Ketua Komisi III DPR Ingatkan Kejagung Tak Kriminalisasi Kebijakan di Kasus Tom Lembong
Menurut Habiburokhman, masyarakat masih melihat konstruksi hukum kasus ini masih “sumir” atau belum jelas.
"Terus terang konstruksi hukum kasus tersebut masih cukup sumir atau abstrak dimata publik," kata Habiburokhman, dalam keterangannya pada Jumat (1/11/2024).
Politikus Partai Gerindra ini mengingatkan Kejagung agar penanganan kasus tersebut tak terkesan mengkriminalisasi kebijakan.
"Banyak yang bertanya kepada saya apakah kasus tersebut dapat dikategorikan sebagai mengkriminalkan kebijakan," ujar Habiburokhman.
Habiburokhman khawatir, tanpa penjelasan yang jelas dan detail, penyelidikan kasus ini bisa memicu spekulasi bahwa Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menggunakan instrumen hukum untuk kepentingan politik tertentu.
Dia menegaskan, pelaksanaan penegakan hukum harus selaras dengan cita politik hukum pemerintah.
"Kita memerlukan persatuan nasional yang kuat, dengan tetap menjunjung tinggi tegaknya hukum," tegas Habiburokhman.
Untuk diketahui, Tom Lembong menjabat sebagai Menteri Perdagangan Indonesia dari 12 Agustus 2015 hingga 27 Juli 2016.
Dia juga pernah menjabat sebagai Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) di periode pertama Presiden Joko Widodo.
Selain itu, Kejagung juga sudah menetapkan eks Direktur PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) inisial CS dalam perkara yang diduga merugikan negara sebesar Rp400 miliar.
"Kerugian negara akibat perbuatan importasi gula yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, negara dirugikan kurang lebih Rp 400 miliar," ucap Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa (29/10/2024) malam.
Dijelaskan Abdul Qohar, Tom Lembong diduga memberikan izin kepada PT AP untuk mengimpor gula kristal mentah sebesar 105.000 ton pada 2015.
Padahal, saat itu Indonesia sedang surplus gula sehingga tidak membutuhkan impor.
"Akan tetapi di tahun yang sama, yaitu tahun 2015 tersebut, menteri perdagangan yaitu Saudara TTL memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP yang kemudian gula kristal mentah tersebut diolah menjadi gula kristal putih," kata Qohar.
Selain itu, Qohar menyatakan, impor gula yang dilakukan PT AP tidak melalui rapat koordinasi (rakor) dengan instansi terkait serta tanpa adanya rekomendasi dari kementerian-kementerian guna mengetahui kebutuhan riil.
Tak hanya itu, perusahaan yang dapat mengimpor gula seharusnya hanya BUMN.
Sementara itu, CS diduga mengizinkan delapan perusahaan swasta untuk mengimpor gula. PT PPI kemudian seolah membeli gula tersebut.
Padahal, delapan perusahaan itu telah menjual gula ke pasaran dengan harga Rp 16.000 per kilogram atau lebih mahal dibandingkan Harga Eceran Tertinggi (HET) saat itu Rp 13.000 per kilogram. CS diduga menerima fee dari delapan perusahaan itu.
"Dari pengadaan dan penjualan gula kristal mentah yang telah diolah jadi gula kristal putih PT PPI dapat fee dari delapan perusahan yang impor dan mengelola gula tadi sebesar Rp 105 per kilogram," ujar Qohar.
Tag: #ketua #komisi #ingatkan #kejagung #kriminalisasi #kebijakan #kasus #lembong