Apa Sih yang Bikin Bunga KPR Nonsubsidi di Indonesia Tinggi? Simak Penjelasan CELIOS Berikut
ANIMO TINGGI: Pengembangan klaster baru di sebuah perumahan di kawasan Surabaya Barat. Pasar end user masih baik hingga saat ini. (Puguh Sujiatmiko/Jawa Pos)
17:18
7 Maret 2024

Apa Sih yang Bikin Bunga KPR Nonsubsidi di Indonesia Tinggi? Simak Penjelasan CELIOS Berikut

- Dalam acara HUT ke-74 BTN dan peluncuran logo baru di Indonesia Arena GBK, Jakarta, Minggu (3/3) lalu, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono meminta BTN dan perbankan lain menurunkan bunga KPR nonsubisidi. Usulan Basuki ini pun diterima baik oleh masyarakat. Terlihat dari sejumlah komentar warganet di media sosial yang ramai memberikan dukungan agar bunga KPR nonsubsidi turun.

Seperti diketahui, tingginya bunga KPR nonsubsidi menjadi keresahan masyarakat Indonesia, apalagi milenial yang terancam tak bisa membeli hunian. Dari sisi pengembang, mereka juga cemas tingginya bunga KPR nonsubsidi ini memperparah backlog perumahan. Sebenarnya apa sih penyebab bunga KPR nonsubsidi di Tanah Air ini tergolong tinggi?

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menuturkan, besarnya net interest margin (NIM) menjadi salah satu dasar perhitungan bunga KPR nonsubsidi. Jika dirunut ke belakang, ada masalah persaingan antar-perbankan memperebutkan dana secara tidak sehat, terutama dalam kondisi likuiditas ketat seperti sekarang. Sehingga, bank harus menaikkan bunga untuk mengejar deposito yang masuk.

"Jadi, persaingannya. Darimana persaingannya? Salah satunya adalah perebutan dana dengan surat utang pemerintah. Bank nggak mungkin tidak menyalurkan kredit dengan bunga tinggi kalau dia harus berperang dengan surat utang pemerintah, SBN, yang bunganya adalah 6-7 persen," kata Bhima kepada JawaPos.com, Selasa (5/3).

Faktor kedua, lanjut Bhima, jumlah perbankan di Indonesia terlalu banyak. Semakin banyak perbankan, maka persaingan untuk menawarkan special rate semakin tinggi. Oleh karena itu, menurut Bhima, konsolidasi perbankan menjadi penting terutama konsolidasi di sektor properti.

"Berikutnya lagi, pasal dari tingginya suku bunga itu adalah ability to pay, kemampuan masyarakat untuk mencicil KPR di Indonesia itu rendah. Sehingga ada kekhawatiran dari perbankan. Risiko-risiko tadi itu tecermin dari bunga yang lebih tinggi," jelas Bhima.

Lebih lanjut dia mengatakan, penyebab rendahnya ability to pay masyarakat Indonesia salah satunya adalah kebijakan upah yang terlalu kecil. "Jadi, kalau saya mau bilang, akar masalah dari suku bunga yang tinggi itu harus juga melihat dari utang pemerintah. Jangan agresif dari segi nominal maupun dari segi penawaran imbal hasil," imbuhnya.

"Kedua, konsolidasi perbankan itu harus jalan terus. Ketiga, managemen risiko dari sektor properti, terutama peningkatan kemampuan pendapatan dan daya beli calon debitur," pungkasnya.

Dihubungi terpisah, Wakil Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI), Ikang Fawzi melihat permasalahan perumahan di Indonesia ini paling utama adalah bunga KPR yang terlalu mahal. Kedua, pola pembiayaan dimana yang harus dilunasi oleh debitur adalah bunga KPRnya terlebih dahulu, baru pinjaman pokoknya.

"Ini tentunya kaitannya harus ada policy dari pemerintah, terkait BI dan sebagainya. Tapi, kalau itu (bunga KPR nonsubsidi) bisa diturunkan 2-3 persen, wah dahsyat itu," kata Ikang Fawzi kepada JawaPos.com, Kamis (7/3).

Tingginya bunga KPR nonsubsidi ini, lanjut Ikang, tidak hanya membebani masyarakat kelas menengah. Menurutnya, kelompok yang paling rentan tidak bisa memiliki rumah adalah milenial.

"Milenial kalau misalnya disamakan dengan bunga komersil lainnya ya mereka nggak mampu sebenarnya. Sama FLPP mungkin mereka di atas itu, tapi kemampuan belum set-up. Nah, ini harus dipikirkan buat mereka itu bunga khususnya," jelas Ikang.

"Yang paling penting adalah yang Pak Menteri omongkan itu saya sepakat. Saya juga sering ngomong itu, tapi mungkin kalau kita yang ngomong efeknya ya enggak terlalu besar. Kalau Pak Menteri yang ngomong, ya mudah-mudahan bisa jadi evaluasi (buat perbankan)," tutur Ikang.

Sebelumnya Menteri PUPR Basuki Hadimuljono meminta PT Bank Tabungan Negara Tbk (Persero) atau BTN dan perbankan lain untuk menurunkan bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) nonsubsidi. Hal itu disampaikan Menteri PUPR saat menghadiri acara btn Anniversary Festival 2024 dalam rangka HUT ke-74 BTN dan launching logo baru di Indonesia Arena GBK, Jakarta, Minggu (3/3).

"Saya mengharapkan betul BTN dan bank-bank lain juga kalau bisa ke depan, bunga KPR nonsubsidi harus bisa diturunkan. Karena kalau tidak bisa diturunkan, omong kosong itu perubahan logo," kata Basuki.

Lebih lanjut, Basuki membeberkan logo baru bank pelat merah ini memiliki beberapa perubahan. Mulai dari tulisannya yang diubah menjadi huruf kecil, dari sebelumnya huruf kapital semua.

Selain itu, terdapat garis merah pendek yang berada di atas tulisan BTN. Dia menilai perubahan itu bisa mendorong bank yang identik dengan perkreditan perumahan bisa lebih efisien dan lebih berdampak kepada masyarakat.

"Jadi, saya benar-benar ingin BTN memiliki sikap efisien. Huruf besar jadi kecil semua itu berarti memasyarakat. Ini bank rumah memasyarakat," beber Basuki.

Editor: Estu Suryowati

Tag:  #yang #bikin #bunga #nonsubsidi #indonesia #tinggi #simak #penjelasan #celios #berikut

KOMENTAR