Saat Anak Muda dan Budaya Bertemu di 'Laras Hati Mangkunegaran'
Ilustrasi konser musik. (Pexels/Activedia)
15:41
21 April 2025

Saat Anak Muda dan Budaya Bertemu di 'Laras Hati Mangkunegaran'

Di tengah arus globalisasi dan derasnya budaya populer luar negeri, banyak anak muda Indonesia mulai menjauh dari akar budayanya sendiri. Tradisi dianggap kuno, acara budaya terasa asing.

Akibatnya, warisan budaya Nusantara terancam hanya tinggal sejarah tanpa pewaris.

Melihat kegelisahan itu, perayaan Adeging Mangkunegaran ke-268 mencoba menjawab dengan pendekatan baru: Laras Hati Mangkunegaran konser musik lintas generasi yang memadukan kekuatan budaya lokal dan semangat anak muda.

Digelar Sabtu (19/4/2025) di kawasan ikonik Pamedan Mangkunegaran, Surakarta, konser ini menghadirkan musisi tanah air seperti Kunto Aji, Bernadya, Maliq & D’Essentials, dan Souljah. Mereka membawa pesan bahwa mencintai budaya tak harus kaku—bisa ekspresif, segar, dan tetap relevan.

Kunto Aji membuka penampilan dengan lagu penuh makna, seperti Terlalu Lama Sendiri dan menciptakan suasana emosional dan khidmat. Bernadya, menyanyikan lagu Untungnya Hidup Harus Tetap Berjalan, yang tentu sudah familiar di telinga publik.

Laras Hati Mangkunegaran. Laras Hati Mangkunegaran.

Kemudian, Maliq & D’Essentials juga membawa suasana dengan apik lewat lagu-lagu andalan seperti Dia dan Pilihanku. Souljah, menutup acara dengan nuansa reggae dan ska khas mereka.

Direktur SisiplusbyKatadata, Andikha, menegaskan bahwa ini bukan sekadar konser.

“Ini bukan sekadar konser musik, tetapi momentum untuk mempererat hubungan antara generasi muda dengan akar budayanya. Kami percaya bahwa ruang seperti ini penting untuk terus dihadirkan, agar tradisi tidak hanya dikenang, tetapi juga dihidupi kembali dengan cara-cara yang relevan dan menarik bagi generasi masa kini,” ujarnya, Sabtu (19/4/25) di Pamedan Mangkunegaran.

Ia menegaskan, bahwa ini merupakan penghargaan terhadap nilai sejarah dan budaya yang menjadi bagian penting dari perjalanan bangsa.

“Kehadiran musik modern yang berpadu dengan semangat kebudayaan lokal menunjukkan bahwa masa lalu dan masa kini bisa saling menguatkan. Harapannya, semangat seperti ini bisa terus bergema dan menginspirasi gerakan budaya yang inklusif dan berkelanjutan,” tambahnya.

Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero), Fadjar Djoko Santoso, turut menambahkan bahwa keterlibatan anak muda adalah kunci pelestarian budaya.

“Tradisi seperti ini penting agar generasi muda tetap mengenal, mencintai, dan meneruskan warisan budaya bangsa,” ujar Fadjar.

Sejarah Mangkunegaran

Praja Mangkunegaran merupakan kadipaten yang didirikan oleh Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (K.G.P.A.A.) Mangkoenagoro I pada tahun 1757. Praja Mangkunegaran merupakan daerah otonom yang berhak memiliki tentara independen.

Praja Mangkunegaran terbentuk pada tanggal 17 Maret 1757 atau tepatnya setelah Perjanjian Salatiga yang ditandatangani oleh Susuhunan Paku Buwana III dan Raden Mas Said (nama lahir dari K.G.P.A.A. Mangkoenagoro I) dengan disaksikan oleh Patih Danurejo sebagai perwakilan dari Sri Sultan Hamengku Buwono I dan VOC. Berdasarkan perjanjian tersebut, K.G.P.A.A. Mangkoenagoro I berhak memerintah di wilayah Kaduang, Nglaroh, Matesih, Wiroko, Haribaya, Honggobayan, Sembuyan, Gunung Kidul, Kedu, dan Pajang sebelah utara dan selatan.

Setelah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menyatakan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, Praja Mangkunegaran di bawah kepemimpinan K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VIII menyatakan bergabung dengan NKRI pada 1 September 1945, lantas direncanakan memiliki daerah otonomi khusus bersama dengan Kasunanan Surakarta Hadiningrat.

Namun meletusnya revolusi sosial di Surakarta pada tahun 1945-1946, telah mengakibatkan Praja Mangkunegaran kehilangan kedaulatannya. Akan tetapi, Mangkunegaran masih tetap menjalankan fungsinya sebagai penjaga budaya hingga saat ini.

Pura Mangkunegaran tetap memiliki pesona. Ia tidak hanya menjadi simbol sejarah, tapi juga ruang hidup bagi budaya Jawa, khususnya di Solo. Tempat ini masih aktif merawat tradisi, sekaligus terbuka untuk publik. Ada beberapa bagian yang bisa dijelajahi oleh pengunjung:

Pamedan

Ini adalah hamparan lapangan hijau yang dulunya dipakai untuk latihan prajurit Mangkunegaran. Letaknya dekat gapura hijau, pintu utama kompleks pura. Di sisi timurnya berdiri Gedung Kavallerie Artillerie.

Pendopo Ageng

Berukuran 3.500 meter persegi, pendopo ini berbentuk Joglo dan sanggup menampung hingga 10.000 orang. Bangunan megah ini sering digunakan untuk acara penting dan upacara budaya.

Pringgitan

Terletak di belakang Pendopo Ageng, pringgitan adalah ruang transisi yang biasa digunakan untuk menyambut tamu kehormatan dan menggelar pertunjukan wayang. Bentuknya khas, bergaya kuthuk ngambang.

Ndalem Ageng

Bangunan berbentuk limasan ini kini berfungsi sebagai museum. Di dalamnya tersimpan berbagai benda bersejarah yang berkaitan erat dengan Mangkunegaran.

Keputren

Inilah kawasan tempat tinggal keluarga kerajaan. Dihiasi patung bergaya Eropa klasik dan kolam air mancur, Keputren menyuguhkan suasana tenang sekaligus elegan.

Pracimoyasa

Ruang keluarga yang terbuka ke arah taman ini sering dipakai untuk pertemuan penting maupun acara besar.

Editor: Bimo Aria Fundrika

Tag:  #saat #anak #muda #budaya #bertemu #laras #hati #mangkunegaran

KOMENTAR