Bom Israel Mulai Jamah Rafah, Peringatan Mesir Diabaikan, Pengungsi Jadi Alat Negosiasi ke Hamas
Hal itu ditunjukkan Israel saat jet tempur mereka menyerang tiga rumah di Rafah, menewaskan 24 orang dan melukai puluhan lainnya, menurut pernyataan Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza.
Rafah adalah kota padat penduduk dengan pengungsi dari seluruh Jalur Gaza yang terkepung.
Abaikan Peringatan Mesir
Pada Jumat, Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant mengkonfirmasi kalau tentara Israel sedang bersiap untuk menginvasi Rafah.
Menurut Tel Aviv, tujuan utama operasi ini adalah untuk mengambil kendali dari Koridpor Philadelphia, sebuah jalur sempit sepanjang 14 km yang memisahkan Palestina dari Mesir, membentang dari penyeberangan Karam Abu Salem yang dikuasai Israel, menghubungkan Jalur Gaza dan wilayah-wilayah pendudukan, hingga titik paling selatan di pantai Jalur Gaza.
Mesir berulang kali mengumumkan penolakannya terhadap rencana invasi darat Israel tersebut.
Para pejabat Mesir memperingatkan, aksi ini sesuai dengan agenda Israel untuk mengusir warga Palestina dari Gaza menuju Sinai.
Namun, entitas pendudukan tampaknya berencana untuk melanjutkan serangan tersebut.
Media-media Israel kemudian mengabarkan kalau Tel Aviv hampir mencapai kesepakatan dengan Kairo terkait Koridor Philadelphia.
Dilaporkan Tel Aviv berjanji kepada Mesir kalau mereka tidak akan memulai agresi militer darat di Rafah sebelum mengurangi populasinya.
Menurut media Israel, pemerintah Israel akan memindahkan para pengungsi ke Khan Yunis atau Deir Al-Balah dan tidak kembali ke bagian utara Gaza.
Pihak Mesir membantah laporan media Israel tersebut dan tetap menegaskan peringatannya kalau wilayah perbatasan Rafah, termasuk Koridor Philadelphia, adalah garis merah dari ancaman keamanan nasional mereka.
Melanggar perjanjian terkait Koridor Philadelphia, bagi Mesir bisa berindikasi pada deklarasi perang.
Foto yang diambil pada tanggal 22 Januari 2024 di pinggiran selatan Khan Yunis, di selatan Jalur Gaza, menunjukkan keluarga-keluarga Palestina melarikan diri dari kota melalui jalan pesisir menuju Rafah, di tengah pertempuran yang sedang berlangsung antara Israel dan kelompok militan Palestina Hamas. Tentara Israel membombardir Khan Yunis, pusat perang terbaru di Gaza, pada 22 Januari 2024 setelah Perdana Menteri Israel menolak apa yang dikatakannya sebagai persyaratan Hamas untuk pembebasan sandera, bahkan di tengah meningkatnya tekanan dari keluarga mereka. (Photo by AFP) (AFP/-)Pengungsi Jadi Alat Negosiasi
Di sisi lain, laporan media Israel yang menyatakan kalau IDF akan memerintahkan jutaan pengungsi di Rafah untuk pindah ke wilayah lain di Jalur Gaza mengindikasikan kalau aksi ini merupakan bagian dari taktik negosiasi dengan Hamas.
Entitas pendudukan Israel sebelumnya telah menyatakan Khan Younis dan Rafah sebagai “daerah aman,” dan memerintahkan warga Palestina yang tinggal di Gaza utara untuk pindah ke kota-kota, di sepanjang daerah lain di selatan Jalur Gaza.
Ketika agresi IDF berlanjut, Khan Younis kemudian justru menjadi pusat serangan Israel dan tetap menjadi pusat serangan selama hampir dua bulan hingga saat ini.
"Namun, hal ini tidak menghentikan Israel untuk terus membombardirnya, yang menyebabkan puluhan aksi pembantaian, termasuk beberapa serangan di penyeberangan Rafah untuk mencegah truk bantuan bergerak ke Gaza dari Mesir," tulis ulasan Al Mayadeen.
Perintah agar jutaan manusia bolak-balik oleh Israel ini dinilai sebagai bukti kalau IDF menggunakan taktik 'displacement' sebagai alat negosiasi dengan Hamas soal gencatan senjata dan pertukaran tahanan.
"Ini adalah bukti tentara pendudukan Israel telah memaksa penduduk dari bagian utara Gaza ke bagian selatan dengan keputusan politik yang dimaksudkan untuk menggunakan mereka sebagai alat tawar-menawar dalam perundingan gencatan senjata," tulis Memo.
(oln/almydn/memo/*)
Tag: #israel #mulai #jamah #rafah #peringatan #mesir #diabaikan #pengungsi #jadi #alat #negosiasi #hamas