak-anak seperti ini terlihat mampu mengikuti instruksi, meniru kata-kata, atau menangkap kosakata baru dari apa yang mereka lihat di gawai. Namun, kondisi tersebut bukan standar untuk semua anak.
“Tetapi, ada banyak anak ternyata yang justru jadinya enggak optimal dalam fungsi komunikasi,” kata Ayank.
Pada beberapa anak, screen time justru dapat memperlambat respons komunikasi, membuat mereka kurang terbiasa berinteraksi langsung, dan mengurangi sensitivitas terhadap isyarat sosial.
Anak menjadi lebih pasif karena informasi diterima satu arah, tanpa kesempatan berlatih percakapan nyata.
Ilustrasi balita, siswa PAUD.
Screen time bersifat satu arah, tidak mengajarkan interaksi emosional
Interaksi digital berbeda jauh dengan interaksi manusia. Tayangan pada layar tidak bereaksi terhadap ekspresi anak, tidak menyesuaikan nada suara, dan tidak memberikan umpan balik emosional yang alami.
Padahal, kemampuan memahami emosi sangat penting dalam masa tumbuh kembang.
“Yang namanya gadget ini kan satu arah. Lebih banyak satu arah,” jelas Ayank.
Ia menekankan bahwa anak usia dini sangat membutuhkan pengalaman langsung untuk belajar bagaimana membaca ekspresi, merespons orang lain, dan memahami konteks sosial.
“Kalau anak-anak usia dini itu harus hati-hati sekali karena sudah pasti dia enggak belajar emosi yang real itu seperti apa, terus menanggapi atau merespons orang lain yang real itu bagaimana,” lanjutnya.
Ketika anak terlalu banyak belajar dari layar, kesempatan untuk berlatih interaksi langsung menjadi terbatas.
Akibatnya, kemampuan sosial emosional bisa berkembang lebih lambat dibandingkan anak yang sering terlibat dalam percakapan nyata.
Dampak screen time berbeda pada setiap anak
Ayank menjelaskan bahwa setiap anak memiliki kebutuhan yang berbeda sesuai tahap perkembangan, karakter, dan kemampuan dasarnya. Oleh sebab itu, respons mereka terhadap screen time pun tidak bisa disamaratakan.
“Makanya kenapa (orangtua) perlu untuk secara bijak mengatur dan mengelola,” ujarnya.
Ia menyampaikan bahwa orangtua sering kali hanya melihat contoh anak lain yang tampak baik-baik saja dengan screen time, lalu menerapkannya pada anak mereka sendiri. Padahal, efeknya bisa sangat berbeda.
Peran orangtua dalam mengelola screen time
Ayank menegaskan bahwa kunci utamanya adalah mengenali kebutuhan masing-masing anak.
Tidak ada aturan satu untuk semua, orangtua harus memahami tantangan perkembangan anak, kemampuan bahasanya, serta kondisi emosionalnya sebelum memutuskan kapan dan bagaimana gadget diberikan.
“Orangtua harus tahu kebutuhannya apa, challenge-nya apa, supaya kita menggunakan ini dengan lebih baik, supaya pertumbuhannya optimal,” tegasnya.
Penggunaan gadget bukan sekadar soal durasi, tetapi bagaimana orangtua mengarahkan, mendampingi, dan menyeimbangkannya dengan interaksi langsung dalam kehidupan sehari-hari.
Tag: #mengapa #efek #screen #time #pada #kemampuan #bahasa #anak #bisa #berbeda #beda