



Driver Ojol Protes Biaya Aplikasi 20 Persen, ini Janji Kemenhub
- Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengaku potongan biaya aplikasi dari 20 persen menjadi 10 persen merupakan hal krusial bagi pengemudi ojek online (ojol). Sehingga hal itu tidak dapat diabaikan begitu saja.
Adapun, biaya aplikasi diatur dalam Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) Nomor 1001 Tahun 2022 tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat yang Dilakukan dengan Aplikasi.
Isi beleid itu dikritik oleh driver ojol. Bahkan mereka ingin agar Kemenhub mengubah isi ketentuan tersebut, khususnya potongan biaya aplikasi diturunkan menjadi maksimal 10 persen.
Tak hanya ojol, Komisi V DPR RI juga turun tangan. Legislator mendesak agar Kemenhub segera menetapkan regulasi baru yang dapat mengakomodir kepentingan pengemudi ojol dan perusahaan penyedia aplikasi.
Wakil Menteri Perhubungan (Wamenhub), Suntana merespons usulan tersebut dengan memastikan bahwa pihaknya tetap membuat aturan baru dengan mempertimbangkan kepentingan pengemudi ojol dan aplikator.
Sebelum aturan baru dirumuskan, otoritas terlebih dahulu mempelajari beberapa aspek. Langkah ini penting agar regulasi yang diterbitkan dapat diterima oleh pelaku dalam ekosistem ojek online di Tanah Air.
“Satu tuntutan yang menjadi krusial adalah mereka meminta jasa aplikator yang masih melebihi atau sama dengan 20 persen,” ujar Suntana usai rapat kerja (raker) dengan Komisi V DPR di gedung DPR/MPR, Jakarta, ditulis Selasa (1/7/2025).
“Nah ini sedang kita pelajari, kita cari rumusan-rumusan dengan kerja sama dan dukungan dari teman-teman Komisi V (DPR RI). Kita akan mencarikan solusi yang paling tepat untuk semua pihak,” paparnya.
Senada, Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Kemenhub, Aan Suhanan memastikan kajian soal pemotongan biaya aplikasi menjadi 10 persen segera dirampungkan dan akan disampaikan kepada Komisi V.
“Terkait pemotongan (biaya aplikasi) 10 persen, ini juga kami sedang mengkaji dan mensurvei, karena seperti tadi disampaikan bahwa ekosistem yang terbangun dari ojek online ini sungguh-sungguh banyak sekali Pak,” bener Aan di lokasi yang sama.
Kemenhub tetap berdiskusi dengan perusahaan pemilik aplikasi karena langkah pemotongan biaya aplikasi tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian. Aan menyebut pihaknya berusaha menjaga iklim yang baik antara mitra dan aplikator
“Kami hati-hati dalam menentukan ini Pak, karena Pak Menteri (Perhubungan) menginginkan ekosistem ini tetap terpelihara karena banyak lapangan pekerjaan akibat dari transportasi atau ojek online ini,” ucapnya.
Sementara tuntutan sanksi bagi aplikator karena dinilai sudah melanggar regulasi dari Kementerian Perdagangan, Aa menjelaskan belum ada aturan yang mengatur soal sanksi yang dimaksudkan.
Adapun, dalam aksi massa pada 20 Mei 2025 lalu, Gabungan Aksi Roda Dua (GARDA) Indonesia, mendesak agar pemerintah memberikan sanksi tegas pada aplikator yang melanggar aturan yang sudah ditetapkan.
Aturan yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Perhubungan RI No. 12 tahun tahun 2019 tentang perlindungan keselamatan pengguna sepeda motor yang digunakan untuk kepentingan masyarakat.
Selain itu, aplikator juga dinilai melanggar Keputusan Menteri Perhubungan RI No. 1001 tahun 2022 tentang pedoman perhitungan biaya jasa penggunaan sepeda motor yang digunakan untuk kepentingan masyarakat yang dilakukan dengan aplikasi.
“Untuk sanksi memang sanksi ini belum diatur dalam KP (Keputusan Menteri) KP1001 maupun PM (Peraturan Menteri). Jadi sanksi ini dari Kementerian Perhubungan bisa menyampaikan rekomendasi terkait aplikator ini apabila ditemukan adanya pelanggaran terhadap pemotongan 20 persen tersebut,” lanjut Aan.
Tag: #driver #ojol #protes #biaya #aplikasi #persen #janji #kemenhub