Awas! 3 Hal Ini Diam-diam Memicu Burnout, Hentikan Sebelum Terlambat
Bertahan dari budaya burnout ancam kesehatan mental (Pexels)
08:24
27 November 2025

Awas! 3 Hal Ini Diam-diam Memicu Burnout, Hentikan Sebelum Terlambat

 Zaman sekarang, banyak orang merasa terpaksa hidup dalam budaya kerja nonstop, sering lembur, membawa pekerjaan ke rumah, dan selalu siap sedia bahkan di luar jam kerja, sementara tetap menjaga keseimbangan kerja dengan pola hidup penting.

Sayangnya, kebiasaan ini sering berujung pada kelelahan fisik, stres emosional, dan kelelahan mental kronis, atau yang dikenal sebagai burnout.

Reaksi seperti ini wajar, karena otak manusia memang dirancang untuk waspada ketika menghadapi ancaman atau ketidakpastian.

Namun, ada juga individu yang mampu tetap hadir, lebih tenang, dan konsisten dalam melewati masa-masa sulit.

Mereka tidak kebal terhadap stres, tetapi memiliki kebiasaan tertentu yang membuat mereka mampu mengontrol emosi tanpa tenggelam dalam kecemasan.

Melansir dari laman Yourtango pada Rabu (26/11), menyebutkan tiga hal yang harus dihentikan agar dapat bertahan dari budaya burnout saat ini.

Penelitian psikolog dalam National Library of Medicine, menemukan bahwa individu yang terbiasa melatih mindfulness memiliki tingkat stres yang lebih rendah dan kemampuan regulasi emosi yang lebih baik.

Mindfulness membantu otak tetap berada di saat ini, bukan terjebak memikirkan masa lalu atau mengkhawatirkan hal yang belum terjadi. Hal ini membuat seseorang lebih stabil ketika menghadapi masalah.

Berikut tiga kebiasaan yang bisa kamu pelajari agar tetap hadir dan kuat secara emosional, meskipun tantangan datang menghampiri.

  1. Menjadi pejuang kerja

Banyak orang bangga jika bisa bekerja melewati batas jam kerja normal, mengecek email malam hari, membawa laptop ke rumah, atau terus bekerja di akhir pekan demi tuntutan karier.

Work warrior adalah orang yang terlalu bangga menunjukkan dedikasi dengan terus bekerja.

Bekerja berlebihan tanpa batas nyata adalah faktor utama penyebab burnout, lingkungan kerja dengan tuntutan tinggi, tanpa dukungan sosial atau waktu pemulihan, meningkatkan risiko stres, kelelahan emosional, dan penurunan produktivitas.

Kenapa sebaiknya kebiasaan ini dihentikan, tubuh dan pikiran perlu waktu istirahat agar pulih.

Tanpa istirahat, kerja terus-menerus justru membuat kualitas hasil menurun, dan risiko burn out meningkat drastis.

  1. Mengaburkan batas jam kerja

Kesalahan kedua adalah saat kita tidak punya batas yang jelas antara kerja dan kehidupan pribadi.

Jika sekali anda mengizinkan lembur, maka akan semakin mudah tertarik untuk bekerja lebih sering dan lingkungan pun segera menganggap itu hal biasa.

Tetapkan batas tegas, misalnya setelah jam kerja selesai, laptop ditutup. Bila perlu, tandai di kalender bahwa waktu pribadi adalah non negotiable.

  1. Terbiasa mengeluh atau bersikap sinis (grumbling)

Burnout bukan hanya soal fisik atau jam kerja, tapi juga soal kondisi mental. Sering mengeluh dan sikap sinis adalah tanda awal burnout.

Sebaiknya yang bisa dilakukan agar tidak mengeluh terus menerus, coba praktikkan rasa syukur kecil, mencatat tiga hal positif di hari itu.

Anda juga dapat meluangkan waktu untuk aktivitas menyenangkan di luar kerja sebagai pelepas stres, ini bisa membantu menjaga suasana hati tetap stabil.

Budaya kerja saat ini sering mendorong kita untuk lebih keras, lebih cepat, lebih banyak. Tapi tubuh, pikiran, dan kebahagiaan kita tidak dirancang untuk itu terus-menerus.

Dengan menghentikan kebiasaan menjadi work warrior tanpa batas, menetapkan batas jam kerja yang sehat, serta menjauh dari negativitas terus-menerus, anda memberi ruang bagi kesehatan fisik dan mental untuk pulih.

Anda dapat melakukan langkah bijak ini, agar bisa bertahan dalam budaya kerja modern tanpa harus mengorbankan diri.

Editor: Setyo Adi Nugroho

Tag:  #awas #diam #diam #memicu #burnout #hentikan #sebelum #terlambat

KOMENTAR