Lapangan Kerja Minim Bikin Anak Indonesia Berisiko Fatherless, Benarkah?
- Fenomena fatherless tak hanya pengaruhi rumah tangga, tapi bisa meluas hingga lapangan kerja. Hal ini berdasarkan temuan tim Harian Kompas saat mengulik fenomena fatherless di Indonesia.
“Mau tidak mau (salah satu penyebab fenomena fatherless) adalah minimnya penyediaan lapangan pekerjaan di suatu provinsi,” tutur wartawan Harian Kompas dari desk Investigasi & Jurnalisme Data, Albertus Krisna dalam acara “After Hours Club: Redefining Father Figure” di Gramedia Jalma, Jakarta Selatan, Kamis (23/10/2025).
Adapun fatherless adalah ketidakhadiran sosok ayah dalam kehidupan anak, baik secara fisik maupun emosional.
Fenomena fatherless dan lapangan kerja
Minimnya lapangan kerja bikin ayah harus merantau
Fenomena fatherless di Indonesia tak lepas dari masalah ekonomi dan pekerjaan. Simak hasil risetnya berikut ini.
Tim Harian Kompas mewawancarai 16 psikolog klinis yang sehari-hari bersentuhan langsung dengan masalah keluarga dan anak.
Mereka juga mencocokkan temuan dari para psikolog dengan beberapa variabel, termasuk soal lapangan kerja di 38 provinsi di Indonesia.
Berdasarkan pencocokkan tersebut, ditemukan bahwa provinsi dengan penyediaan lapangan kerja yang minim, memiliki potensi anak menjadi korban fatherless yang lebih tinggi.
“Kami dapat data dari BPS (Badan Pusat Statistik) juga, yang kami coba kombinasi antara jumlah lowongan kerja yang tersedia dan juga jumlah pencari kerja, khususnya pekerja laki-laki,” tutur Krisna.
“Semakin banyak (pekerja laki-laki) yang tidak tertampung di suatu provinsi, itu potensi anak fatherless-nya juga semakin tinggi,” sambung dia.
Minimnya lapangan kerja di suatu provinsi menyebabkan banyak pekerja laki-laki merantau, baik ke provinsi lain maupun ke luar negeri sebagai pekerja migran Indonesia (PMI).
Fenomena fatherless dan persentase penduduk miskin
Fenomena fatherless di Indonesia tak lepas dari masalah ekonomi dan pekerjaan. Simak hasil risetnya berikut ini.
Lapangan kerja dan pekerja laki-laki juga berkaitan dengan persentase penduduk miskin suatu provinsi.
Krisna mengatakan, provinsi dengan persentase yang kecil untuk penduduk miskin, justru memiliki persentase yang tinggi untuk anak dengan potensi menjadi korban fenomena fatherless.
“Dalam artian, untuk mengejar agar tidak miskin, keluarga di provinsi tersebut, seorang ayah harus bekerja lebih keras. Konsekuensinya, waktu bersama anak dan keluarga menjadi berkurang,” jelas Krisna.
Sementara itu, untuk pekerja laki-laki yang tidak bisa mencari pekerjaan di luar provinsi, mereka terpaksa masuk ke dalam dunia kerja informal, yang mana jam kerjanya sering kali tidak menentu.
“Bisa jadi dia memikirkan usahanya siang dan malam, fokus agar bisa mendapatkan penghasilan untuk keluarganya, dan itu otomatis juga berpengaruh terhadap waktu kualitas yang baik untuk anaknya,” pungkas Krisna.
Berdasarkan olahan Tim Jurnalisme Data Harian Kompas menggunakan data Mikro Survei Sosial Ekonomi Nasional Badan Pusat Statistik Maret 2024, sebanyak 20,1 persen atau 15,9 juta anak Indonesia berpotensi tumbuh fatherless.
Dari 15,9 juta itu, sebanyak 4,4 juta anak tinggal di keluarga tanpa ayah. Sisanya alias 11,5 juta anak, mereka tinggal bersama ayah dengan jam kerja lebih dari 60 jam per minggu, atau lebih dari 12 jam per hari, lima hari kerja.
Dengan kata lain, ayah lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah daripada bertemu dengan anak di rumah.
Tag: #lapangan #kerja #minim #bikin #anak #indonesia #berisiko #fatherless #benarkah