Relaksasi Kredit untuk Debitur Korban Bencana Sumatera: Skema, Angka, dan Respons Perbankan
Pemerintah dan regulator mengeluarkan serangkaian kebijakan relaksasi kredit untuk meringankan beban debitur yang terdampak banjir bandang dan longsor di sejumlah provinsi di Sumatera.
Kebijakan ini meliputi perlakuan khusus bagi kredit perbankan dan pembiayaan, serta program relaksasi khusus untuk debitur KUR (Kredit Usaha Rakyat) yang dirancang berjalan bertahap selama beberapa tahun ke depan.
Garis besar kebijakan regulator dan pemerintah
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 10 Desember 2025 menetapkan kebijakan pemberian perlakuan khusus atas kredit/pembiayaan bagi debitur terdampak bencana di Provinsi Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
Satu jalur utama menghubungkan Kecamatan Langkahan dan Kecamatan Pante Bidari, Kabupaten Aceh Timur masih terendam banjir hingga Kamis (18/12/2025).
Dalam siaran pers, OJK menyampaikan beberapa poin utama, antara lain penilaian kualitas kredit berdasarkan ketepatan pembayaran untuk plafon hingga Rp 10 miliar, penetapan kualitas lancar atas kredit yang direstrukturisasi, serta pembukaan ruang bagi pemberian pembiayaan baru bagi debitur terdampak dengan penetapan kualitas terpisah (tidak menerapkan prinsip one obligor).
Kebijakan ini berlaku hingga tiga tahun sejak ditetapkan.
Di sisi pemerintahan, skema relaksasi untuk KUR dipaparkan sebagai bagian dari paket pemulihan.
Pemerintah menyebut akan menerapkan relaksasi KUR hingga tiga tahun bagi debitur terdampak, dengan mekanisme bertahap. Fase awal memungkinkan debitur dibebaskan sementara dari kewajiban angsuran.
Kemudian, dilanjutkan dengan opsi restrukturisasi, perpanjangan tenor, atau bahkan penghapusan kewajiban pada kasus tertentu.
Ilustrasi kredit, fintech, pinjaman daring.
Untuk mendorong kelanjutan usaha, pemerintah juga menyiapkan subsidi suku bunga KUR. Misalnya, rencana pemberian suku bunga nol persen pada 2026 dan 3 persen pada 2027 untuk debitur baru dalam wilayah terdampak.
“Mengenai proses restrukturisasi KUR, diberikan relaksasi sampai dengan tiga tahun,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto ketika memaparkan paket kebijakan tersebut.
Skala dampak: berapa banyak debitur yang disentuh?
Perhitungan awal pemerintah dan kementerian terkait menunjukkan jumlah debitur KUR yang terdampak cukup besar.
Beberapa data menyebut angka perkiraan antara puluhan hingga ratusan ribu debitur. Misalnya, ada laporan yang menyebut sekitar 141.000 debitur KUR terdampak dengan nilai baki debet mencalai triliun rupiah.
Ada pula data yang memuat angka yang mendekati 158.848 debitur dengan estimasi baki debet sekitar Rp 8,9 triliun.
Angka-angka tersebut masih bersifat dinamis karena proses pemetaan dan verifikasi lapangan terus berjalan.
Respons perbankan
Sejumlah bank pelat merah dan swasta segera mengumumkan relaksasi bagi nasabah terdampak.
PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN), misalnya, menyatakan telah memberikan relaksasi kredit konsumer kepada 22.879 nasabah terdampak banjir dan longsor di wilayah Sumatera, dengan total nilai baki debet mencapai sekitar Rp 1,93 triliun.
BTN mengatakan relaksasi itu bersifat terukur dan berbasis pemetaan tingkat kerusakan di lapangan: terdampak ringan mendapat masa tenggang hingga enam bulan, sedang hingga sembilan bulan, dan berat hingga 12 bulan.
Ilustrasi kredit, kredit UMKM.
