Polemik Tambang Nikel di Raja Ampat: Diprotes Aktivis, Izin Dihentikan Sementara, Nasib Operasi Menanti Evaluasi
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia meninjau tambang nikel di Raja Ampat seperti Pulau Gag yang dimiliki Antam.(Dok. Kementerian BUMN )
09:32
8 Juni 2025

Polemik Tambang Nikel di Raja Ampat: Diprotes Aktivis, Izin Dihentikan Sementara, Nasib Operasi Menanti Evaluasi

- Keberadaan tambang nikel di kawasan wisata dan konservasi Raja Ampat, Papua Barat Daya menjadi perhatian masyarakat luas lantaran menimbulkan kerusakan ekosistem setempat.

Persoalan ini mengemuka usai empat aktivis Greenpeace Indonesia dan Raja Ampat menggelar aksi protes dalam acara Indonesia Critical Minerals Conference 2025 pada 3 Juni 2025.

Dalam aksinya, para aktivis menyuarakan soal dampak yang akan terjadi usai ekspansi tambang di tanah Papua tersebut.

Greenpeace mengaku mengirim pesan kepada pemerintah dan para pengusaha industri nikel bahwa tambang dan hilirisasi di berbagai daerah telah membawa derita bagi masyarakat terdampak.

Industri nikel juga dinilai merusak lingkungan dengan membabat hutan, mencemari sumber air, sungai, laut, udara, serta akan memperparah dampak krisis iklim karena masih menggunakan PLTU captive sebagai sumber energi dalam prosesnya.

Juru Kampanye Hutan Greenpeace, Iqbal Damanik, menyatakan pihaknya menemukan aktivitas pertambangan di sejumlah pulau di Raja Ampat antara lai di Pulau Gag, Pulau Kawe, dan Pulau Manuran.

Menurut analisis Greenpeace, eksploitasi nikel di ketiga pulau itu telah membabat lebih dari 500 hektare hutan dan vegetasi alami.

Sejumlah dokumentasi menunjukkan adanya limpasan tanah yang memicu sedimentasi di pesisir yang berpotensi merusak karang, dan ekosistem perairan Raja Ampat akibat pembabatan hutan serta pengerukan tanah.

Aksi tersebut kemudian memicu meluasnya seruan tagar #SaveRajaAmpat di media sosial yang direspon positif oleh warganet.

Para pesohor, mantan menteri hingga masyarakat umum mendesak pemerintah menghentikan aktivitas tambang nikel di Raja Ampat untuk mencegah kerusakan alam lebih luas.

Izin tambang dihentikan sementara

Merespons besarnya desakan publik, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia mengungkapkan tambang nikel di Raja Ampat, dimiliki oleh PT Gag Nikel, anak usaha dari PT Aneka Tambang Tbk (Antam).

Ia menjelaskan, ada beberapa izin pertambangan di wilayah Raja Ampat, tetapi saat ini hanya satu yang beroperasi yakni Kontrak Karya (KK) yang dimiliki PT Gag Nikel.

"Yang beroperasi sekarang itu hanya satu, yaitu PT Gag Nikel, ini yang punya adalah Antam, BUMN," ujar Bahlil dalam konferensi pers di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (5/6/2025).

Perusahaan ini beroperasi berdasarkan Kontrak Karya (KK) dan terdaftar dalam sistem Mineral One Data Indonesia (MODI) dengan Nomor Akte Perizinan 430.K/30/DJB/2017.

Luas wilayah izin PT Gag Nikel tercatat mencapai 13.136 hektare.

Perusahaan juga termasuk dalam 13 entitas tambang yang diizinkan melanjutkan operasi di kawasan hutan hingga akhir masa kontraknya, sesuai Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 2004.

Bahlil pun menghentikan sementara kegiatan operasional tambang PT Gag Nikel tersebut.

Keputusan ini diambil seiring adanya kekhawatiran masyarakat dan aktivis lingkungan terhadap potensi kerusakan ekosistem Raja Ampat akibat aktivitas pertambangan.

"Sekarang, tim kami sudah turun, mengecek. Agar tidak terjadi kesimpangsiuran, maka kami sudah memutuskan lewat Dirjen Minerba, untuk status daripada IUP PT Gag yang sekarang lagi mengelola, itu kan cuma satu ya. Itu untuk sementara kita hentikan operasinya," tutur Bahlil.

"Sampai dengan verifikasi lapangan. Kita akan cek, tetapi apa pun hasilnya nanti akan kami sampaikan setelah kroscek lapangan terjadi," tambahnya.

Untuk diketahui di wilayah Raja Ampat sendiri, terdapat lima perusahaan tambang yang memiliki izin usaha, yakni PT Gag Nikel, PT Anugerah Surya Pratama, PT Kawei Sejahtera Mining, PT Mulia Raymond, dan PT Nurham.

