Berpotensi Mematikan Penghidupan, Ekosistem Pertembakauan Kompak Tolak Aturan Standarisasi Kemasan Rokok
Sekretaris Jenderal DPN Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Kusnasi Muhdi saat ditemui pasca Rapat di Gedung Adhyatma, Kementerian Kesehatan, Jakarta, Senin (13/10/2025). (Istimewa)
20:45
13 Oktober 2025

Berpotensi Mematikan Penghidupan, Ekosistem Pertembakauan Kompak Tolak Aturan Standarisasi Kemasan Rokok

- Penolakan terhadap Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) Produk Tembakau makin menguat. Para petani tembakau dan cengkeh dari berbagai daerah kompak menentang aturan yang dianggap diskriminatif dan berpotensi menimbulkan kekacauan di lapangan.

Mereka menilai Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terlalu terburu-buru dalam memfinalisasi aturan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) No 28 Tahun 2024 itu tanpa melibatkan seluruh elemen ekosistem pertembakauan secara adil. Sekretaris Jenderal DPN Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Kusnasi Muhdi menuturkan, tembakau adalah sumber penghidupan 2.5 juta petani di Indonesia. Untuk itu, pemerintah harus memikirkan dampak secara matang atas kebijakan yang diambil.

"Di dalam rapat tadi, perwakilan Asosiasi Dinas Kesehatan Seluruh Indonesia (ADINKES) tadi sempat ngomong soal bahwa pengaturan gambar dan kemasan RPMK tembakau tidak akan berdampak pada petani tembakau, tidak akan terjadi chaos. Apakah mereka berani bertanggung jawab? Berani memberi jaminan? Ini soal perut," ujarnya usai rapat di Gedung Adhyatma, Kementerian Kesehatan, Senin (13/10).

Ia mengatakan, bertani tembakau telah dilakukan petani dari generasi ke generasi. Ia pun menantang Kemenkes untuk mencarikan alternatif lain yang memiliki nilai sama dengan tembakau.

"Kami bertani tembakau sudah turun temurun. Kalo Kemenkes bisa mencarikan alternatif solusi yang nilainya sama dalam jangka waktu pendek, silakan," tegas Muhdi. 

Dari sisi hulu, para petani tembakau menegaskan penolakan mereka terhadap pengaturan kemasan yang diusulkan Kemenkes. Menurut Muhdi, aturan itu akan berdampak langsung pada penyerapan hasil panen petani.

"Di Indonesia ada 14 sentra tembakau dengan lebih dari 100 jenis tembakau. Apa rencana solusi dari Kemenkes bila hasil panen tidak terserap. Kemenkes juga harus paham, pada pertanian tembakau ada petani, ada buruh tani. Apa Kemenkes mau tanggung jawab terhadap hilangnya pendapatan kami? Apakah sudah disiapkan pengganti sumber pendapatan yang sama?" paparnya.

Ia menegaskan bahwa 70 persen dari 200 ribu ton tembakau nasional diserap oleh Industri Hasil Tembakau (IHT). Dengan adanya aturan kemasan polos, serapan bisa turun drastis.

"Kemenkes yang tergesa-gesa mau menerapkan standarisasi kemasan rokok ujungnya berdampak pada serapan petani tembakau. Ini yang harus dipikirkan matang, bukan sekadar bikin aturan," ucap Muhdi.

Muhdi juga menyebut kebijakan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek itu tidak cocok diterapkan di Indonesia. Menurutnya, langkah ini hanya meniru negara lain tanpa mempertimbangkan konteks ekonomi nasional.

"Padahal negara-negara yang dijadikan kiblat oleh Kemenkes dalam penyusunan aturan kemasan ini tidak memiliki industri hasil tembakau, baik dari sektor hulu (pertanian tembakau) maupun sektor produksi (produsen rokok). Sehingga aturan pengetatan rokok seperti itu tidak memberikan dampak yang besar terhadap perekonomian mereka. Berbeda dari Indonesia dengan pendapatan cukai terbesar di Indonesia dan menyerap banyak tenaga kerja," tambahnya.


Apindo: Jangan Tergesa-gesa, ini Bisa Bikin Chaos

Nada keberatan juga datang dari kalangan pengusaha. Anggana Bunawan, Wakil Sekretaris Umum Apindo, menyampaikan kekecewaannya terhadap sikap pimpinan rapat, Siti Nadia Tarmizi, Direktur P2RM Kemenkes, yang dinilai tidak tegas menghadapi tekanan dari kelompok pro-kesehatan.

"Bu Nadia tolong bertindak tegas. Terminologi apapun itu, standarisasi yang digagas, akan menciptakan chaos. Jangan terburu buru Kemenkes; cari jalan tengahnya tanpa harus menciderai komunikasi selama ini,'
tegas Anggana.

Ia bahkan sempat hampir walk out dari rapat karena muncul narasi seolah ekosistem pertembakauan sudah menyetujui aturan standar kemasan tersebut.

Kemenperin Keberatan: Kami Tak Diberi Akses Draf RPMK

Penolakan juga datang dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar, Merrijantij Punguan Pintaria, mengaku kecewa karena tidak dilibatkan dalam proses penyusunan draft terbaru RPMK.

"Kami tidak diberikan draft-nya, bagaimana kami bisa mengetahuinya. Kami menolak standarisasi kemasan karena dengan kemasan polos akan semakin sulit melakukan pengawasan rokok ilegal; bayangkan jika dipaksanakan juga standarisasi kemasan," ujarnya.

Merrijantij menambahkan, Kemenperin punya tanggung jawab besar dalam menjaga keseimbangan kebijakan industri dan ekonomi nasional.

"Kita harus mencari cara solusi bersama, saling membantu. Bagaimana mengimplementasikan kebijakan yang dampaknya sangat menyulitkan," ungkapnya.

Editor: Estu Suryowati

Tag:  #berpotensi #mematikan #penghidupan #ekosistem #pertembakauan #kompak #tolak #aturan #standarisasi #kemasan #rokok

KOMENTAR