Pengusaha Warteg Khawatir Omzet Anjlok Gegara Kebijakan Ini
- Rencana Raperda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dikhawatirkan menurunkan omzet pedagang Warteg dan UMKM di Jakarta.
- Aliansi UMKM Jakarta menolak Raperda KTR dan telah menyerahkan surat penolakan kepada DPRD serta Pemprov DKI Jakarta.
- Raperda KTR mengatur larangan merokok di area publik tertentu serta potensi denda besar yang menimbulkan ancaman pungli.
Pelaku usaha Warteg kini dibuat resah dengan adanya kebijakan baru yang bisa mengancam omzet sehari-hari. Salah satunya, rencana kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR), yang kini tengah dibahas Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Raperda KTR) terus menguat.
Ketua Korda Jakarta Koalisi Warteg Nusantara (Kowantara), Izzudin Zindan, menilai kebijakan itu berdampak pada sektor UMKM khususnya, di sektor makanan. Menurutnya, penerapan KTR secara ketat dikhawatirkan membuat omzet para pedagang merosot drastis.
"Nah, restoran atau warung makan itu salah satu yang terdampak kita. Ya itu tentu akan mengurangi penghasilan para pedagang warteg itu," ujar Zindan di Jakarta, seperti dikutip Jumat (21/11/2025).
Ia menuturkan, larangan total aktivitas merokok termasuk di area warteg akan membuat sebagian pelanggan enggan bersantap, sehingga pendapatan para pedagang bisa menurun signifikan.
PerbesarPengelola Warteg di Bekasi Menjerit: Beras Mahal, Harga Dinaikkan Pembeli Kabur [Suara.com/Mae Harsa]"Ini efeknya penghasilan UMKM, warung kelontong, warteg, pedagang kaki lima yang lain pasti akan menurun," imbuh Zindan.
Zindan mendesak agar legislatif dan eksekutif DKI Jakarta mengkaji ulang rencana aturan tersebut. "Kita sudah bikin aliansi, sudah sepakat untuk jaga Jakarta, untuk menolak Raperda KTR. Kita sepakat bahwa kita menolak Raperda KTR itu untuk disahkan dulu," tegasnya.
Aliansi UMKM Jakarta yang terdiri dari Kowantara, Koperasi Warung Tegal (Kowarteg), Komunitas Warung Niaga Nusantara (Kowartami), Koperasi Warung Merah Putih, Pedagang Warteg dan Kaki Lima (Pandawakarta), dan Kowarteg Nusantara juga menuntut agar pembahasan Raperda KTR ditunda. Langkah konkret sudah mereka ambil dengan menyerahkan surat komitmen bersama kepada Bapemperda DPRD dan Pemprov DKI Jakarta.
Zindan mengatakan pihaknya telah mencoba menjalin komunikasi dengan DPRD, termasuk menghubungi Ketua Bapemperda DKI Jakarta, Abdul Aziz. Ia berharap aspirasi para pedagang kecil dapat benar-benar dipertimbangkan agar kebijakan yang diambil tidak justru menambah beban ekonomi masyarakat kecil.
Di sisi lain, kekhawatiran juga datang dari Komunitas Warung Niaga Nusantara (Kowartami). Sekjen Kowartami, Salasatun Syamsiyah, mengingatkan penerapan Raperda KTR juga berpotensi disalahgunakan oleh oknum tertentu melalui praktik pungutan liar (pungli).
"Mungkin bisa saya tambahkan ya, Jadi kami dari Kowartami ingin menyampaikan bahwa jangan sampai (Perda KTR) diketuk palu dulu. Kita aja sudah susah begini penghasilannya. Dengan adanya Raperda seperti ini, nanti terjadi adanya pungli," bebernya.
Ia menilai ancaman denda yang besar bisa menjadi celah bagi oknum untuk menakut-nakuti pedagang dan memeras mereka.
"Ini lho yang kita takutkan. Belum lagi sekarang menjadi masa-masa sulit untuk warteg, jadi akan terbebani lagi kita," tambahnya.
Apa yang Diatur Dalam Raperda KTR
Secara umum, Raperda KTR bertujuan memperketat pengendalian aktivitas merokok di ruang publik. Aturan ini menetapkan sejumlah kawasan yang sepenuhnya dilarang untuk merokok, mulai dari fasilitas kesehatan, sekolah, tempat bermain anak, tempat ibadah, hingga angkutan umum. Di tempat-tempat tersebut, aktivitas merokok tidak boleh dilakukan dalam bentuk apa pun.
Tak hanya itu, beberapa kawasan lain seperti gedung perkantoran, pusat perbelanjaan, hingga restoran diharuskan menyediakan area khusus merokok yang letaknya di ruang terbuka dan terpisah dari jalur pejalan kaki. Area merokok tidak boleh berada di dalam bangunan atau ruang tertutup.
Raperda KTR juga mengatur larangan penjualan rokok di lokasi tertentu. Salah satu poin yang menuai perhatian adalah pembatasan penjualan rokok dalam radius tertentu dari sekolah dan area bermain anak.
Selain itu, iklan, promosi, dan sponsorship produk tembakau dilarang keras muncul di kawasan yang termasuk zona KTR.
Untuk memperkuat aturan, Raperda ini menetapkan sanksi administratif bagi pelanggar. Warga yang merokok di kawasan yang dilarang bisa dikenai denda ratusan ribu rupiah.
Sementara pelaku usaha yang memasang iklan rokok atau menjual rokok di area yang dilarang dapat dikenai denda jauh lebih besar, hingga puluhan juta rupiah.
Tag: #pengusaha #warteg #khawatir #omzet #anjlok #gegara #kebijakan