



Duka di Gaza Masih Berlanjut di Tengah Gencatan Senjata: Lebih dari 68 Ribu Tewas, Ribuan Hilang
- Gencatan senjata sementara antara Israel dan Hamas yang disepakati awal Oktober menandai fase pertama dari rencana perdamaian yang dimediasi Amerika Serikat.
Namun, bagi warga Gaza, kedamaian itu belum berarti akhir dari penderitaan. Dua tahun perang telah meninggalkan jejak genosida, kehancuran total, dan krisis kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Kementerian Kesehatan Palestina melaporkan hingga Minggu lalu, lebih dari 68.000 orang tewas dan sekitar 170.200 terluka sejak perang meletus pada Oktober 2023.
Lebih dari 20.000 di antaranya adalah anak-anak, lebih dari sepertiga dari total korban jiwa. “Setiap keluarga di Gaza telah kehilangan seseorang,” ujar pejabat kementerian dalam pernyataannya.
Namun angka ini diyakini hanyalah sebagian kecil dari kenyataan. Mengutip The New Arab, ribuan lainnya diyakini masih tertimbun di bawah reruntuhan, tewas akibat kelaparan, kekurangan obat, dan blokade total yang memutus akses terhadap air bersih serta bahan bakar.
PBB bahkan menyebut situasi di Gaza sebagai ‘genosida modern’.
Sementara itu, setelah gencatan senjata diumumkan, Israel telah menyerahkan 135 jenazah warga Palestina, menurut Kementerian Kesehatan di Gaza. Banyak dari jasad itu menunjukkan tanda-tanda penyiksaan dan eksekusi lapangan, tangan terikat, mata tertutup, dan tubuh dimutilasi.
“Ini bukan sekadar perang. Ini pembantaian,” kata seorang pejabat Gaza yang meminta penyelidikan internasional independen atas dugaan kejahatan perang dan genosida.
Kemudian, dalam laporan pada 16 September, Komisi Penyelidikan Independen PBB menyimpulkan bahwa Israel telah melakukan tindakan genosida terhadap rakyat Palestina di Gaza. Temuan itu memperkuat tuntutan agar Mahkamah Internasional (ICJ) segera menindaklanjuti kasus ini.
Data dari proyek Armed Conflict Location & Event Data (ACLED) juga menunjukkan lebih dari 67.900 kematian akibat kekerasan politik antara 7 Oktober 2023 hingga 3 Oktober 2025. Jumlah tersebut hampir setara dengan laporan resmi Gaza, namun para peneliti menegaskan bahwa korban sebenarnya jauh lebih banyak.
Di sisi lain, Kementerian Kesehatan Gaza mengakui data yang mereka miliki tidak mencakup semua korban. “Kami hanya dapat mencatat mereka yang dibawa ke rumah sakit atau masuk ke kamar jenazah,” kata juru bicara kementerian.
Menurut laporan lembaga medis The Lancet (Februari 2025), serangan Israel terhadap fasilitas kesehatan telah melumpuhkan sistem pencatatan kematian. Banyak korban yang tewas di rumah-rumah atau di reruntuhan tidak pernah tercatat secara resmi.
Laporan tersebut menyimpulkan bahwa angka resmi hanyalah estimasi minimum, dan kemungkinan besar terjadi “under-reporting yang signifikan.”
Masih ada lagi, kebijakan blokade Israel juga telah menciptakan bencana kelaparan buatan manusia. Setidaknya 463 warga Palestina meninggal akibat malnutrisi, termasuk 157 anak-anak. Ribuan lainnya menderita penyakit yang tak bisa diobati karena hancurnya sistem kesehatan.
Sebuah Survei Mortalitas Gaza (GMS) menemukan bahwa antara Oktober 2023 hingga Januari 2025, total kematian di Gaza mencapai 84.000 jiwa, termasuk korban tidak langsung akibat kelaparan, penyakit, dan kekurangan obat.
“Lebih dari separuh korban adalah perempuan, anak-anak, dan lansia,” tulis laporan itu.
Meski kesepakatan damai sementara telah diberlakukan, serangan sporadis masih terjadi. Hal ini menghambat tim penyelamat untuk mengevakuasi jenazah dari reruntuhan.
“Sulit sekali mendokumentasikan korban di tengah tembakan dan serangan udara,” kata Ashraf Hamdan, peneliti asal Gaza, kepada The New Arab.
PBB dan lembaga HAM internasional kini memanfaatkan jeda gencatan senjata untuk menilai skala sebenarnya dari kehancuran Gaza, meski risiko bagi tim investigasi tetap tinggi.
Tag: #duka #gaza #masih #berlanjut #tengah #gencatan #senjata #lebih #dari #ribu #tewas #ribuan #hilang