Golkar Nilai Gugatan PDIP ke PTUN yang Minta Penundaan Pelantikan Presiden Terpilih Sulit Dibuktikan
Ilustrasi Partai Golkar
09:08
14 Mei 2024

Golkar Nilai Gugatan PDIP ke PTUN yang Minta Penundaan Pelantikan Presiden Terpilih Sulit Dibuktikan

Politikus Partai Golkar Dhifla Wiyani meyakini, langkah PDI Perjuangan yang mengugat KPU RI ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta sulit dibuktikan. Dalam gugatan yang teregister dengan nomor perkara 133/G/2024/PTUN.JKT, PDIP meminta KPU RI menunda proses penetapan Presiden RI terpilih 2024.   Dhifla menilai, gugatan yang dilayangkan PDIP itu terkait perbuatan melawan hukum penguasa (onrechtmatige overheidsdaad). KPU RI dianggap telah melakukan perbuatan melawan hukum dalam menjalankan kewenangannya sebagai penyelenggara Pemilu 2024.   "Sangatlah tidak mudah untuk membuktikan adanya perbuatan melawan hukum penguasa (PMHP) oleh KPU RI dalam melaksanakan tugasnya menyelenggarakan Pemilu 2024, terutama dalam bagian menghitung adanya kerugian yang jelas dan terperinci yang dialami oleh PDIP," kata Dhifla kepada wartawan, Selasa (14/5).  

  Dhifla memandang, terdapat lima unsur yang harus dibuktikan PDIP agar gugatannya dapat dikabulkan. Pertama, harus adanya perbuatan; Kedua, perbuatan itu melawan hukum; Ketiga, adanya kerugian; Keempat, adanya kesalahan; dan Kelima, adanya azas kausalitas (hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum dengan akibat yang ditimbulkan).    "Jika satu saja unsur tidak terpenuhi maka PMHP harus dinyatakan tidak terbukti," tegas Dhifla.   Politiku Partai Golkar yang juga berprofesi sebagai pengacara ini menekankan, gugatan PMHP ini bukanlah gugatan yang bisa menunda pelaksanaan penetapan KPU RI atas Penetapan Presiden Terpilih Tahun 2024.   

  Meski KPU dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum, maka PTUN secara hukum tidak berwenang membatalkan atau menyatakan tidak sah Surat Keputusan KPU No. 360 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota secara Nasional dalam Pemilihan Umum Tahun 2024.    "Menurut Pasal 24C UUD 1945, yang berhak membatalkan SK KPU tersebut hanyalah Mahkamah Konstitusi," cetus Dhifla.   Ketua Tim Hukum PDIP Gayus Lumbun sebelumnya berharap, Majelis Hakim PTUN Jakarta dapat mengabulkan gugatannya. Sehingga, MPR dapat mempertimbangkan putusan PTUN untuk membatalkan pelantikan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, yang telah ditetapkan KPU sebagai presiden dan wakil presiden terpilih periode 2024-2029.  

  "MPR wadahnya seluruh rakyat mempunyai keabsahan berpendapat itu ada di sana diwakili, dia akan memikirkan apakah sebuah produk yang diawali melanggar hukum itu bisa dilaksanakan. Kami berpendapat bisa iya juga bisa tidak karena, mungkin MPR tidak mau melantik," tegas Gayus di PTUN Jakarta, Jakarta Timur, Kamis (2/5).   Gayus menyadari, tidak semua isi gugatan mereka dikabulkan majelis hakim PTUN. Namun, hakim bisa mempertimbangkan dugaan perbuatan melawan hukum penyelenggara pemilu. "Jadi, bisa tidak dilantik," pungkas Gayus.

 

Editor: Banu Adikara

Tag:  #golkar #nilai #gugatan #pdip #ptun #yang #minta #penundaan #pelantikan #presiden #terpilih #sulit #dibuktikan

KOMENTAR