Menyingkap Hubungan Kelompok Houthi di Yaman dengan Iran
KELOMPOK pemberontak Houthi, yang secara resmi bernama Ansar Allah (Pembantu Allah), di Yaman selama ini dituding sebagai sekutu dekat Iran. Sedekat apa hubungan mereka?
Kelompok Houthi kembali menjadi pusat perhatian dunia setelah menjadi target serangan rudal pasukan koalisi pimpinan Amerika Serikat (AS) dan Inggris pada Jumat (12/1/2024) lalu. Pasukan koalisi merespons sejumlah serangan Houthi terhadap kapal-kapal kargo yang melintasi Luat Merah dalam beberapa bulan terakhir.
Kelompok Houthi mengatakan, serangan mereka terhadap kapal-kapal itu sebagai bentuk dukungan terhadap Hamas dan Palestina yang berperang melawan Israel. Muncul tuduhan bahwa serangan Houthi itu atas perintah dari Iran yang merupakan sekutu Houthi.
Tahun 2014, kelompok Houthi menjadi perhatian dunia setelah berhasil menguasai Ibu Kota Yaman, Sana'a, dan sebagian besar wilayah negara itu. Yaman saat ini masih berstatus negara konflik walau relatif tenang. Berbagai pihak yang berseteru tampaknya melihat bahwa mereka sudah menghadapi jalan buntu.
Houthi awalnya merupakan gerakan pemberontak yang bermula di Yaman utara. Mereka tidak puas dengan pemerintahan yang korup dan merasa dianaktirikan.
Kelompok itu mengambil nama dari pendirinya, Hussein Badreddin al-Houthi. Pada awalnya, Houthi lebih fokus pada isu-isu lokal dan agama, namun lama-kelamaan menjadi lebih militan dan politis.
Mereka mengklaim bahwa perjuangannya mewakili kelompok minoritas Zaidi, cabang dari Islam Syiah yang cukup dominan di Yaman utara. Hal itu membedakan mereka dari mayoritas orang muslim Sunni di Yaman.
Hubungan Penuh Nuansa dengan Iran
Hubungan Houthi dengan Iran seringkali dikaitkan dalam bingkai agama, sebagai sesama Syiah. Walau Houthi masuk kelompok Islam Syiah, tetapi mereka termasuk dalam cabang tertentu yang disebut Zaidi. Mereka mempunyai keyakinan yang membedakannya dari kelompok Syiah arus utama seperti yang ada di Iran.
Misalnya, mereka tidak percaya akan kembalinya sosok mesias, yaitu imam ke-12. Imam ke-12 dianggap sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW, dan imam ke-12 dianggap telah menghilang tetapi diperkirakan akan kembali suatu saat nanti.
Jadi, sebetulnya ada lebih banyak nuansa dan sejarah di balik hubungan Houthi dengan Iran. Iran, sebagai negara mayoritas Syiah, telah lama menjadi pemain kunci di Timur Tengah. Iran sering mendukung kelompok Syiah di berbagai negara, termasuk Houthi di Yaman. Hubungan itu terjalin seiring dengan meningkatnya ketegangan antara Iran dan Arab Saudi, negara Sunni terkemuka di kawasan.
Iran dituding telah memberikan dukungan militer kepada Houthi, termasuk pelatihan, persenjataan, dan bantuan finansial. Beberapa laporan menunjukkan, Iran mengirimkan rudal dan teknologi drone ke Houthi, yang digunakan dalam serangan terhadap Arab Saudi dan target lainnya.
Iran tentu saja menyangkal adanya dukungan militer langsung, meskipun mengakui dukungan politis dan spiritual. Meski Iran membantah keterlibatan langsung, bukti yang ditemukan PBB dan negara-negara Barat sering menunjuk ke arah sebaliknya.
Namun, penting untuk dicatat bahwa dukungan Iran tidak sebanding dengan dukungan yang diberikan Arab Saudi kepada pemerintah Yaman yang mereka dukung.
