Perang Candu Pertama: Titik Balik yang Mengubah Sejarah Tiongkok dan Hubungan dengan Barat
Ilustrasi Perang Candu Pertama di benteng Amoy oleh J.H. Lynch, 1841 (Dok. The Collector)
14:51
11 Oktober 2025

Perang Candu Pertama: Titik Balik yang Mengubah Sejarah Tiongkok dan Hubungan dengan Barat

- Perang Candu pada pertengahan abad ke-19 menjadi salah satu titik balik penting dalam sejarah modern Tiongkok. Konflik ini terdiri dari dua perang besar, yakni Perang Candu Pertama (1839-1842) antara Tiongkok dan Inggris, serta Perang Candu Kedua (1856-1860) yang melibatkan Tiongkok melawan Inggris dan Prancis. 

Dilansir dari Asia Pacific Curriculum, dalam kedua perang tersebut, Tiongkok mengalami kekalahan telak. Kekalahan itu memaksa pemerintahan Qing menyerahkan Hong Kong kepada Inggris, membuka sejumlah pelabuhan perjanjian untuk perdagangan asing, dan memberikan hak-hak istimewa kepada warga asing yang beroperasi di wilayah tersebut.

Akar Permasalahan

Menurut National Army Museum, akar dari Perang Candu Pertama bermula dari sengketa perdagangan antara Inggris dan Kekaisaran Qing. Pada awal abad ke-19, perdagangan barang-barang asal Tiongkok seperti teh, sutra, dan porselen sangat menguntungkan bagi para pedagang Inggris. Namun, Tiongkok menolak membeli produk Inggris dan hanya menerima pembayaran dalam bentuk perak. 

Akibatnya, cadangan perak Inggris terkuras. Untuk memperbaiki ketimpangan perdagangan ini, Perusahaan Hindia Timur Inggris (East India Company) dan pedagang Inggris lainnya mulai menyelundupkan candu dari India ke Tiongkok secara ilegal, lalu menukarnya dengan perak. Perak tersebut kemudian digunakan untuk membeli teh dan barang-barang Tiongkok lainnya.

Menjelang tahun 1839, penjualan candu telah menjadi penyokong utama perdagangan teh Inggris. Awalnya candu digunakan di Tiongkok sebagai obat penghilang rasa sakit dan penenang. Namun, pada tahun 1840, jutaan rakyat Tiongkok telah menjadi pecandu akibat impor ilegal Inggris. Pemerintah Qing berusaha menghentikan impor candu karena dua alasan yaitu, dampak sosial yang merusak dan hilangnya keunggulan dagang Tiongkok atas Inggris.

Meletusnya Perang

Pada Mei 1839, pemerintah Tiongkok memaksa pejabat perdagangan Inggris, Charles Elliott, menyerahkan seluruh stok candu di Kanton untuk dimusnahkan. Tindakan ini memicu kemarahan Inggris dan menjadi pemicu pecahnya perang. Hubungan diplomatik antara kedua negara memang sudah lama tegang akibat perbedaan budaya dan sikap saling curiga. Inggris menolak tradisi kowtow di hadapan Kaisar, sementara pejabat Tiongkok menganggap Inggris arogan dan sulit diajak bernegosiasi.

Pada 7 Januari 1841, Inggris merebut benteng di Pulau Chuenpi dan Taikoktow yang menjaga akses ke Kanton. Laksamana armada Tiongkok, Kuan Ti, akhirnya meminta gencatan senjata setelah 10 dari 13 kapal perangnya ditangkap dan kapal utamanya dihancurkan. Ia kemudian menandatangani perjanjian pada 18 Januari 1841 yang menyatakan Pulau Hong Kong menjadi wilayah kekuasaan Inggris.

Namun, perundingan berikutnya gagal mencapai titik temu. Inggris di bawah pimpinan Sir Henry Pottinger menuntut ganti rugi atas candu yang disita, biaya perang, serta pembukaan lebih banyak pelabuhan dagang. Inggris melanjutkan serangan ke utara, merebut Xiamen (Amoy) pada Agustus 1841, kemudian Chusan, Zhenhai, dan Ningbo pada tahun yang sama. Meski Tiongkok melakukan serangan balasan pada Maret 1842, pasukan Qing dengan mudah dikalahkan. Inggris kemudian terus bergerak hingga merebut Shanghai pada Juni 1842 dan Zhenjiang pada Juli 1842.

Kekalahan Telak Tiongkok

Kekalahan demi kekalahan memaksa Tiongkok menandatangani Perjanjian Nanjing pada 17 Agustus 1842. Berdasarkan perjanjian ini, Inggris berhak berdagang bebas di lima pelabuhan besar Tiongkok, serta menerima ganti rugi dalam jumlah besar. Selain itu, Hong Kong secara resmi diserahkan kepada Inggris. Kekalahan ini tidak hanya menjatuhkan wibawa Dinasti Qing, tetapi juga membuka jalan bagi pemberontakan besar berikutnya, seperti Pemberontakan Taiping pada 1850-1864.

Dilansir dari Office of the Historian, kemenangan Inggris dalam Perang Candu membuat negara itu dapat memaksakan serangkaian tuntutan kepada pemerintahan Qing melalui Perjanjian Nanjing. Keberhasilan Inggris ini mendorong Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya untuk menuntut perjanjian serupa agar memperoleh hak dan keuntungan yang sama di Tiongkok. Akibatnya, lahirlah serangkaian kesepakatan yang dikenal sebagai "Perjanjian Tidak Seimbang" (Unequal Treaties), karena memberikan hak istimewa kepada pihak asing dan memaksa Tiongkok menandatangani ketentuan yang sangat merugikan.

Editor: Candra Mega Sari

Tag:  #perang #candu #pertama #titik #balik #yang #mengubah #sejarah #tiongkok #hubungan #dengan #barat

KOMENTAR