



Internet Jadi Urat Nadi Baru Daerah Terpencil, Tapi Pemerataan Masih PR Besar
Akses internet tak lagi bisa dianggap sebagai layanan tambahan. Di era digital seperti sekarang, koneksi yang andal menjadi kebutuhan dasar, setara dengan makan, listrik atau air bersih.
Namun di Indonesia, negara kepulauan dengan lebih dari 17 ribu pulau, pemerataan akses internet masih jadi pekerjaan rumah besar. Upaya untuk memperkecil kesenjangan digital kini terus dilakukan pemerintah, salah satunya lewat program Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) di bawah Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).
Dalam konferensi video yang digelar 11 Juni lalu, Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid menggarisbawahi pentingnya membangun konektivitas yang dibarengi dengan edukasi digital.
“Internet bukan cuma soal tersambung. Yang lebih penting adalah bagaimana masyarakat menggunakannya secara bijak dan produktif,” kata Meutya.
Pernyataan itu menggarisbawahi masalah yang masih kerap luput: akses internet memang bertambah, tapi tanpa pemahaman dan literasi digital, manfaatnya bisa terbatas, atau bahkan menimbulkan masalah baru, seperti penyebaran hoaks dan kecanduan media sosial.
Bakti mencatat sudah ada lebih dari 27 ribu titik layanan publik yang terhubung lewat satelit SATRIA-1, serta lebih dari 6.700 lokasi yang sudah mendapatkan sinyal seluler 4G. Namun sebagian besar pengembangan masih sangat tergantung pada proyek pemerintah pusat.
Di Nusa Tenggara Timur (NTT), misalnya, BAKTI membangun 584 BTS dan menyediakan hampir 2.700 titik akses internet gratis. Di Maluku Utara, angkanya mencapai 497 BTS dan lebih dari 680 titik akses internet. Tapi pembangunan ini belum menyentuh banyak desa yang lebih kecil dan terpencil.
Peningkatan kecepatan layanan juga tengah diupayakan dengan mengganti jaringan VSAT ke microwave berkecepatan 8 Mbps per lokasi. Namun, angka ini masih jauh dari memadai jika dibandingkan dengan rata-rata kecepatan internet di kota besar.
“Peningkatan kualitas jaringan memang mulai terasa, tapi masih banyak wilayah blank spot yang belum terjangkau,” kata Fadhilah Mathar, Direktur Utama BAKTI.
Meski belum merata, kehadiran internet di wilayah 3T mulai memberikan dampak nyata. Di Halmahera Barat, Maluku Utara, seorang kepala sekolah dasar menyebut guru kini bisa mengikuti pelatihan daring, dan siswa bisa ikut asesmen online—dua hal yang sebelumnya tidak mungkin dilakukan.
Di perbatasan Indonesia, Timor Leste, TNI yang bertugas kini bisa melaporkan kegiatan dan mengakses informasi nasional dengan lebih cepat. Warga sekitar pos pun ikut menikmati fasilitas internet.
Sementara di desa Sasur, Halmahera Barat, kepala desa menyebut bahwa akses internet membantu mereka mengembangkan website desa dan membangun komunikasi antarwarga. Tapi semua itu bergantung pada kualitas jaringan yang kadang tidak stabil.
“Kalau hujan, sinyal suka hilang. Kadang harus tunggu cuaca baik dulu baru bisa kirim laporan atau buka aplikasi,” kata seorang perangkat desa yang enggan disebut namanya.
Gubernur NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena, menyebut konektivitas internet bisa menjadi kunci pengembangan ekonomi desa, termasuk lewat program One Village One Product (OVOP) dan pemasaran produk lewat e-commerce. Namun harapan ini belum sejalan dengan kapasitas digital masyarakat di banyak daerah.
Tanpa pelatihan yang memadai, banyak pelaku UMKM di desa belum mampu mengakses pasar digital secara optimal. Beberapa bahkan belum memahami cara membuka akun e-commerce atau membuat konten promosi.
Menkomdigi Meutya Hafid juga menyebut pemerataan digital sebagai tanggung jawab kolektif, tidak hanya pemerintah pusat tapi juga pemerintah daerah, masyarakat, dan sektor swasta. Namun hingga kini, arah kebijakan dan pembangunan infrastruktur digital masih sangat tersentralisasi di Jakarta.
Di banyak daerah, pembangunan menara BTS atau jaringan internet masih bergantung pada proyek nasional. Pemerintah daerah belum sepenuhnya punya kapasitas, baik fiskal maupun teknis untuk menginisiasi pembangunan sendiri.
Tag: #internet #jadi #urat #nadi #baru #daerah #terpencil #tapi #pemerataan #masih #besar