



Nasabah Asuransi Ikut Bayar 10 Persen Klaim, Pengamat: Hanya Itu yang Bisa Ringankan Biaya Premi
- Aturan baru asuransi kesehatan yang mengharuskan peserta asuransi ikut membayar klaim dengan besaran 10 persen mendapatkan beragam respons dari masyarakat.
Dalam aturan baru itu, pemegang polis paling sedikit ikut menanggung sebesar 10 persen dari total pengajuan klaim rawat jalan atau rawat inap di fasilitas kesehatan.
Pemegang polis memiliki batas maksimum sebesar Rp 300.000 per pengajuan klaim rawat jalan dan Rp 3 juta per pengajuan klaim rawat inap.
Asuransi adalah sebuah perjanjian hukum antara dua pihak, yaitu penanggung (perusahaan asuransi) dan tertanggung (nasabah).
Meskipun begitu, aturan baru tersebut dinilai menjadi jalan satu-satunya agar premi asuransi kesehatan tidak terus melambung dan perusahaan asuransi dapat mempertahankan bisnisnya.
Pengamat asuransi Tri Joko Santoso mengungkapkan, co-payment (coinsurance dan deductible) adalah fitur yang biasa ada di asuransi kesehatan dan bukan hal yang baru.
Ia menjelaskan, hal paling memberatkan nasabah adalah sebetulnya premi asuransi kesehatan yang saat ini tinggi sekali.
"Hanya co-payment yang bisa meringankan biaya premi asuransi kesehatan tersebut sekarang dan masa depan, tidak ada pilihan lain," ujar dia kepada Kompas.com, ditulis Sabtu (7/6/2025).
Dihubungi secara terpisah, pengamat asuransi Dedy Kristianto mengatakan, masalah peningkatan klaim kesehatan asuransi telah menjadi perhatian regulator.
OJK melihat kondisi ini perlu diselesaikan agar perusahaan asuransi tidak berdarah-darah dalam jangka waktu yang lama.
Adapun, regulasi ini menurut OJK bertujuan untuk mencegah moral hazard dan mengurai penggunaan layanan kesehatan secara berlebihan (overutilitas).
"Jadi diharapakan nasabah lebih bisa mengatur penggunaan asuransi kesehatannya," kata dia ketika dihubungi Kompas.com.
Ilustrasi asuransi kesehatan
Ia menambahkan, bagi perusahaan asuransi kebijakan ini juga perlu ditinjau ulang mengingat kondisi ekonomi Indonesia yang bergejolak. Pemegang polis yang merasa keberatan bukan tidak mungkin akan menangguhkan polis asuransinya.
"Perlu diantisipasi surrender rate yang tinggi pada perusahaan asuransi," imbuh dia.
Dedy memproyeksikan, masyarakat bisa lebih melirik BPJS Kesehatan yang tidak menganut skema pembagian klaim atau co-payment.
"Ketika bicara mengenai uang, maka masyarakat akan memilih yang lebih murah," ungkap dia.
Dedy bilang, perusahaan asuransi harus mampu mengkomunikasikan hal ini dengan baik ke pemegang polis.
Di sisi lain, ia berharap agar perusahaan asuransi juga membentuk ekosistem klaim asuransi kesehatan untuk mengurang insiden moral hazard yang terjadi.
Hal itu bisa dilakukan dengan membangun fraud detection system dan disertai dengan investigasi mendalam.
Di samping itu, perusahaan yang tidak mau kehilangan banyak bisnis akibat penerapan ketentuan baru ini harus melakukan banyak inovasi.
"Apakah dari sisi produk besaran premi yang lebih murah, peningkatan pelayanan, baik internal maupun pelayanan kesehatannya," tutup dia.
Sebagai informasi, inflasi medis yang terjadi di Indonesia memang terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Data dari Mercer Marsh Benefits menunjukkan, inflasi medis di Indonesia pada 2024 ada di kisaran 10,1 persen.
Sementara itu, pada 2025, inflasi medis di Indonesia diperkirakan dapat mencapai angka 19 persen.
Angka itu sekaligus mengantarkan Indonesia menduduki uruta kedua tertinggi negara di Asia Pasifik dengan angka inflasi medis tinggi.
Tag: #nasabah #asuransi #ikut #bayar #persen #klaim #pengamat #hanya #yang #bisa #ringankan #biaya #premi