Gelombang PHK Industri Tembakau Bisa Terjadi Jika Kebijakan Rokok Baru Diberlakukan
Pekerja melinting tembakau di Aceh Besar. [Dok.Antara]
11:48
10 Oktober 2024

Gelombang PHK Industri Tembakau Bisa Terjadi Jika Kebijakan Rokok Baru Diberlakukan

Kebijakan rokok baru seperti kemasan polos tanpa merek membuath heboh industri tembakau. Tak terkecuali Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia FSP RTMM-SPSI yang menilai kebijakan itu mengganggu industri tembakau.

Ketua Pimpinan Daerah FSP RTMM-SPSI DIY, Waljid Budi Lestarianto, menyatakan bekerja di industri tembakau adalah kebanggaan bagi anggota FSP RTMM-SPSI DIY, yang mencapai sekitar 5.250 orang, karena merupakan sumber penghasilan yang halal dan legal.

"Mayoritas anggota kami yang bekerja di sektor Sigaret Kretek Tangan (SKT) adalah perempuan-perempuan hebat yang menjadi tulang punggung keluarga. Saat ini, tidak ada lapangan kerja lain yang mampu menyerap ribuan tenaga kerja dengan pendidikan terbatas selain industri tembakau," ujarnya seperti yang dikutip, Kamis (10/10/2024).

Kini, industri tembakau tengah menghadapi berbagai tantangan, termasuk terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP Kesehatan) yang mencakup aturan-aturan yang berdampak buruk bagi sektor industri tembakau.

Baca Juga: Kebijakan Baru Soal Rokok Dinilai Bisa Pengaruhi Harga Tembakau

Di dalamnya, terdapat larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan pelarangan iklan media luar ruang dalam radius 500 meter.

Penolakan terhadap pasal–pasal bermasalah pada PP Kesehatan telah disuarakan dengan keras dari berbagai pihak hingga saat ini. Meski penolakannya sangat masif, Kementerian Kesehatan terus menekan kembali industri tembakau dengan penyusunan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Rancangan Permenkes) tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik yang ditargetkanakan disahkan pada masa transisi pemerintahan.

Pada Rancangan Permenkes tersebut, terdapat aturan yang akan menyeragamkan seluruh kemasan rokok agar menjadiwarna pantone 448C. Aturan ini menghapus identitas merek yang menjadi pembeda antara jenis rokok satu dengan lainnya, atau dikenal dengan kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek. Tentunya, FSP RTMM-SPSI DIY yang mayoritas beranggotakan tenaga kerja SKT secara tegas menolak aturan Kementerian Kesehatan ini.

Waljid merasa prihatin dan sangat kecewa atas aturan-aturan yang didorong oleh Kementerian Kesehatan. Pihaknya dengan tegas menolak pasal bermasalah pada PP Kesehatan dan aturan kemasan rokok polos tanpa merek pada Rancangan Permenkes.

"Aturan ini akan mengancam sumber mata pencaharian kami, padahal gelombang PHK sedang marak terjadi di mana-mana. Pemerintah juga tidak memiliki solusi lapangan pekerjaan alternatif tapi Kementerian Kesehatan malah merancang aturan baru yang akan menghancurkan sumber pendapatan kami," imbuh dia.

Baca Juga: Petani Tembakau Terancam, HKTI Tolak Kebijakan Kemasan Rokok Polos

Keprihatinan tersebut dikuatkan dengan fakta bahwa saat ini, industri tembakau tengah berupaya pulih dan menunggu realisasi kebijakan cukai yang dikabarkan tidak naik. PD FSP RTMM-SPSI DIY memandang bahwa keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan cukai rokok pada 2025 merupakan langkah yang tepat mengingat industri ini tengah diterpa berbagai tekanan akibat peraturan yang semakin ketat.

Namun, keputusan tidak naiknya cukai pada 2025 diharapkan tidak menjadi justifikasi pemerintah untuk menaikkan cukai secara drastis pada tahun 2026.

"Dalam kesempatan serap aspirasi calon kepala daerah, kami sampaikan aspirasi para tenaga kerja yang memohon agar aturan-aturan terkait tembakau harus mempertimbangkan kenyataan bahwa industri tembakau adalah sektor padat karya," pungkas Waljid.

Editor: Achmad Fauzi

Tag:  #gelombang #industri #tembakau #bisa #terjadi #jika #kebijakan #rokok #baru #diberlakukan

KOMENTAR