Robert Prevost Jadi Paus Pertama dari Amerika Serikat dalam Sejarah Gereja Katolik
Kardinal Robert Prevost menghadiri Misa Novemdiale kelima untuk mengenang Paus Fransiskus di Vatikan (30/4). (Dok. EPA-Yonhap)
16:33
9 Mei 2025

Robert Prevost Jadi Paus Pertama dari Amerika Serikat dalam Sejarah Gereja Katolik

Untuk pertama kalinya dalam sejarah 2.000 tahun Gereja Katolik, seorang warga negara Amerika Serikat terpilih menjadi Paus. Dia adalah Robert Prevost, seorang misionaris berusia 69 tahun yang telah lama berkarya di Peru. Dalam pengangkatannya, ia memilih nama kepausan Leo XIV.

Dilansir dari Korea Times, Prevost merupakan anggota Ordo Augustinian dan sebelumnya menjabat sebagai uskup Vatikan.

Dalam sambutan perdananya dari balkon Basilika Santo Petrus, Prevost menyapa umat dengan ucapan "Damai sejahtera bagi Anda" sambil menekankan pentingnya perdamaian, dialog, dan evangelisasi misionaris.

Prevost mengenakan jubah merah tradisional kepausan, jubah yang dihindari Fransiskus saat terpilih pada 2013.

Meski berasal dari Chicago, Prevost juga memiliki kewarganegaraan Peru. Ia telah menghabiskan waktu bertahun-tahun di negara tersebut sebagai misionaris hingga akhirnya menjabat sebagai uskup agung, membuatnya tampak memenuhi kriteria untuk menjadi Paus meski ada anggapan bahwa pemimpin gereja seharusnya tidak berasal dari negara adidaya seperti Amerika Serikat.

Paus Fransiskus sendiri telah menaruh perhatian pada Prevost dan dalam banyak hal, melihatnya sebagai pewaris tahtanya.

Pada tahun 2023, Paus Fransiskus membawa Prevost ke Vatikan  untuk menjabat sebagai kepala kantor yang memeriksa pencalonan uskup dari seluruh dunia, salah satu pekerjaan terpenting dalam Gereja Katolik.

Kemudian pada Januari, Paus Fransiskus mengangkat Prevost ke jajaran senior kardinal. Sebagai hasilnya, Prevost memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh beberapa kardinal lainnya dalam konklaf.

Proses pemilihan Paus berlangsung penuh harap. Saat asap putih mengepul dari Kapel Sistina pada hari kedua konklaf, ribuan umat yang berkumpul di Lapangan Santo Petrus bersorak.

Para imam membuat tanda salib dan biarawati tak kuasa menahan tangis, menyambut seruan "Viva il Papa!" yang menggema di udara.

Satu jam kemudian, seorang diakon kardinal muncul di balkon dan menyampaikan pengumuman klasik, "Habemus Papam!" yang berarti kita memiliki Paus. Nama Robert Prevost pun diumumkan sebagai pemimpin baru Gereja Katolik.

Dalam pidato publiknya, dikutip dari Korea Times, Prevost berbicara dalam bahasa Italia dan Spanyol, meski tidak menggunakan bahasa Inggris.

Nama Leo yang dipilihnya terakhir kali digunakan oleh Paus Leo XIII, yang memimpin dari 1878 hingga 1903. Leo XIII dikenal karena membuka sikap Gereja terhadap modernisasi, termasuk ilmu pengetahuan dan politik, dan meletakkan dasar bagi pemikiran sosial Katolik modern.

Leo XIII juga menulis Rerum Novarum, dokumen penting yang membahas hak-hak pekerja dan prinsip keadilan sosial.

Sebelumnya pada hari Kamis (8/5), kelompok-kelompok sekolah besar bergabung dengan campuran umat manusia yang menunggu hasil konklaf di lapangan Santo Petrus.

Mereka berbaur dengan orang-orang yang berpartisipasi dalam ziarah Tahun Suci, yang telah direncanakan sebelumnya, dan para jurnalis dari seluruh dunia, yang telah tiba di Roma untuk mendokumentasikan pemilihan.

Selama sebagian besar abad terakhir, konklaf membutuhkan antara tiga hingga 14 pemungutan suara untuk memilih seorang paus. Yohanes Paulus I, paus yang memerintah selama 33 hari pada tahun 1978, terpilih pada pemungutan suara keempat. Penggantinya, Yohanes Paulus II, membutuhkan delapan suara. Fransiskus terpilih pada pemungutan suara kelima pada tahun 2013.

Konklaf sendiri merupakan proses yang sarat tradisi dan rahasia, dimulai pada Rabu sore. Para kardinal bersumpah dalam bahasa Latin, berpakaian jubah merah menyala, dan berkumpul di Kapel Sistina yang kemudian dikunci dari dunia luar. Pemungutan suara dilakukan secara tertib sesuai hukum gereja. Masing-masing kardinal menuliskan pilihan mereka pada kertas bertuliskan "Eligo in summen pontificem" yang berarti "Aku memilih Paus Tertinggi".

Mereka mendekati altar satu per satu dan berkata, "Aku memanggil sebagai saksiku, Kristus Sang Tuhan yang akan menjadi hakim ku, bahwa suaraku diberikan kepada orang tersebut, di hadapan Tuhan, menurutku harus dipilih."

Surat suara yang telah dilipat, diletakkan di atas piring bundar dan dimasukkan ke dalam guci perak dan emas.

Setelah dipilih, surat suara dibuka satu per satu oleh tiga orang scrutineers, yaitu kardinal yang dipilih secara acak yang mencatat nama-nama dan membacanya dengan suara lantang.

Para pemeriksa, yang pekerjaannya diperiksa oleh para kardinal lain yang disebut reviser, kemudian menjumlahkan hasil setiap putaran pemungutan suara dan menuliskannya di selembar kertas terpisah, yang disimpan dalam arsip kepausan.

Saat pengawas membacakan setiap nama, dia menusuk setiap surat suara dengan jarum melalui kata 'Eligo'.

Semua surat suara kemudian diikat menjadi satu dengan benang, dan bungkusannya disisihkan dan dibakar di dalam tungku kapel, bersama dengan bahan kimia untuk menghasilkan asap. (*)

Editor: Siti Nur Qasanah

Tag:  #robert #prevost #jadi #paus #pertama #dari #amerika #serikat #dalam #sejarah #gereja #katolik

KOMENTAR