DPN APTI Sebut RPMK jadi Ancaman Kemiskinan Baru bagi Petani Tembakau, Tolak Kebijakan Kemasan Polos
Ketua umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI), Agus Parmuji, dalam diskusi kemarin, Selasa (28/5). (istimewa)
09:00
12 September 2024

DPN APTI Sebut RPMK jadi Ancaman Kemiskinan Baru bagi Petani Tembakau, Tolak Kebijakan Kemasan Polos

- Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI) menduga Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin 'masuk angin' karena memaksakan terbitnya Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) sebagai aturan turunan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 atau PP Kesehatan. Pasalnya, terdapat beberapa kejanggalan atau disharmoni antar pasal.

Menurut ketua umum DPN APTI, Agus Parmuji, Menkes belum lama menerbitkan PP Kesehatan yang menuai kontroversi bagi kalangan petani tembakau, termasuk kalangan industri kretek nasional. Kini, sudah menyiapkan RPMK yang secara norma inkonstitusional alias mengabaikan mandat PP Kesehatan.

"Apakah Pak Menkes sudah 'masuk angin' karena ada titipan dari pihak tertentu? Atau ada pihak tertentu yang cawe-cawe RPMK?" tanyanya, dikutip Kamis (12/9).

Diketahui, hampir seluruh pelaku usaha industri hasil tembakau (IHT) menolak keras ketentuan dalam RPMK terkait penerapan penyeragaman kemasan/kemasan polos. Padahal, kata Agus Parmuji, ketentuan penyeragaman kemasan/kemasan polos pada dasarnya tidak dimandatkan oleh PP Kesehatan.

"Beberapa negara yang menerapkan penyeragaman kemasan/kemasan polos terbukti tidak secara drastis menurunkan angka perokok aktif. Yang terjadi justru peredaran rokok illegal makin meningkat. Dampak lain, penerimaan cukai negara turun, serta melahirkan kemiskinan baru," tegas Agus Parmuji.

DPN APTI juga mencatat, ada kejanggalan dalam RPMK, yakni jangka waktu penerapan ketentuan standardisasi kemasan yang tidak sesuai amanat PP Kesehatan. Ketentuan Pasal 1157 pada PP 28/2024 mengatur bahwa pelaku usaha wajib mematuhi ketentuan pencantuman peringatan kesehatan dalam waktu dua tahun sejak PP diundangkan, yaitu di bulan Juli 2026.

"Namun, ketentuan pada RPMK tidak sesuai dengan amanat PP 28/2024, yang mengatur bahwa pelaku usaha wajib mematuhi aturan mengenai standardisasi kemasan termasuk desain dan tulisan, dan peringatan kesehatan, dalam waktu 1 tahun sejak PP Kesehatan diundangkan, yaitu Juli 2025," terangnya.

Catatan lain, aturan seluruh bentuk produk tembakau dan rokok elektrik (RE) kecuali Rokok Elektrik Padat patut diduga diskriminatif. Pasalnya, akan menguntungkan pihak tertentu.

"Ada disharmoni antara Pasal 3 dan Pasal 7. Kami mencium aroma titipan pihak tertentu untuk tidak mengatur dan tidak mengendalikan Rokok Elektrik Padat yang merupakan produk padat impor," katanya.

Pasal 3 Ayat (1) RPMK menyebutkan bahwa ruang lingkup Permenkes mencakup Standardisasi Kemasan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik. Pasal 3 Ayat (3) mengatur bahwa Rokok Elektrik meliputi: (i) sistem terbuka atau isi ulang cairan nikotin; (ii) sistem tertutup atau cartridge sekali pakai; dan (iii) padat.

Namun, pengaturan lebih lanjut mengenai standardisasi kemasan di Pasal 7 Ayat (1) hanya mengatur untuk standardisasi kemasan rokok elektronik sistem terbuka atau isi ulang dan Pasal 7 Ayat (2) mengatur kemasan sistem tertutup (cartridge).

"Tidak ada pengaturan lebih lanjut mengenai rokok elektronik padat. Ada apa dengan Menkes?" tanya Agus Parmuji.

Terkait aturan pita cukai tidak boleh menutupi peringatan kesehatan. Pada
Pasal 9 RPMK, diatur bahwa peringatan kesehatan tidak boleh tertutup oleh apapun termasuk pita cukai rokok, dan harus dapat terbaca dengan jelas.

Menurut Agus Parmuji, jika aturan itu diterapkan, maka posisi perekatan pita cukai untuk rokok mesin yang saat ini dilakukan harus diubah dengan menyesuaikan aturan RPMK.

"Itu akan makin membebani pelaku industri kretek karena harus ada investasi tambahan untuk pengadaan mesin perekat pita cukai yang baru, mengingat ukuran pita cukai rokok mesin saat ini tidak memungkinkan untuk perekatan pada kemasan tanpa menutupi peringatan kesehatan," tegas Agus Parmuji.

Pada titik inilah, DPN APTI menolak dengan tegas PP Kesehatan dan RPMK yang inkonstitusional, diskriminatif, tidak deliberatif, sehingga akan berdampak ganda (multiflier effect) bagi kelangsungan usaha industri kretek nasional di Tanah Air.

"Menkes semestinya arif dan bijak dalam merumuskan produk hukum dengan mematuhi norma hukum yang berlaku," pungkas Agus Parmuji.

Editor: Estu Suryowati

Tag:  #apti #sebut #rpmk #jadi #ancaman #kemiskinan #baru #bagi #petani #tembakau #tolak #kebijakan #kemasan #polos

KOMENTAR