Ekonom Sebut Moratorium Cukai Rokok Lebih Untung Bagi Negara Dibanding Kenaikan
-
Moratorium cukai rokok disarankan jaga stabilitas penerimaan Rp 231 triliun.
-
Kenaikan cukai picu rokok ilegal, tekan daya beli masyarakat.
-
Reformasi fiskal perlu berimbang pada konsumsi dan penerimaan negara.
Keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan tarif cukai rokok pada tahun 2026 dirasa belum cukup. Ekonom menyarankan pemerintah untuk mengeluarkan moratorium cukai rokok.
Ekonom Senior INDEF, Tauhid Ahmad, menilai kebijakan moratorium cukai justru dapat menjaga stabilitas penerimaan negara tanpa menimbulkan risiko fiskal yang signifikan.
"Kami juga melakukan perhitungan, apa efeknya ke penerimaan negara kalau tidak naik atau moratorium. Kami melihat dengan moratorium ini bisa dapat Rp 231 triliun," ujar Tauhid seperti dikutip Jumat (7/11/2025).
Ia menambahkan, kebijakan kenaikan cukai selama ini sering kali kontraproduktif karena mendorong maraknya peredaran rokok ilegal dan menekan daya beli masyarakat.
PerbesarPedagang menunjukkan bungkus rokok bercukai di Jakarta, Kamis (10/12/2020). [ANTARA FOTO/Aprillio Akbar]"Kalau kita lihat data, kenaikan tarif itu justru mendorong ilegal itu semakin tinggi. Kenapa? Karena daya beli tidak setinggi daripada kenaikan tarif cukai tadi. Sehingga masyarakat mencari rokok yang murah bahkan yang tidak ada cukainya (rokok ilegal)," jelasnya.
Tauhid juga menyoroti meningkatnya tren rokok ilegal yang menyebabkan kebocoran penerimaan negara dan tumbuhnya ekonomi tersembunyi yang tidak tercatat dalam Produk Domestik Bruto (PDB).
"Trennya naik begitu, di 2020 4,9 persen dan di 2023 6,9 persen. Artinya penerimaan negara yang cenderung turun dan industrinya, ternyata yang muncul ada yang kita sebut sebagai hidden economic yang tidak terhitung dalam Produk Domestik Bruto (PDB)," imbuhnya.
Terpisah, Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, menilai moratorium cukai rokok ini menjadi momentum penting untuk memperbaiki kebijakan fiskal secara lebih adil dan fundamental.
Selama ini, kata Misbakhun, industri hasil tembakau menjadi salah satu penopang utama penerimaan negara, namun tekanan kebijakan yang berlebihan justru menurunkan efektivitas penerimaan.
"Kalau kita serius ingin menyelesaikan ini secara fundamental, harus kemudian secara bersama-sama kita duduk dalam satu meja, mumpung Pak Purbaya ini memberikan harapan baru," katanya.
Misbakhun juga menekankan pentingnya reformasi struktural dalam kebijakan fiskal agar lebih berimbang antara empat pilar utama yakni, pengendalian konsumsi, penerimaan negara, ketenagakerjaan, dan aspek sosial-ekonomi.
"Aspek enam juta orang yang terlibat di dalam industri ini, aktif ya, belum termasuk keluarga, itu kan juga menjadi aspek yang penting untuk diperhatikan," pungkasnya.
Tag: #ekonom #sebut #moratorium #cukai #rokok #lebih #untung #bagi #negara #dibanding #kenaikan