Kronologi Tragedi Rio: Dari Operasi Anti-Narkoba hingga 132 Orang Tewas dalam “Pembantaian Terburuk” di Brasil
Seorang pelayat mencium mayat tertutup di favela Kompleks Penha di Rio de Janeiro, Brasil, pada 29 Oktober 2025 setelah operasi polisi mematikan terhadap perdagangan narkoba. (Ricardo Moraes/Reuters)
08:51
31 Oktober 2025

Kronologi Tragedi Rio: Dari Operasi Anti-Narkoba hingga 132 Orang Tewas dalam “Pembantaian Terburuk” di Brasil

 
 

 - Apa yang awalnya disebut pemerintah Brasil sebagai operasi besar pemberantasan narkoba berubah menjadi tragedi nasional. Dalam waktu kurang dari 48 jam, 132 orang tewas di dua kawasan padat penduduk Rio de Janeiro, menjadikannya penggerebekan paling mematikan dalam sejarah Brasil modern.

Berikut kronologi lengkap peristiwa berdarah yang kini mengguncang Brasil dan memicu kecaman dunia internasional.

Awal Operasi: Serangan Subuh di Kawasan Favela

Selasa (28/10) dini hari, sekitar 2.500 polisi dan tentara dikerahkan ke dua wilayah utara Rio, Kompleks Penha dan Kompleks Alemao, yang dikenal sebagai markas besar kelompok kriminal Comando Vermelho (Red Command).

Operasi itu, menurut kepolisian negara bagian, telah direncanakan berbulan-bulan. Strateginya adalah memaksa anggota geng keluar dari wilayah padat penduduk menuju kawasan perbukitan berhutan di sekitar kota. Di sanalah pasukan khusus sudah menunggu untuk melakukan penyergapan.

Namun rencana itu berubah menjadi baku tembak brutal ketika kelompok bersenjata Red Command melawan. Ledakan dan rentetan peluru terdengar di seluruh penjuru favela, membuat warga terperangkap di rumah mereka.

Sekolah dan universitas di sekitar lokasi langsung ditutup, toko-toko menurunkan pintu besi, dan beberapa jalan utama diblokir. “Kami hanya bisa tiarap dan berdoa. Peluru beterbangan seperti hujan,” kata seorang warga kepada media lokal.

Siang Hari: Puluhan Jenazah di Jalan, Warga Berteriak “Pembunuh!”

Beberapa jam setelah baku tembak berhenti, puluhan jenazah mulai bermunculan di jalan-jalan sempit favela. Foto-foto dari lokasi memperlihatkan warga menata tubuh-tubuh korban di trotoar, menunggu kedatangan petugas forensik.

Ratusan orang kemudian berbondong-bondong menuju kantor pemerintahan negara bagian, meneriakkan “assassinos!” (pembunuh) dan menuntut Gubernur Rio Claudio Castro mundur.

“Ini bukan perang melawan narkoba, ini pembantaian terhadap rakyat miskin,” teriak salah satu demonstran.

Pada saat itu, pemerintah negara bagian masih melaporkan 58 korban tewas, termasuk empat polisi. Namun pada malam hari, kantor pembela umum negara bagian merilis data yang jauh berbeda: 132 korban jiwa, sebagian besar warga sipil.

Pemerintah Klaim Sukses, Publik Murka

Meski angka korban terus bertambah, Gubernur Claudio Castro, sekutu politik mantan Presiden Jair Bolsonaro, menyebut operasi itu 'berhasil besar'.

“Hari ini adalah hari bersejarah dalam perang melawan kejahatan di Rio de Janeiro,” ujarnya melalui video di platform X.

Castro juga mengumumkan hasil sitaan: lebih dari satu ton narkoba dan 118 senjata api. Namun, pernyataannya justru memperdalam kemarahan publik.

Warga dan aktivis HAM menuding pemerintah melakukan operasi pembalasan tanpa prosedur hukum yang menargetkan warga miskin di favela. “Ini bukan strategi keamanan, tapi eksekusi massal yang disahkan negara,” kata seorang pengacara hak asasi manusia setempat.

Rabu Pagi: Lula Terkejut, Menteri Sebut Sangat Berdarah

Mengutip Al-Jazeera, sehari setelah tragedi itu, Presiden Luiz Inácio Lula da Silva mengaku “terkejut dan marah”. Menteri Kehakiman Ricardo Lewandowski menyebut operasi tersebut 'sangat berdarah' dan menyampaikan belasungkawa kepada keluarga korban, termasuk mereka yang 'tidak bersalah'.

“Presiden Lula benar-benar ngeri dengan skala kekerasan yang terjadi,” ujar Lewandowski. Ia juga menegaskan bahwa pemerintah federal tidak pernah diberi tahu atau diminta terlibat dalam operasi itu.

Kementerian Kehakiman kini sedang menginvestigasi dugaan pelanggaran prosedur oleh aparat kepolisian negara bagian Rio.

Kamis: Mahkamah Agung dan PBB Turun Tangan

Kemarahan publik yang meluas membuat Mahkamah Agung Brasil memerintahkan Gubernur Castro memberikan laporan lengkap terkait operasi tersebut.
Hakim Alexandre de Moraes menjadwalkan sidang khusus pada Senin mendatang bersama pimpinan militer dan kepolisian Rio.

Di Jenewa, Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk HAM (OHCHR) ikut mengecam.

“Kami memahami tantangan menghadapi geng bersenjata, tetapi Brasil harus memutus siklus kekerasan brutal dan memastikan operasi kepolisian mematuhi standar internasional,” kata juru bicara OHCHR Marta Hurtado.

Sementara itu, Human Rights Watch menilai operasi tersebut menandakan kegagalan kebijakan keamanan Rio.

“Serangkaian operasi mematikan yang tidak membuat warga lebih aman justru menunjukkan kegagalan negara melindungi rakyatnya,” tegas Cesar Munoz, Direktur HRW Brasil.

Latar Belakang: Sejarah Panjang Kekerasan Polisi di Rio

Kekerasan dalam operasi kepolisian bukan hal baru di Brasil. Namun jumlah korban kali ini mencetak rekor kelam.

Sebelumnya, operasi paling mematikan terjadi pada 2021 di Jacarezinho, menewaskan 29 orang. Tahun berikutnya, penggerebekan di Kompleks Alemao juga menelan 19 korban jiwa.

Jurnalis kriminal Rafael Soares menjelaskan bahwa Red Command tengah berupaya merebut kembali wilayah yang sebelumnya dikuasai rivalnya, First Capital Command (PCC).

“Biasanya operasi semacam ini menewaskan belasan orang. Tapi kali ini, skalanya luar biasa besar dan brutal,” ujarnya kepada BBC.

Politik Memanas: Keamanan Jadi Isu Pemilu

Tragedi ini menambah tekanan terhadap pemerintahan Lula yang menghadapi pemilu nasional tahun depan. Survei Paraná Pesquisas menunjukkan hampir 50% warga Brasil menilai keamanan nasional memburuk di bawah pemerintahan saat ini.

Oposisi memanfaatkan situasi ini untuk menyerang Lula.

“Presiden para bandit pasti kecewa, karena kehilangan pemilihnya di Rio,” sindir anggota Kongres Gilvan da Federal, mengacu pada anggota geng Red Command yang tewas.

Editor: Sabik Aji Taufan

Tag:  #kronologi #tragedi #dari #operasi #anti #narkoba #hingga #orang #tewas #dalam #pembantaian #terburuk #brasil

KOMENTAR