



Sajak: Kenapa
Kenapa
Kenapa kini
Bulan lebih ganas daripada matahari?
Bukan zaman yang bertukar
Tapi cerdik pandai tampak tak punya nyali
Lalu untuk apa mereka datang ke bumi?
Untuk mengelus sang juragan
Kalau tidak
khawatir mereka mati
Lalu siapa yang akan merawat titipan Tuhan ini?
Kembang kantil yang mekar bagai menari
Tak mampu mencegah embun menjelma air mata
---
Dusta
Untuk menikmati harum cempaka apakah
bunga itu harus dicium?
Tidak usah!
Kita punya udara yang tidak berdusta pada cuaca
Dusta itu milik manusia
Bukan milik bunga dan udara
Karena itu bersujudlah!
---
Anak-Anak
Anak-anak tak bisa dipaksa
Anak-anak tak boleh terluka
Lalu dari mana anak-anak bisa meresapi jiwa merdeka?
Hati-hati
Kebohongan yang berbunga pun
bisa menggagalkan senyum jelita
---
Dialog
Dialog ini seakan merumuskan hari akhir
Tentu saja benar
Saat wajahmu tampil berbinar
Tapi bisa juga salah
Karena keindahan bukan sujud di batu marmer
Kita perlu pantun
yang mengerti tak ada awal tak ada akhir
Butuh perjalanan panjang
agar hitungan bisa terkejar
Engkau melangkah atau mengejar
barangkali tak diperlukan
Sedu sedan tasbihmu terus berdebar
Tak perlu diperdengarkan
Agar detak detik rahasia itu
Menjadi
’’Allahu Akbar’’
---
D. ZAWAWI IMRON, Penyair asal Madura