Pengamat Menilai Indonesia Belum Sampai ke Level Piala Dunia
Starting Timnas Indonesia, yang harus mengubur mimpi ke Piala Dunia 2026 usai mengalami kekalahan kedua kalinya di Grup B ronde keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia, kali ini oleh Irak, Minggu (12/10/2025) di Stadion King Abdullah Sports City, Jeddah. (Dokumentasi Instagram Erick Thohir)
11:58
13 Oktober 2025

Pengamat Menilai Indonesia Belum Sampai ke Level Piala Dunia

- Kekalahan tipis 0-1 dari Irak pada laga kedua Grup B putaran keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia menjadi akhir dari perjalanan panjang Timnas Indonesia.

Mimpi besar untuk mengibarkan bendera Merah Putih di panggung sepak bola paling bergengsi dunia harus pupus di Stadion King Abdullah Sport City, Jeddah, Arab Saudi, Sabtu (11/10/2025) atau Minggu (12/10/2025) dini hari WIB lalu.

Pengamat sepak bola nasional, Anton Sanjoyo, menilai bahwa kegagalan Indonesia kali ini bukanlah kejutan.

Menurutnya, Indonesia memang belum sampai pada tahap “layak” untuk bersaing di level Piala Dunia.

Ia mengakui pencapaian Timnas Indonesia kali ini memang bersejarah. Namun, di satu sisi ia menilai fondasi sepak bola nasional belum cukup kuat.

“Belum layak ke Piala Dunia, belum layak secara pembinaan, pembentukan timnas, secara infrastruktur, suprastruktur, dan semuanya memang belum layak,” kata pengamat yang biasa disapa Bung Joy itu kepada Kompas.com.

“Meskipun ini pencapaian paling jauh dari tim pra-Piala Dunia Indonesia sejak pencapaian 1986 di bawah Sinyo Aliandoe."

"Tapi kalau saya amati suprastruktur kita, pembinaan kita, pembangunan sepak bola Indonesia memang sebetulnya masih di level Asia, belum sampai ke level Piala Dunia,” imbuhnya.

Ia bahkan menilai capaian di level Asia pun “terbantu” oleh kehadiran pemain diaspora yang menambal kelemahan sistem pembinaan dalam negeri.

“Jadi sebagai negara dan federasi kita itu belum mampu untuk membangun timnas yang mampu bersaing ke Piala Dunia. Buat saya tidak terkejut timnas Indonesia tidak lolos ke Piala Dunia karena memang belum layak,” ujarnya.

Belajar dari Negara yang Membangun

Ia pun membandingkan Indonesia dengan negara-negara besar dunia yang konsisten tampil di Piala Dunia seperti Jerman, Spanyol, Inggris, Brasil, dan Argentina.

Kekuatan mereka lahir bukan karena keberuntungan sesaat, tetapi hasil dari sistem kompetisi domestik yang kuat sejak usia muda.

“Negara yang sering tampil di Piala Dunia bukan yang on-off lalu hilang. Jerman, Spanyol, Inggris, Perancis, Argentina, Brasil itu kuat di kompetisi domestik,” kata Anton Sanjoyo.

“Pemain-pemain mereka berkompetisi sejak usia 10–12 tahun. Nah, itu ciri khas yang membangun sepak bolanya dengan baik dan benar,” sambungnya.

Pemain timnas Indonesia Mauro Zijlstra berduel dengan pemain Irak saat laga kedua grup B putaran keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia yang berakhir dengan skor 1-0 di Stadion King Abdullah Sport City, Jeddah, Minggu (12/10/2025) dini hari WIB.Dokumentasi Timnas Indonesia Pemain timnas Indonesia Mauro Zijlstra berduel dengan pemain Irak saat laga kedua grup B putaran keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia yang berakhir dengan skor 1-0 di Stadion King Abdullah Sport City, Jeddah, Minggu (12/10/2025) dini hari WIB.

Untuk itu ia mengingatkan agar Indonesia tidak terjebak dalam euforia sesaat. Sebab baginya, mimpi tampil di Piala Dunia tanpa fondasi kuat ibarat membangun istana di atas pasir.

“Kalau cuma sesekali tampil di Piala Dunia lalu kita bangga dan mengatakan sepak bola negara kita hebat, itu jadi absurd. Kalau buat saya blessing in disguise, kita tidak lolos ke Piala Dunia itu waktunya kembali menata apa yang bisa diperbuat untuk memperkuat sepak bola domestik,” tuturnya.

Jepang Menjadi Contoh yang Seharusnya Ditiru

Ia mencontohkan Jepang sebagai negara Asia yang berhasil menjaga konsistensi dan kualitas di sepak bola dunia.

Dimulai sejak tahun 1998, Jepang tidak pernah absen di Piala Dunia karena memiliki struktur pembinaan yang kokoh melalui kompetisi J.League dan sistem usia muda yang profesional.

“Mereka menghasilkan pemain-pemain hebat itu di kompetisi J.League. Kita tahu Wataru Endo di Liverpool, Kubo di Spanyol, Mitoma di Eropa, itu karena kuat di basic domestiknya,” kata Anton Sanjoyo.

Sebaliknya, Indonesia masih berkutat dengan program instan yang kerap diulang setiap pergantian era tanpa pembangunan jangka panjang.

Anton Sanjoyo menilai ini saatnya Indonesia membangun sepak bola dari akar.

“Sudah waktunya berhenti bermimpi dan mulai membangun,” pungkasnya.

Tag:  #pengamat #menilai #indonesia #belum #sampai #level #piala #dunia

KOMENTAR