Kebijakan ini dilaksanakan mengacu pada POJK Nomor 19 Tahun 2022.
Kemudian, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) menyatakan bakal merelaksasi kredit para debitur yang terdampak bencana banjir dan longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
Corporate Secretary Bank Mandiri Adhika Vista menyatakan, pihaknya siap menjalankan kebijakan relaksasi tersebut dengan hati-hati dan tetap sesuai dengan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance/GCG).
"Bank Mandiri menyatakan kesiapan untuk mendukung kebijakan relaksasi yang digagas Pemerintah sebagai bentuk respons cepat dalam mempercepat pemulihan masyarakat terdampak," ujarnya kepada Kompas.com, Jumat (12/12/2025).
Saat ini, Bank Mandiri tengah memverifikasi debitur yang menjadi korban bencana di tiga wilayah tersebut agar pemberian relaksasi kredit tepat sasaran.
Selain itu juga dilakukan pemetaan secara menyeluruh terhadap debitur untuk menentukan langkah mitigasi risiko yang paling sesuai dengan ketentuan regulator.
"Seiring proses tersebut, Bank Mandiri juga terus menjaga koordinasi dengan OJK serta berbagai instansi terkait, termasuk pemerintah daerah dan lembaga penanggulangan bencana," ungkapnya.
PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) tengah menyiapkan data debitur untuk melaksanakan arahan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait pemberian relaksasi kredit bagi debitur yang terdampak bencana di Aceh, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara.
EVP Corporate Communication and Social Responsibility BCA Hera F Haryn mengatakan, pihaknya saat ini melakukan koordinasi dengan jaringan kantor wilayah untuk melakukan pemutakhiran data debitur yang terdampak bencana.
Proses pemutakhiran data dilakukan secara berkelanjutan guna memperoleh gambaran menyeluruh terkait kondisi debitur serta potensi risiko yang mungkin timbul akibat bencana.
Ilustrasi kredit, kredit perbankan. Tumpukan kredit belum dicairkan cerminkan lemahnya minat investasi dan konsumsi di RI pada kuartal I 2025.
"Terkait restrukturisasi, BCA akan berkoordinasi dengan pihak otoritas dan regulator untuk mencari jalan terbaik bagi perekonomian daerah setempat," ujarnya kepada Kompas.com, Jumat (12/12/2025).
Di samping itu, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) menyatakan masih menyusun skema restrukturisasi kredit untuk debitur terdampak bencana di Sumatera dengan OJK.
Menurut Direktur Utama BRI Hery Gunardi, dampak bencana yang paling besar terasa berada di wilayah Sumatera Utara dan Sumatera Barat.
"Kita sudah punya angkanya, kemudian kita sedang dalami, ya nanti gimana restrukturisasinya tergantung dengan policy bank masing-masing. Jadi intinya gini lah, kita enggak akan memberatkan nasabah," kata Hery di Menara BRILian, Jakarta, Selasa (16/12/2025).
Hery menyebut, restrukturisasi kredit tidak berdampak besar terhadap kinerja keuangan BRI. Namun demikian, ia tak menyebut rinci dampak bencana terhadap kinerja keuangan perseroan.
Rincian mekanisme KUR: fase, subsidi, dan kemungkinan penghapusan
Berdasarkan paparan pemerintah dan pemberitaan media, pelaksanaan relaksasi KUR akan melalui beberapa fase, yakni sebagai berikut.
1. Fase pertama (Desember 2025 sampai Maret 2026)
Debitur di wilayah terdampak dapat dibebaskan dari kewajiban membayar angsuran sementara. Penyalur atau pemberi kredit tidak menerima angsuran dan tidak mengajukan klaim.
Penjamin atau asuransi pun tidak mengajukan klaim pada periode ini.
Tujuan fase ini adalah memberikan ruang pernapasan segera bagi pelaku usaha yang usahanya benar-benar terganggu.
