



Ironi Kesenjangan Beras: Tengkulak Cuan Rp 42 T, Petani Hanya Rp 1 Juta
- Keuntungan tengkulak atau middleman beras bernilai bombastis setelah menjual hasil panen petani di pasaran. Mereka mampu memperoleh pendapatan sebesar Rp 42 triliun.
Berbanding terbalik, para petani sebagai pelaku usaha yang mengelola lahan sawah untuk menghasilkan padi sebagai komoditas penting di sektor pertanian justru hanya memperoleh keuntungan di kisaran Rp 1 juta hingga Rp 1,5 juta saja.
Perbedaan profitabilitas yang mencolok antara tengkulak dan petani ini disampaikan Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman. Dia mengungkapkan tengkulak beras bisa meraup keuntungan sebesar Rp 42 triliun.
Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman dalam konferensi pers di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (2/6/2025). Dana jumbo itu diperoleh ketika mereka masuk dalam rantai pasok beras nasional. Dimana para tengkulak menjadi perantara bagi petani dan konsumen.
Perkaranya, saat mereka berperan dari sentra produksi ke tempat distribusi hingga pengecer membuat harga beras menjadi lebih mahal. Artinya, mereka mengambil beras di petani dengan harga murah, namun dijual di konsumen cukup tinggi.
Amran menuturkan, keuntungan yang didapatkan tengkulak dihitung dari selisih harga rata-rata di tingkat penggilingan dengan eceran. Seperti, Rp 2.000 per kilogram (Kg) dikalikan 21 juta ton beras.
" 21 juta ton dikali Rp 2 ribu (selisih harga), itu Rp 42 triliun yang didapatkan dari middleman," ujar Amran saat ditemui di gedung Kementerian Pertanian, ditulis Rabu (4/6/2025).
Di balik middleman yang cuan, para petani justru mendapat keuntungan kecil, padahal mereka bekerja lebih keras. Amran mencatat, keuntungan per bulan yang diperoleh petani hanya Rp1 juta - Rp1,5 juta saja.
“Jangan mempermainkan, kita setengah mati ini berproduksi, kita setengah mati bantu petani. Tahu nggak uangnya petani? Petani mendapatkan per bulan, satu keluarga itu hanya Rp 1 juta, Rp 1,5 juta per bulan,” paparnya.
“Kerja banting tulang di lapangan selama 3 bulan 4 bulan bekerja keras, terus dipermainkan," beber dia.
Untuk diketahui, Kementerian Pertanian (Kementan) dan Satgas Pangan Polri mulai menginvestigasi dugaan mafia beras di Pasar Beras Induk Cipinang (PIBC). Proses penyelidikan tersebut dimulai, Selasa (3/6/2025).
Amran menjelaskan, dugaan tindak kejahatan tersebut terkait dengan jumlah beras yang dikeluarkan dari gudang oleh PT Food Station Tjipinang Jaya (Perseroda) lebih tinggi dari biasanya.
Dimana, per 28 Mei 2025 volume beras yang keluar dari gudang Cipinang mencapai 11.410 ton. Angka ini melonjak dari volume normal hari-hari sebelumnya yang berada di kisaran 2.000 ton hingga 3.000 ton.
“Satgas sudah turun. Alasannya (dari Food Station Tjipinang Jaya) katanya, oh salah hitung. Apa? Koreksi? macem-macem alasannya, baru statement. Kejar juga yang statement di sana (Food Station Tjipinang Jaya),” ucapnya.
Lantaran masih dalam tahap investigasi, Amran belum dapat merinci lebih jauh soal 11.410 ton beras yang digelontorkan ke luar. Hanya saja dia menduga beras tersebut diblending dan dijual lebih mahal dari harga pasar.
Tag: #ironi #kesenjangan #beras #tengkulak #cuan #petani #hanya #juta