2 Hal dari Fadli Zon yang Dikritik Koalisi Sipil soal Perkosaan Massal ’98
Ilustrasi pemerkosaan(KOMPAS.COM/SHUTTERSTOCK)
21:34
16 Juni 2025

2 Hal dari Fadli Zon yang Dikritik Koalisi Sipil soal Perkosaan Massal ’98

- Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas mengecam keras pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang dinilai menyesatkan dan merendahkan perjuangan para korban kekerasan seksual dalam Peristiwa Mei 1998.

"Pertama, ia menyatakan bahwa tidak terdapat bukti kekerasan terhadap perempuan, termasuk perkosaan massal, dalam peristiwa tersebut," kata Koalisi, dilansir siaran pers di situs web KontraS, Senin (16/6/2025).

Kecaman tersebut disampaikan dalam pernyataan bersama yang dirilis pada 12 Juni 2025, menanggapi pernyataan Fadli dalam video wawancara bertajuk “Real Talk: Debat Panas!! Fadli Zon vs Uni Lubis Soal Revisi Buku Sejarah” yang tayang di kanal YouTube IDN Times pada 10 Juni 2025.

Poin kedua yang disoroti Koalisi, Fadli Zon mengeklaim bahwa isu tersebut hanyalah “rumor” dan tidak pernah tercatat dalam buku sejarah.

Pernyataan ini dinilai merupakan bentuk manipulasi, pengaburan sejarah, serta pelecehan terhadap upaya pengungkapan kebenaran atas tragedi kemanusiaan yang terjadi, khususnya kekerasan terhadap perempuan.

Koalisi menilai pernyataan tersebut juga melecehkan kerja-kerja investigatif Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) dan Komnas HAM yang telah mendokumentasikan secara rinci berbagai bentuk kekerasan seksual yang terjadi selama kerusuhan Mei 1998, termasuk perkosaan massal terhadap perempuan, mayoritas dari etnis Tionghoa.

Menurut laporan akhir TGPF pada 23 Oktober 1998, ditemukan setidaknya 52 korban perkosaan, 14 korban perkosaan disertai penganiayaan, serta puluhan korban serangan dan pelecehan seksual lain di Jakarta, Medan, Surabaya, dan sejumlah wilayah lainnya.

TGPF juga mencatat bahwa sebagian besar kekerasan seksual yang terjadi adalah “gang rape”, dilakukan oleh beberapa pelaku secara bergantian dan kerap disaksikan orang lain.

Koalisi menyebut bahwa pernyataan Fadli Zon mengingkari bukti-bukti tersebut dan berpotensi memperkuat budaya impunitas atas pelanggaran berat HAM masa lalu.

Lebih dari itu, sikap tersebut juga dianggap sebagai upaya sistematis untuk menghapus narasi kekerasan seksual Mei 1998 dari sejarah resmi Indonesia.

"Pernyataan Fadli Zon mencerminkan upaya sistematis untuk menghapus jejak pelanggaran HAM di masa Orde Baru, dengan cara meniadakan narasi tentang peristiwa kekerasan seksual Mei 1998 dan pelanggaran berat HAM lainnya dari buku-buku sejarah yang sedang direvisi," ungkap koalisi.

Negara pun disebut mengalami kemunduran dalam menjamin perlindungan kepada perempuan jika sepakat dengan pernyataan Fadli Zon.

Koalisi juga mengkritik peran Fadli Zon yang saat ini memimpin proyek revisi penulisan sejarah nasional dan menjabat sebagai Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK).

Jabatan strategis ini dinilai memberi Fadli ruang untuk mengarahkan narasi sejarah nasional, termasuk potensi rehabilitasi politik terhadap figur-figur kontroversial dari era Orde Baru.

Salah satu kekhawatiran Koalisi adalah menguatnya kembali wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden Soeharto.

Padahal, Soeharto dinilai sebagai tokoh sentral dalam berbagai pelanggaran HAM berat dan praktik korupsi selama masa kepemimpinannya.

"Fadli Zon secara terbuka pernah menyatakan bahwa Soeharto layak mendapat gelar pahlawan. Ini jelas bertolak belakang dengan fakta sejarah dan menyinggung rasa keadilan para korban dan keluarga korban pelanggaran HAM di masa lalu," tutur koalisi.

Dalam pernyataan tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas menyampaikan sejumlah tuntutan:

1. Menuntut Fadli Zon mencabut pernyataannya dan meminta maaf secara terbuka kepada para korban kekerasan seksual Mei 1998.

2. Mendesak pembatalan pengangkatan Fadli Zon sebagai Ketua GTK (Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan -red)

3. Meminta Kementerian Kebudayaan menghentikan proyek penulisan sejarah nasional yang dinilai tidak partisipatif dan berpotensi ahistoris.

4. Menolak segala bentuk upaya rehabilitasi politik terhadap tokoh-tokoh bermasalah dari Orde Baru, termasuk wacana pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto.

5. Mendesak Jaksa Agung segera menindaklanjuti berkas penyelidikan Komnas HAM sesuai UU Pengadilan HAM.

6. Menegaskan pentingnya menjaga hasil kerja TGPF, Komnas HAM, dan Komnas Perempuan sebagai pijakan sejarah bangsa yang adil dan bermartabat.

Bagaimana kalimat Fadli Zon yang dipermasalahkan itu?

Sebelumnya, banyak pihak mengecam pernyataan Fadli Zon yang menyangkal terjadinya pemerkosaan massal pada Mei 1998 lalu.

Dalam wawancara bersama IDN Times, Fadli Zon mengeklaim peristiwa pemerkosaan massal tahun 1998 tidak ada buktinya.

Menurutnya, peristiwa itu hanya berdasarkan rumor yang beredar dan tidak pernah ada bukti pemerkosaan massal pada peristiwa Mei 1998.

"Nah, ada perkosaan massal. Betul enggak ada perkosaan massal? Kata siapa itu? Itu enggak pernah ada proof-nya (bukti). Itu adalah cerita. Kalau ada, tunjukkan. Ada enggak di dalam buku sejarah itu? Enggak pernah ada," ucap Fadli Zon dalam program Real Talk with Uni Lubis, Senin (8/6/2025).

Fadli mengaku pernah membantah keterangan tim pencari fakta yang pernah memberikan keterangan ada pemerkosaan massal pada peristiwa Mei 98.

"Saya sendiri pernah membantah itu dan mereka tidak bisa buktikan. Maksud saya adalah, sejarah yang kita buat ini adalah sejarah yang bisa mempersatukan bangsa dan tone-nya harus begitu," ujar Fadli Zon.

Tag:  #dari #fadli #yang #dikritik #koalisi #sipil #soal #perkosaan #massal

KOMENTAR