Secara politik dan ideologis, hubungan antara Iran dan Houthi sebenarnya lebih kompleks. Iran sering dianggap sebagai pelindung kelompok Syiah di seluruh Timur Tengah. Mereka mendukung Houthi sebagai bagian dari strategi regional mereka untuk memperluas pengaruh dan menantang dominasi Arab Saudi.
Namun, Houthi tetap independen dalam banyak hal, dengan agenda dan tujuan yang spesifik untuk Yaman.
Farea Al-Muslimi, peneliti dari Chatham House’s Middle East and North Africa Program dalam "The Houthis of Yemen: A Political, Ideological, and Social Movement" (2019), menyatakan bahwa meskipun ada dukungan Iran, Houthi memiliki agenda domestik yang terutama berfokus pada isu-isu politik dan ekonomi Yaman.
Hamidreza Azizi, peneliti di Institut Urusan Internasional dan Keamanan Jerman, juga mengatakan hal senada, bahwa Houthi tetap independen walau misalnya menjadi hubungan dengan Iran. Menurut dia, Houthi tidak terlalu bergantung pada Iran sebagaimana Hizbullah di Lebanon, misalnya.
Dalam konteks regional, hubungan Houthi dan Iran bisa dilihat dalam kerangka perjuangan kekuasaan di Timur Tengah. Arab Saudi, sekutu dekat AS, melihat kehadiran Houthi sebagai ancaman dan pengaruh Iran di perbatasannya. Ini menyebabkan intervensi militer Saudi di Yaman sejak 2015.
Konflik di Yaman pun berubah menjadi perang proksi antara Iran dan Saudi, dengan Houthi sebagai aktor utama di lapangan.
Menurut James Dorsey dalam bukunya "The Turbulent World of Middle East Soccer" (2021), konflik itu tidak hanya merupakan pertempuran militer tetapi juga ideologis, mewakili perjuangan antara Sunni dan Syiah untuk supremasi regional.
Agenda Tersendiri Houthi
Houthi memang memandang dirinya sebagai bagian dari apa yang disebut Poros Perlawanan, sebuah aliansi regional pimpinan Iran yang juga mencakup Hamas di Gaza, Hezbullah di Lebanon, dan berbagai faksi paramiliter di Irak.
Ideologi Houthi dapat disimpulkan dari slogan mereka: "Kematian AS, kematian Israel, kutukan terhadap Yahudi, dan kemenangan Islam".
Menurut pakar Yaman di Institut Perdamaian Eropa, Hisham Al-Omeisy, hal itulah yang membuat Houthi kini menyerang kapal-kapal kargo yang bertujuan ke Israel di kawasan Teluk.
"Sekarang mereka sebenarnya memerangi imperialis, mereka memerangi musuh-musuh bangsa Islam... Itu selaras dengan landasan mereka," kata Al-Omeisy sebagaimana dikutip BBC.
Namun memang sulit untuk mengetahui secara pasti seberapa besar dukungan yang diperoleh Houthi dari Iran, atau seberapa besar respons mereka terhadap order dari Teheran.
Terkait serangan Houthi terhadap kapal-kapal kargo di Laut Merah, misalnya, sulit untuk mengetahui bahwa itu adalah order Iran demi menekan Israel dalam konflik Palestina.
Fabian Hinz, peneliti analisis pertahanan dan militer di Institut Internasional untuk Studi Strategis, mengatakan, diragukan bahwa Iran berperan dalam serangan belakangan ini terhadap kapal-kapal di Laut Merah.
Menurut Farea al-Muslimi, serangan-serangan itu justru lebih merupakan pesan politik untuk khalayak domestik di Yaman sendiri.
“Perang ini adalah kesempatan emas bagi kelompok Houthi untuk menunjukkan posisi mereka yang pro-Palestina, anti-Israel, dan anti-Amerika kepada penduduk setempat,” kata al-Muslimi seperti dilaporkan DW.
Jadi, hubungan Houthi dengan Iran tidak hanya berakar pada kesamaan agama atau dukungan militer, tetapi juga pada kepentingan strategis, politik regional, dan lokal.
Tag: #menyingkap #hubungan #kelompok #houthi #yaman #dengan #iran