Murah di Depan, Mahal di Belakang? Wajib Tahu Risiko Tersembunyi di Balik Perang Harga Mobil Listrik
Head of Marketing, PR & Government BYD Indonesia, Luther T Panjaitan dalam Konferensi pers GIIAS 2025 di Jakarta, Rabu (18/6). (Nanda Prayoga/JawaPos.com)
16:48
18 Desember 2025

Murah di Depan, Mahal di Belakang? Wajib Tahu Risiko Tersembunyi di Balik Perang Harga Mobil Listrik

Harga mobil listrik di Indonesia kian terjangkau dalam setidaknya dua tahun terakhir ini. Perang harga antar pabrikan membuat kendaraan listrik berbasis baterai (Battery Electric Vehicle/BEV) tidak lagi identik dengan harga mahal, khususnya dari pabrikan Tiongkok.

Namun di balik euforia banderol murah, pengamat mengingatkan adanya risiko tersembunyi yang berpotensi membuat konsumen menanggung biaya lebih besar di kemudian hari.

Pakar otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Martinus Pasaribu, menilai perang harga BEV memang membantu mempercepat adopsi kendaraan listrik. Akan tetapi, jika berlangsung tanpa kendali, efek jangka panjangnya bisa merugikan konsumen sendiri.

“Perang harga sesaat itu menguntungkan. Tapi tanpa syarat yang jelas, konsumen berisiko menghadapi biaya dan ketidakpastian di belakang,” kata Yannes kepada JawaPos.com.

Harga Turun Cepat, Nilai Jual Kembali Tertekan

Salah satu risiko paling nyata dari perang harga adalah anjloknya nilai jual kembali mobil listrik. Ketika pabrikan terus menurunkan harga unit baru, mobil yang sudah beredar di pasar otomatis mengalami depresiasi lebih cepat.

Bagi konsumen yang berencana menjual kembali kendaraannya dalam beberapa tahun, kondisi ini bisa menjadi kejutan. Harga jual mobil bekas bisa jatuh jauh dari ekspektasi, bahkan sebelum masa garansi berakhir.

“Resale value bisa ambrol, dan itu langsung dirasakan pemilik, bukan produsen,” ujar Yannes.

Risiko lain datang dari sisi biaya kepemilikan jangka menengah. Harga beli yang murah sering kali menutupi potensi biaya lain, seperti layanan purnajual yang terbatas, ketersediaan suku cadang yang tidak pasti, hingga pembaruan perangkat lunak yang tidak berkelanjutan.

Untuk kendaraan listrik, baterai menjadi komponen paling mahal sekaligus paling krusial. Ketidakjelasan garansi baterai, standar daur ulang, atau dukungan penggantian dalam jangka panjang dapat membuat konsumen menghadapi biaya besar di luar perkiraan awal.

“Mobil listrik itu bukan hanya soal beli unitnya. Yang mahal justru sistem dan dukungan jangka panjangnya,” kata Yannes.

Margin Tipis, Layanan Terancam

Perang harga juga dinilai menekan margin produsen. Dalam kondisi margin yang sangat tipis, ruang untuk berinvestasi di kualitas layanan, pelatihan teknisi, hingga penguatan jaringan servis menjadi terbatas.

Hal tersebut disampaikan oleh Head of Marketing Communication PT BYD Motor Indonesia, Luther T. Panjaitan yang menanggapi kalau brand BYD termasuk salah satu nama yang ikut andil dalam perang harga mobil listrik tersebut.

Dia menegaskan bahwa persaingan harga ekstrem tidak berkelanjutan dan berpotensi merugikan konsumen.

“Dengan level harga yang ditekan terlalu rendah, sulit bagi produsen untuk tetap menginvestasikan pelayanan kepada customer,” katanya.

Menurut Luther, harga murah tanpa dukungan layanan yang memadai justru bisa menjadi bumerang bagi pemilik kendaraan.

Risiko Brand Baru dan Keberlanjutan

Masuknya banyak merek baru, khususnya dari Tiongkok, juga menambah lapisan risiko. Tidak semua merek memiliki rencana bisnis jangka panjang di Indonesia. Bagi konsumen, ini menimbulkan pertanyaan tentang keberlanjutan dukungan setelah masa awal penjualan.

Jika suatu merek tidak mampu bertahan di tengah kompetisi harga yang keras, konsumen berpotensi menghadapi kesulitan dalam mendapatkan suku cadang atau layanan resmi.

“Murah di depan bisa berubah mahal di belakang kalau brand-nya tidak sustain,” kata Yannes.

Peran Regulasi dan Kesadaran Konsumen

Pengamat menilai pemerintah perlu memastikan perang harga tidak mengorbankan perlindungan konsumen. Standar minimal layanan purnajual, kewajiban ketersediaan suku cadang, serta perlindungan baterai melalui garansi dan skema daur ulang dinilai perlu ditegakkan.

Di sisi lain, konsumen juga diimbau lebih kritis. Harga murah sebaiknya tidak menjadi satu-satunya pertimbangan. Jaringan servis, reputasi merek, masa garansi baterai, dan komitmen jangka panjang produsen menjadi faktor penting dalam keputusan pembelian.

Intinya, perang harga mobil listrik memang membuka akses lebih luas bagi masyarakat. Namun tanpa pemahaman yang cukup, harga murah bisa menipu.

 

Di tengah gempuran EV banting harga, konsumen perlu bertanya: apakah yang murah hari ini benar-benar hemat untuk lima sampai sepuluh tahun ke depan? (*)

Editor: Dinarsa Kurniawan

Tag:  #murah #depan #mahal #belakang #wajib #tahu #risiko #tersembunyi #balik #perang #harga #mobil #listrik

KOMENTAR