



7 Cara Ikhlas dan Move On di Akhir Tahun 2025, Simak Bagaimana!
- Tidak semua kisah dalam hidup berakhir dengan penjelasan yang jelas. Kadang hubungan berhenti di tengah kalimat tanpa kata perpisahan, tanpa permintaan maaf, tanpa alasan yang bisa dijelaskan. Kita hanya dibiarkan menggantung di antara tanda tanya dan perasaan yang belum selesai.
Ketika seseorang pergi tanpa penjelasan, hati dan pikiran seolah tidak bisa menerima. Tubuh ingin tenang, tapi pikiran terus mencari “mengapa”. Padahal, keduanya jarang datang bersamaan.
Bagi kamu yang sedang berjuang untuk ikhlas, memahami tujuh kebenaran ini akan membantu kamu menemukan kedamaian batin, bahkan tanpa harus mendapat penutupan dari orang lain.
Dilansir dari Geediting, Jumat (10/10), berikut 7 cara belajar ikhlas dan move on tanpa penjelasan di akhir tahun 2025.
1. Penutupan itu diciptakan, bukan diberikan orang lain
Menunggu seseorang memberi penjelasan hanya akan membuatmu terjebak dalam harapan yang tak pasti. Kadang jawaban yang datang pun tak bisa menenangkan hati.
Ketenangan bukan soal “mengerti alasan”, tapi soal menerima keadaan.
Cobalah ubah pertanyaanmu menjadi: “Makna apa yang bisa kuterima hari ini?”
Misalnya, “Aku tidak tahu kenapa ini berakhir. Tapi aku tahu aku sudah jujur, dan aku tidak akan kehilangan diriku sendiri demi bertahan di tempat yang salah.”
Kedamaian batin bukan sesuatu yang ditemukan, melainkan sesuatu yang kamu bangun dari dalam diri.
2. Tubuhmu butuh ritual kecil, bukan paragraf panjang
Kita sering mencari “closure” dalam kata-kata, padahal tubuhlah yang sebenarnya ingin tenang.
Lakukan ritual sederhana selama 30 hari: menyalakan lilin setiap malam, berjalan pagi di rute yang sama, atau meletakkan tangan di dada dan bernapas dalam lima kali saat pikiran mulai gelisah.
Kuncinya bukan pada durasi, tapi pada konsistensi.
Ritual kecil membantu tubuhmu merasa aman dan membentuk kebiasaan baru yang menenangkan.
3. Menghubungi dia tidak selalu memberi kejelasan
Keinginan untuk mengirim pesan terakhir sering muncul karena kamu ingin berhenti merasa sakit, bukan karena ingin tahu alasannya. Itu wajar. Tapi pesan terakhir jarang benar-benar menyembuhkan.
Buatlah aturan 24 jam. Jika besok kamu masih ingin menghubunginya, silakan. Namun, kebanyakan rasa ingin itu akan hilang keesokan harinya.
Alihkan dorongan itu dengan tindakan lain: hubungi teman, menulis, berjalan keluar rumah, atau sekadar menarik napas panjang. Kamu bukan sedang menyangkal perasaanmu, kamu sedang melindungi waktumu.
4. Cerita yang kamu yakini menentukan cara kamu sembuh
Banyak orang berpikir mereka mencari penutupan, padahal yang mereka cari sebenarnya adalah cerita yang membuat rasa sakit berhenti.
Hati-hati, karena cerita paling sederhana biasanya yang paling kejam terhadap diri sendiri.
Tulislah ulang ceritamu—dengan jujur, tapi lembut.
Kamu tidak perlu menjadi pahlawan, tapi juga jangan menjadikan dirimu penjahat.
Pilih narasi yang menghargai fakta dan martabatmu. Tanyakan: “Versi mana dari cerita ini yang membuatku tetap jujur dan bisa tidur dengan tenang?”
Itulah cerita yang seharusnya kamu pertahankan.
5. Rasa sedih adalah tanda kecerdasan emosional—beri ia tempat
Kesedihan bukan kelemahan. Itu tanda bahwa hatimu sedang bekerja keras memahami kehilangan.
Saat gelombang perasaan datang, biarkan ia lewat dengan sadar.
Kamu bisa mencoba lima langkah sederhana ini:
-
Sebutkan perasaanmu: sedih, marah, kecewa, takut, hampa.
-
Gerakkan tubuhmu selama lima menit.
-
Tenangkan diri dengan air atau udara segar.
-
Ucapkan satu kalimat penghargaan pada diri sendiri: “Aku boleh merindukan, tapi aku juga boleh memilih diriku.”
-
Lakukan hal kecil yang bermanfaat setelahnya.
Kamu tidak sedang memperbaiki luka, kamu sedang memberi arah agar luka itu tidak mengambil alih seluruh harimu.
6. Tidak mendapat penjelasan juga bisa menjadi bentuk penjelasan
Kadang ketidakjelasan justru menunjukkan kapasitas seseorang. Balasan pesan yang lama, janji yang tak ditepati, atau sikap yang plin-plan—semuanya memberi informasi penting.
Itu bukan kebetulan, melainkan data.
Dan data itu sudah cukup untukmu mengambil keputusan.
Kalau seseorang tidak mampu hadir dengan konsisten, tugasmu bukan memaksanya, tapi menegakkan batas yang sehat.
Katakan dengan tenang: “Aku tidak nyaman dengan komunikasi yang tidak jelas, jadi aku akan mundur. Semoga kamu baik-baik saja.”
Lalu mundurlah. Blokir jika perlu. Itu bukan balas dendam—itu bentuk hormat pada dirimu sendiri.
7. Masa depan tidak menunggu, bangun dari sekarang
Kita sering menunggu “closure” seolah itu kunci menuju babak baru. Padahal hidup yang kamu impikan tidak menunggu penjelasan dari siapa pun.
Mulailah dari hal kecil minggu ini:
-
Daftarkan dirimu ke kelas baru.
-
Rapikan kamar atau lemari.
-
Masak makanan favoritmu.
-
Temui teman lama.
Setiap langkah kecil adalah obat.
Setiap aksi mengirim sinyal ke tubuhmu: “Aku tidak terjebak. Aku sedang bergerak maju.”
Dan pada akhirnya, gerakan itulah yang menjadi penutupan sejati.
Tag: #cara #ikhlas #move #akhir #tahun #2025 #simak #bagaimana