LPPOM MUI Minta Pelaku Usaha Tak Leha-leha Meskipun Kewajiban Sertifikasi Halal Ditunda jadi Mulai 2026
Direktur Utama LPPOM Muti Arintawati (dua dari kanan) di Festival Syawal 1445 H di Labuan Bajo. (Hilmi Setiawan/Jawa Pos)
09:00
18 Mei 2024

LPPOM MUI Minta Pelaku Usaha Tak Leha-leha Meskipun Kewajiban Sertifikasi Halal Ditunda jadi Mulai 2026

- Pemerintah memutuskan menunda pemberlakuan wajib sertifikat halal untuk usaha mikro dan kecil (UMK). Tidak tanggung-tanggung, penundaannya mencapai dua tahun. LPPOM MUI mengatakan di masa penundaan itu, pelaku UMK tidak boleh santai-santai atau berleha-leha. 

Seperti diketahui aturan awal menyebut seluruh makanan, minuman, jasa sembelihan wajib bersertifikat halal pada 18 Oktober 2024. Tetapi karena masih banyak yang belum mengantongi sertifikat halal, aturan itu ditunda.   Pemerintah menunda wajib halal, khusus untuk UMK, hingga oktober 2026 nanti. Pemerintah tidak ingin pengusaha gurem atau kecil tersangkut masalah hukum, gara-gara belum bersertifikat halal.    Merujuk daya resmi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, penerbitan sertifikat halal oleh BPJPH Kemenag sejak 2019 untuk semua jenis produk yang baru mencapai 4.418.343 produk (per 15 Mei 2024). Masih jauh dari target BPJPH Kemenag yang dipatok 10 juta produk. Sementara itu, total jumlah UMK sekitar 28 juta unit usaha.    Direktur Utama LPPOM Muti Arintawati, menyampaikan keputusan pemerintah itu pasti melegakan banyak pihak. Melihat jumlah pelaku usaha dan sisa waktu penerapan wajib halal Oktober 2024, harus diakui bahwa UMK akan sulit dapat memenuhi tenggat waktu itu. Sehingga dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap kelangsungan bisnis.    "Meski begitu, penundaan ini tentunya tidak menjadikan UMK bisa berleha-leha," katanya Sabtu (17/5). Muti menjelaskan untuk sampai ke batas waktu Oktober 2026, perlu dibuat program dan target antara yang diterapkan secara tegas. Sehingga, pelaku usaha tidak menunda-nunda pengurusan sertifikat halal, dengan menunggu akhir masa penahapan.   LPPOM MUI menekankan bahwa prioritas target kategori wajib halal hendaknya tidak hanya menimbang skala usahanya saja. Tetapi juga fokus ke tingkat kekritisan produknya. Jika produk kritis tersebut merupakan bahan baku untuk membuat produk lain, maka luasnya cakupan penggunaan bahan ini juga perlu jadi perhatian. "Kita perlu melihat secara jeli akar masalah yang ada," tuturnya.    Yang perlu disoroti hendaknya tidak sekadar skala usaha di sektor UMK, melainkan perlunya fokus ke pelaku usaha yang memasok bahan yang tergolong kritis dan dipakai di industri lain. Pasalnya pasokan bahan dan jasa terkait makanan minuman tidak hanya dari pelaku usaha besar. Tetapi juga dapat berasal dari pelaku usaha yang masuk dalam kategori kecil dan mikro.    Terkait daging, misalnya. Ketersediaan produk sembelihan yang dihasilkan oleh Rumah Potong Hewan/Unggas (RPH/U) menjadi salah satu hal yang perlu diperhatikan. Pasalnya, daging dan turunannya digunakan dalam pembuatan berbagai jenis produk usaha kuliner. Di sisi lain, tidak semua produk sembelihan dihasilkan oleh pelaku usaha menengah dan besar. Banyak daging yang dipasok oleh rumah potong yang tergolong usaha mikro dan kecil (UMK). Termasuk yang dihasilkan oleh Tempat Penyembelihan Unggas (TPU) yang ada di pasar dan pemukiman.    Kelonggaran UMK tanpa disertai komitmen halal yang serius akan memperlama ketersediaan daging halal. Sehingga akhirnya menghambat usaha lain yang menggunakan daging yang dibeli dari dari pelaku usaha UKM.   Selain itu, produk kemas ulang ukuran kecil untuk bumbu dan bahan kue, termasuk untuk bahan impor, banyak juga dilakukan oleh UMKM. Adapula jasa terkait makanan dan minuman yang juga banyak dioperasikan oleh UMKM, seperti penjualan dan penggilingan daging. "Ketersediaan bahan dan jasa yang halal, akan memudahkan pelaku UMKM dalam membuat produk akhir makanan dan minuman yang halal. Ini seperti efek domino," katanya.    Muti menuturkan jika persoalan di hulu selesai, maka sebagian besar persoalan kehalalan produk di Indonesia juga akan rampung. Proses sertifikasi halal produk juga akan lebih mudah dan jaminan kehalalannya dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, LPPOM MUI mendorong pemerintah untuk tetap fokus pada penyelesaian permasalahan halal di sektor hulu terlebih dahulu. Baik yang diproduksi oleh perusahaan besar, menengah maupun UMK.

Editor: Estu Suryowati

Tag:  #lppom #minta #pelaku #usaha #leha #leha #meskipun #kewajiban #sertifikasi #halal #ditunda #jadi #mulai #2026

KOMENTAR