 

Menteri ESDM cek langsung ke Raja Ampat

Pada Sabtu (7/6/2025) kemarin, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia meninjau langsung tambang nikel di Pulau Gag, Raja Ampat yang dikelola oleh PT Gag Nikel.

Bahlil mengatakan, kunjungan singkatnya ke Gag bertujuan melihat situasi operasi tambang dan menindaklanjuti keresahan publik atas dampak pertambangan.

"Saya itu datang ke sini untuk mengecek langsung aja kepada seluruh masyarakat, dan saya juga melihat secara objektif apa sebenarnya yang terjadi dan hasilnya nanti dicek oleh tim saya (inspektur tambang)," ujar Bahlil dalam keterangannya di lokasi pada Sabtu.

Ia pun mengungkapkan alasan dirinya hanya meninjau tambang yang dikelola PT Gag Nikel dari total lima tambang yang ada di Raja Ampat, Papua Barat Daya.

Bahlil menuturkan, dari 5 wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) di Raja Ampat saat ini yang beroperasi hanya PT Gag Nikel, sebab telah mendapatkan persetujuan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB).

"Dari 5 itu yang beroperasi di tahun 2025, yang mendapat RKAB itu cuma satu, yang namanya PT Gag. Jadi yang kita kunjungi itu adalah yang berproduksi," ujar Bahlil.

Hasil peninjauan sebut kegiatan tambang tak bermasalah

Usai peninjauan, Kementerian ESDM menyatakan kegiatan pertambangan nikel yang dilakukan PT Gag Nikel di Pulau Gag, Raja Ampat, Papua Barat Daya, dinilai tidak bermasalah.

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Tri Winarno, mengatakan lahan yang dibuka oleh PT Gag Nikel tergolong terbatas.

Dari total 263 hektare lahan tambang, sebanyak 131 hektare sudah direklamasi, dan 59 hektare dinyatakan berhasil dalam penilaian reklamasi.

“Secara total bukaan lahannya juga enggak terlalu besar-besar amat. Dari total 263 hektare, 131 hektare sudah dilakukan reklamasi dan 59 hektare sudah dianggap berhasil penilaian reklamasinya,” ujar Tri di Papua Barat Saya pada Sabtu.

Kementerian ESDM juga menyebut tak ada indikasi kerusakan pesisir dari udara.

“Kita lihat juga dari atas tadi bahwa sedimentasi di area pesisir juga tidak ada. Jadi secara keseluruhan, sebetulnya tambang ini enggak ada masalah,” lanjutnya.

Meski demikian, Tri menegaskan hasil peninjauan ini belum menjadi keputusan final.

Pemerintah masih menunggu hasil evaluasi menyeluruh dari inspektur tambang yang diterjunkan ke seluruh wilayah pertambangan di Raja Ampat.

“Inspektur tambang akan memberikan laporan, kemudian evaluasi menyeluruh. Mudah-mudahan enggak terlalu lama kita bisa eksekusi, apa pun nanti eksekusinya,” ucap Tri.

Masyarakat tolak izin tambang baru

Menteri Pariwisata (Menpar) Widiyanti Putri Wardhana menyampaikan bahwa masyarakat adat Raja Ampat menyatakan menolak rencana pemberian izin tambang baru di kawasan itu.

Pesan masyarakat itu disampaikan saat Kementerian Pariwisata melakukan kunjungan langsung bersama DPR RI ke Raja Ampat pada 28 Mei sampai 1 Juni 2025.

"Dalam kunjungan tersebut, masyarakat menyampaikan penolakan terhadap rencana pemberian izin pertambangan baru. Mereka menegaskan bahwa ekosistem dan identitas Raja Ampat yang harus dijaga sebagai kawasan wisata, bukan wilayah industri ekstraktif," ungkap Widiyanti dilansir siaran pers Kementerian Pariwisata pada Jumat (6/6/2025).

Ia menyampaikan telah menerima kunjungan Gubernur Papua Barat Daya, Elisa Kambu, pada Rabu (4/6/2025).

Dalam pertemuan tersebut, baik Kementerian Pariwisata dan Gubernur Papua Barat Daya berkomitmen untuk menjaga ekologi Raja Ampat.

"Pemerintah daerah menegaskan agar kawasan Raja Ampat tetap diarahkan sebagai kawasan konservasi laut, geopark UNESCO, dan destinasi unggulan pariwisata Indonesia, tanpa dikompromikan dengan aktivitas pertambangan," tegas Widiyanti.

Tag:  #polemik #tambang #nikel #raja #ampat #diprotes #aktivis #izin #dihentikan #sementara #nasib #operasi #menanti #evaluasi

KOMENTAR