



Apa Itu Konklaf dan Tata Cara Memilih Paus?
Konklaf menjadi agenda penting saat seorang paus meninggal dunia. Pemimpin umat Katolik dunia, Paus Fransiskus, dinyatakan tutup usia pada Senin (21/4/2025) pagi waktu Vatikan. Kematiannya ini disebabkan oleh stroke.
Berbagai agenda dilakukan setelah seorang paus wafat. Tak terkecuali konklaf yang penting untuk digelar bagi masa depan 1,37 miliar umat Katolik di dunia. Adapun berikut penjelasan soal konklaf dan tata caranya.
Apa Itu Konklaf?
Konklaf merupakan pertemuan rahasia para Kardinal (pejabat Gereja). Tujuanya untuk memilih pemimpin umat Katolik sedunia setelah takhta kepausan kosong (sede vacante), baik karena wafat atau undur diri.
Proses itu berlangsung di Vatikan, melibatkan tahapan-tahapan yang penuh ritual dan kerahasiaan. Para Kardinal yang akan memilih berusia di bawah 80 tahun. Sebelumnya, mereka akan berdiskusi terlebih dahulu.
Konklaf dilakukan 15-20 hari setelah takhta kepausan kosong. Sementara itu, lokasi pemungutan suara adalah Kapel Sistina, Vatikan. Untuk menjadi seorang paus, dibutuhkan 2 sampai 3 suara dari Kardinal.
Agenda tersebut penting karena bakal menentukan pemimpin tertinggi umat Katolik dunia selanjutnya. Dengan kata lain, hal ini berdampak besar pada kehidupan beragama, sosial, serta politik di banyak negara.
Konklaf terlama dalam sejarah berlangsung selama hampir tiga tahun (1268-1271). Sedangkan pemilihan paus yang baru paling lama di zaman modern berlangsung selama 181 hari atau terjadi pada tahun 1740 lalu.
Paus Paulus VI pada tahun 1970 menetapkan batasan usia 80 tahun bagi Kardinal pemilih.
Konklaf hampir selalu digelar di Kapel Sistina di Vatikan, kecuali pada tahun 1799-1800 yang berlangsung di Valencia, Spanyol.
Hal itu dikarenakan adanya kependudukan Napoleon di Roma. Kapel Sistina saat konklaf diperiksa untuk memastikan tidak ada alat penyadap. Usai terpilih, Paus baru akan menjalani penobatan dan memulai tugasnya.
Tata Cara Konklaf
Setelah masa kekosongan tahta kepausan, administrasi Gereja sementara dipegang oleh The Camerlengo hingga Paus baru terpilih. Lalu, para Kardinal berkumpul di Kapel Sistina yang dikunci untuk menjaga kerahasiaan.
Konklaf dilakukan berulang kali hingga seorang kandidat memperoleh 2-3 suaea. Proses ini dapat berlangsung beberapa hari, bahkan sampai berminggu-minggu. Proses ini dilaksanakan dengan cara yang terstruktur.
Setiap Kardinal menerima selembar kertas suara berbentuk persegi panjang yang bertuliskan seperti 'Eligio in Summum Pontificem'. Ini menegaskan pilihan mereka merupakan bagian dari panggilan Tuhan.
Usai menuliskan nama calon pilihan secara rahasia, setiap Kardinal lalu melipat kertas suara dengan hati-hati sebelum dimasukkan ke dalam wadah khusus. Setelah itu, kertas suara akan dibakar dalam sebuah tungku khusus.
Asap berwarna hitam menandakan belum ada Paus yang terpilih, sedangkan asap putih menunjukkan sebaliknya. Kemudian, Dekan Kardinal akan menanyakan kesediaan kandidat terpilih untuk menerima jabatan.
Apabila setuju, kandidat itu perlu memilih nama kepausannya. Setelahnya, pengumuman resmi dilakukan dengan prosesi 'Habemus Papam!' (Kami memiliki Paus!) yang menjadi penutup momen konklatf.
Konklaf sendiri menekankan kerahasiaan dan kebebasan dalam pengambilan keputusan. Adapun paus terpilih harus merupakan seorang pria yang telah dibaptis dan punya pengalaman sebagai pemimpin spiritual.
Selain itu, calon yang terpilih perlu diangkat menjadi uskup jika belum memiliki jabatan tersebut. Pasalnya, otoritas tertinggi dalam Gereja hanya bisa diemban oleh seseorang yang sudah menjalani tahbisan secara sah.
Meski tidak ada batasan usia secara resmi, sejarah mencatat bahwa rata-rata usia kandidat saat pemilihan Paus adalah sekitar 65 tahun. Namun, para calon pengganti Paus Fransiskus diketahui berusia di atas angka itu.
Kandidat Paus Baru
Saat ini, sudah muncul sejumlah nama yang dipilih sebagai kandidat kuat untuk menggantikan posisi Paus Fransiskus. Berikut adalah para Kardinal atau pejabat senior Gereja Katolik yang siap memimpin Vatikan.
I. Luis Antonio Tagle
Kardinal Tagle asal Filipina menjadi kandidat utama. Pria berusia 67 tahun ini dikenal sebagai sosok progresif yang dekat dengan Paus Fransiskus dan kerap memimpin Kongregasi Evangelisasi Bangsa-Bangsa.
Tagle juga dikenal memiliki semangat untuk inklusivitas dan evangelisasi. Selain itu, asalnya yang dari kawasan Asia-wilayah dengan pertumbuhan Katolik tercepat- menjadikannya pilihan yang begitu menarik.
II. Pietro Parolin
Kardinal Pietro Parolin adalah Sekretaris Negara Vatikan yang saat ini tengah berusia 70 tahun dan berasal dari Italia. Sosoknya tersebut dianggap mempunyai peranan penting dalam diplomasi internasional.
Salah satunya, hubungan sensitif yang terjadi dengan pihak China dan Timur Tengah. Kardinal Parolin dianggap sebagai sosok moderat yang dapat menjadi sebuah jembatan antara reformasi dan stabilitas.
III. Peter Turkson
Kardinal Turkson berusia 76 tahun asal Ghana dikenal karena kepeduliannya terhadap keadilan sosial. Sebelumnya, ia pernah menjalani aktivitas sebagai seorang Kepala Dikastri untuk Pengembangan Manusia.
Ia juga vokal dalam isu perubahan iklim, kemiskinan, serta keadilan ekonomi. Jika terpilih, Kardinal Turkson akan menjadi paus Afrika pertama dalam lebih dari 1.500 tahun, sejak Paus Gelasius pada abad ke-5.
IV. Peter Erd
Kardinal Erd kandidat konservatif terkemuka asal Hungaria yang berusia 72 tahun. Ia adalah ahli hukum kanon dan pernah memimpin Dewan Konferensi Uskup Eropa. Ia menawarkan kesinambungan teologis bagi siapapun yang rindu Yohanes Paulus II.
V. Angelo Scola
Meski usianya sudah menginjak 82 tahun, namun Kardinal Angelo Scola asal Italia tetap masuk bursa pencalonan. Ia merupakan mantan Uskup Agung Milan yang juga pernah menjadi kandidat kuat dalam konklaf 2013.
Pandangannya yang tradisional menjadikan sosok Kardinal Scola harapan terakhir bagi para kaum konservatif. Walapun faktor usia yang tidak lagi muda, namun hal ini tak dijadikan sebagai hambatan utama.
Kontributor : Xandra Junia Indriasti