Muhammadiyah Puasa Lebih Awal, MUI Minta Perbedaan Tak Perlu Diperdebatkan
Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Anwar Iskandar buka suara menanggapi viralnya video Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan (Zulhas) soal Amin dan Tasyahud saat salat.
21:16
10 Maret 2024

Muhammadiyah Puasa Lebih Awal, MUI Minta Perbedaan Tak Perlu Diperdebatkan

 

- Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengingatkan masyarakat untuk tidak perlu memperdebatkan adanya perbedaan dalam menetapkan awal Ramadhan 1445 Hijriah. Pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) telah memutuskan bahwa 1 Ramadan jatuh pada Selasa, 12 Maret 2024.

Namun, Muhammadiyah telah menetapkan lebih dulu bahwa 1 Ramadhan 1445 Hijriah, jatuh pada Senin, 11 Maret 2024.   "Oleh sebab itu maka kita harus saling menghormati, saling menghargai antara satu dengan yang lain, tidak perlu kita perbincangkan masalah ini, dan membesar-besarkan masalah ini dalam kehidupan kita," kata Ketua MUI KH Anwar Iskandar di kantor Kemenag, Jakarta Pusat, Minggu (10/3).   Anwar mengajak, dalam ibadah puasa senantiasa dapat meningkatkan kesalehan ibadah selama bulan suci Ramadan. Serta dapat meningkatkan amal ibadah lainnya.   "Yaitu dengan kepedulian sosial kita juga yaitu kepedulian sosial kita kepada saudara-saudara kita yang membutuhkan uluran tangan kita, fakir miskin, dan lain sebagainya," papar Anwar.   "Marilah kita menjaga persatuan ukuah islamiyah, ukuah insaniah, dan ukhuwah basariah kita. Yang keempat adalah setelah pemilu ini marilah kita tetap bersatu, mengayunkan langkah bersama-sama membangun Negara Rpublik Indonesia menuju Indonesia emas 2045," sambungnya.   Sebelumnya, Pemerintah secara resmi menetapkan 1 Ramadan 1445 Hijriah jatuh pada Selasa, 12 Maret 2024. Keputusan ini ditetapkan setelah Kementerian Agama (Kemenag) menggelar pemantauan hilal di sejumlah daerah di Indonesia.   "Sidang Isbat secara mufakat menetapkan bahwa 1 Ramadan 1445 H jatuh hari Selasa 12 Maret 2024 Masehi," ujar Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas dalam konferensi pers di kantor Kemenag, Jakarta Pusat, Minggu (10/3).   Sidang isbat penentuan awal Ramadan 2024 ini melibatkan Tim Hisab dan Rukyat Kementerian Agama, serta dihadiri para duta besar negara sahabat serta perwakilan ormas Islam.   Pria yang karib disapa Gus Yaqut itu memahami bahwa ada perbedaan penetapan awal Ramadhan 1445 Hijriah. Namun, diharapkan perbedaan itu bukan alasan untuk menjalani ibadah puas dengan khusyu.   "Mudah-mudahan dengan hasil sidang isbat ini seluruh umat Islam di Indonesia dapat menjalankan ibadah puasa dengan kekhusyukan," ujar Yaqut.   Ia memastikan, perbedaan yang terjadi merupakan hal yang lumrah. Yaqut meminta semua pihak untuk bisa saling menghormati perbedaan itu.   "Saat ini kita ketahui bahwa ada beberapa perbedaan dan itu lumrah saja. Namun, kita harus tetap saling menghormati dan menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi sehingga tercipta suasana yang kondusif," tegas Yaqut.   Anggota Tim Hisab Ruykat Kemenag Cecep Nurwendaya menyampaikan, posisi hilal di seluruh wilayah NKRI belum masuk kriteria minimum tinggi hilal 3° dan elongasi 6,4°.   "Sehingga tanggal 1 Ramadan 1445 H secara hisab jatuh bertepatan dengan hari Selasa Pon, tanggal 12 Maret 2024 M," ungkap Cecep di kantor Kemenag RI.   Cecep menjelaskan, kelaziman penentuan awal Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah di Indonesia menggunakan metoda rukyat dan hisab. Menurutnya, hisab sifatnya informatif dan kedudukan rukyat sebagai konfirmasi dari hisab.    "Pada hari rukyat tanggal 10 Maret 2024 M, tinggi hilal di seluruh wilayah NKRI antara: - 0° 20* 01" (-0,33°) s.d. 0° 50* 01" (0,83°) dan elongasi antara: 2° 15* 53" (2,26°) s.d. 2° 35' 15" (2,59°). Di seluruh wilayah NKRI termasuk di kota Sabang Provinsi Aceh belum masuk kriteria Imkan rukyat MABIMS (3-6,4°)," ucap Cecep.   "Oleh karenanya hilal menjelang awal Ramadan 1445 Hijriah pada hari rukyat ini secara teoritis dapat diprediksi tidak akan terukyat, karena posisinya berada di bawah kriteria Imkan Rukyat tersebut," pungkasnya.

Editor: Dimas Ryandi

Tag:  #muhammadiyah #puasa #lebih #awal #minta #perbedaan #perlu #diperdebatkan

KOMENTAR