Ilustrasi kredit
2. Fase kedua
Untuk debitur eksisting yang usahanya tidak dapat dilanjutkan, akan ada opsi restrukturisasi yang lebih luas.
Ini termasuk kemungkinan penghapusan kewajiban (write-off) bila usaha benar-benar tidak dapat dipulihkan.
3. Fase ketiga
Bagi debitur yang masih bisa melanjutkan usaha, diberikan relaksasi berupa perpanjangan tenor, penambahan plafon (suplesi), serta subsidi bunga atau margin agar kelangsungan usaha dapat terjaga.
Untuk debitur baru di wilayah terdampak, subsidi bunga yang direncanakan antara lain nol persen pada 2026 dan 3 persen pada 2027, baru kembali ke tingkat normal setelahnya.
Tantangan implementasi di lapangan
Beberapa isu praktis muncul saat kebijakan transisi dari paparan pusat ke aplikasi di lapangan, yakni sebagai berikut.
1. Pemetaan dan verifikasi
Agar relaksasi kredit tepat sasaran diperlukan data dan surat keterangan dari pemerintah daerah yang menyatakan debitur/ agunan benar-benar terdampak.
Bank akan melakukan verifikasi dan asesmen. Proses ini memerlukan akses yang terkadang terhambat di wilayah yang infrastruktur komunikasinya rusak.
BTN, misalnya, menegaskan relaksasi diberikan berdasarkan hasil pemetaan dan klasifikasi tingkat kerusakan.
2. Koordinasi antar-lembaga
Suasana kampung Arman Zebua (25), di Lorong 4, Desa Hutanabolon, Kecamatan Tukka, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara usai diterjang banjir dan longsor.
Implementasi mensyaratkan sinkronisasi antara OJK, Kementerian/instansi terkait (misalnya Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Koperasi/UMKM), penyalur kredit, penjamin/asuransi, serta pemerintah daerah dan BNPB/BPBD untuk verifikasi data korban dan kerusakan.
OJK juga meminta perusahaan asuransi segera mengaktifkan mekanisme tanggap bencana dan menyederhanakan klaim.
3. Dampak fiskal dan keuangan
Relaksasi berskala besar, khususnya subsidi bunga KUR dan kemungkinan penghapusan sebagian kewajiban, menimbulkan pertanyaan mengenai beban fiskal dan mekanisme kompensasi bagi penyalur (bank/penjamin).
Pemerintah menyatakan akan mengatur mekanisme mitigasi, termasuk dukungan kepada penjamin dan penyalur untuk menekan potensi risiko sistemik.
Suara pelaku dan pemangku kepentingan
Direktur Utama BTN, Nixon LP Napitupulu mengatakan, pihaknya ingin memastikan nasabah terdampak tidak kehilangan kesempatan untuk bangkit.
"Sekaligus tetap dapat menjalankan kewajiban kreditnya secara berkelanjutan," terang Nixon.
Sementara itu, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan kebijakan relaksasi KUR itu disusun untuk menjaga keberlangsungan usaha UMKM dan memastikan transisi subsidi berjalan terukur, termasuk pembagian dalam fase-fase implementasi.
Catatan dan dinamika angka
Perlu dicatat bahwa data jumlah debitur terdampak, nilai outstanding KUR, maupun cakupan relaksasi masih bergerak karena proses pendataan lapangan terus berlangsung.
Pemerintah dan OJK menetapkan rentang waktu kebijakan, namun rincian teknis di tingkat cabang dan penyalur akan bergantung pada hasil verifikasi dan koordinasi lintas lembaga.
Debitur yang terdampak direkomendasikan menghubungi kantor cabang bank atau penyalur kredit terkait untuk informasi prosedur pengajuan restrukturisasi dan dokumen yang dibutuhkan.
Tag: #relaksasi #kredit #untuk #debitur #korban #bencana #sumatera #skema #angka #respons #perbankan