Pilkada Berpotensi Lebih Rawan daripada Pemilu
– Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto menghadiri rapat kerja pengamanan pilkada serentak bersama Komisi I DPR kemarin (21/3). Dalam rapat itu, Agus memaparkan potensi kerawanan jelang pesta demokrasi di 545 daerah tersebut.
Menurut Agus, kerawanan pilkada serentak bisa jadi lebih besar daripada kerawanan pilpres dan pileg. Berdasar analisis TNI, ada dua daerah yang perlu mendapat perhatian lebih. Yakni, Aceh dan Papua.
”Terdapat kemungkinan terjadi kerusuhan antarkelompok pendukung yang lebih besar bila dihadapkan dengan jumlah alat keamanan yang terbatas,” ujarnya.
Dia menyebut ada potensi munculnya konflik SARA jika politik identitas digaungkan. Potensi perpecahan bisa terjadi jika pihak ketiga turut memanfaatkan kesempatan.
Untuk itu, Badan Intelijen Strategis (Bais) TNI telah membuat indeks kerawanan pilkada serentak. Setidaknya ada 15 provinsi yang memiliki tingkat kerawanan tinggi. Selain Aceh dan Papua, disebut juga DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Maluku, dan Maluku Utara.
Di Papua misalnya, dia menyebut kelompok separatis teroris (KST) sudah terpantau memiliki agenda untuk menggagalkan pilkada serentak. Catatan TNI menunjukkan, belakangan ini KST sering beraksi di tujuh wilayah rawan. Yakni, Maybrat, Puncak, Puncak Jaya, Intan Jaya, Nduga, Yahukimo, dan Pegunungan Bintang.
Terpisah, Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari mengatakan, selain menuntaskan tahapan pemilu, pihaknya mulai mempersiapkan Pilkada 2024. Rencananya, pemungutan suara digelar pada Rabu, 27 November. Untuk tahapan terdekat, pada awal April 2024 ini, akan dimulai tahapan penyerahan dukungan bagi calon perseorangan. ”Itu mulai bisa menyampaikan bukti dukungan untuk pencalonan dalam pilkada, baik gubernur maupun bupati dan wali kota,” ujarnya.
Untuk paslon dari partai politik, Hasyim menyebut prosesnya masih menunggu penetapan kursi DPRD. Penetapan kursi itu masih menunggu jika ada sengketa pileg di Mahkamah Konstitusi.
Terpisah, imbauan KPK terkait penghentian penyaluran bantuan sosial (bansos) jelang pilkada direspons publik. Ketua IM57+ Institute M. Praswad Nugraha mengatakan, imbauan itu mestinya juga disampaikan ke Presiden Joko Widodo sebelum pelaksanaan Pilpres 2024. Sebab, aksi bagi-bagi bansos dilakukan Jokowi dan sejumlah menteri saat digelar kampanye pilpres. ”Ke mana KPK pada waktu itu (kampanye pilpres, Red)?” kata Praswad saat dihubungi Jawa Pos.
Menurut Praswad, imbauan KPK tersebut seharusnya berlaku untuk pilkada dan pemilu. Eks penyidik senior KPK itu menegaskan, KPK sejatinya sudah lama mengendus adanya politisasi bansos. Khususnya oleh calon petahana demi kepentingan elektoral. ”Dari dulu bansos sudah jadi bagian dari money politics (politik uang, Red),” ungkapnya. (far/syn/tyo/bay)