Mahfud MD Sebut Tertutupnya KIP Pangkal Carut-marut Pengelolaan SDA, FWI Beberkan Pengalaman Pahit Lawan ATR soal Dokumen HGU
PEMBUKAAN HUTAN: Kondisi bukaan hutan yang di area konsesi PT Mayawana Persada di Kabupaten Ketapang dan Kayong Utara. Pembukaan hutan tersebut diduga memicu deforestasi dan kerusakan ekologis. (WALHI KALBAR DAN SATYA BUMI FOR PONTIANAK POST)
17:18
5 Februari 2024

Mahfud MD Sebut Tertutupnya KIP Pangkal Carut-marut Pengelolaan SDA, FWI Beberkan Pengalaman Pahit Lawan ATR soal Dokumen HGU

- Keterbukaan informasi publik (KIP) yang sempit diyakini menjadi salah satu penyebab munculnya celah korupsi di sektor pertambangan, perikanan, serta kehutanan. Calon wakil presiden nomor urut 03 Mahfud MD menyampaikan hal itu saat debat keempat yang berlangsung Minggu (21/1).

Duet Ganjar Pranowo itu pun menyampaikan bahwa persoalan terkait sumber daya alam (SDA) dan agraria harus diselesaikan menyeluruh dari hulu hingga hilir. Informasi terkait SDA harus terbuka dan dapat diakses oleh publik.

"Saya memiliki pengalaman dalam persidangan pada persoalan ini dan informasinya selalu tertutup," ujar Mahfud, saat debat.

Buruknya implementasi keterbukaan informasi publik ini sempat dirasakan oleh salah satu OMS pemantau hutan, Forest Watch Indonesia (FWI). Lebih dari delapan tahun, sengketa informasi keterbukaan informasi Hak Guna Usaha (HGU) antara Kementerian ATR/BPN versus FWI menemui jalan buntu.

Kementerian ATR/BPN menutup informasi HGU tanpa berdasarkan hukum dengan dalih HGU merupakan data yang dikecualikan. Padahal di dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), pengecualiaan data harus melalui proses uji konsekuensi yang secara prosedural sudah dijelaskan dengan gamblang. Hanya saja Kementerian ATR/BPN tetap tidak mau patuh terhadap ketentuan di dalam UU KIP.

Pengkampanye Hutan FWI, Agung Ady Setyawan, menjelaskan sengketa informasi antara FWI versus Kementerian ATR/BPN merupakan cerminan kinerja keterbukaan informasi publik di Indonesia. Respons badan publik dalam hal ini Kementerian ATR/BPN yang mangkir 4 kali dari 13 kali proses persidangan dan 2 kali mangkir proses mediasi merupakan potret ketidakpatuhan badan publik di Indonesia terhadap hukum undang-undang.

"Bahkan Kementerian ATR/BPN menolak menjalankan rekomendasi Ombudsman RI terhadap keputusan yang berkekuatan hukum tetap," katanya dikutipd dari laman FWI, Senin (5/2).

Dari pengalaman ini, FWI melihat meskipun Mahfud MD yang saat itu menjabat Menko Polhukam menekankan pentingnya transparansi informasi terkait SDA dan agraria, namun kenyataannya masih terdapat badan publik yang enggan patuh terhadap hukum UU KIP. Akibatnya, publik merasa sulit untuk melakukan pengawasan, check and balance, terhadap kinerja badan publik.

Manajer Kampanye, Intervensi Kebijakan dan Media FWI, Anggi Putra Prayoga menilai, pemberian izin industri ekstraktif SDA di Indonesia dilakukan secara sektoral yang menciptakan kerusakan lingkungan dan perizinan yang saling tumpang tindih. FWI mencatat (2023) bahwa total konsesi perizinan di Indonesia yang mengalami tumpang tindih sebesar 5,78 juta hektare (Ha) yang terdiri atas konsesi perkebunan kelapa sawit, pertambangan, dan kehutanan.

"Tanpa adanya semangat transparansi pada setiap badan publik, maka prinsip tata kelola pemerintahan yang baik sulit diwujudkan dan hanya memunculkan sentimen negatif publik terhadap kinerja badan publik," tutur Anggi.

Keterbukaan informasi pada dasarnya adalah sebuah pintu masuk bagi proses check and balance, sebagai wujud konkret partisipasi masyarakat dalam mengawasi kinerja pemerintahan. Transparansi informasi HGU di Kementerian ATR/BPN adalah salah satu kunci tata kelola yang baik di pemerintahan selanjutnya.

"Adanya kepatuhan terhadap hukum pada badan publik dapat mengurai berbagai permasalahan konflik agraria, perlindungan hutan dan sumber daya alam, kepastian hukum investasi dan perizinan, serta keberlanjutan usaha," tutup Anggi.

Sebagai informasi, UU KIP masih menyisakan banyak permasalahan terutama dalam implementasinya. Lima belas tahun pasca diberlakukan, tata kelola sumber daya alam masih diwarnai oleh badan publik yang enggan menerapkan prinsip keterbukaan bahkan secara terang-terangan menolak menjalankan putusan hukum inkracht. Kementerian ATR/BPN satu-satunya badan publik yang paling banyak digugat oleh masyarakat terkait penguasaannya terhadap dokumen HGU.

FWI sendiri mencatat masa-masa kritis nasib hutan Indonesia akibat dari tidak adanya keterbukaan informasi di sektor SDA. FWI (2023) mencatat deforestasi yang terjadi sepanjang 2017-2021 dengan rata-rata 2,54 juta Ha/tahun atau setara dengan 6 kali luas lapangan sepak bola per menit. Hal ini telah menggiring Indonesia pada jurang krisis iklim.

Editor: Estu Suryowati

Tag:  #mahfud #sebut #tertutupnya #pangkal #carut #marut #pengelolaan #beberkan #pengalaman #pahit #lawan #soal #dokumen

KOMENTAR